Alvio menggeleng pelan. "Gimana masa lalu lo?" ia balik bertanya.
Zahfa melempar pandang ke langit hitam sembari mengingat kejadian masa lampau, menahan remahan air mata yang sudah mengambang. "Dulu, dua tahun yang lalu...."
~Flashback~
"Kamu ya tunangan saya?" paparnya menanyakan. Sementara yang ditanya langsung membelok menjauh, menahan pipinya yang memanas karena malu. Semoga saja dia tidak melihat apa yang terjadi di wajah gadisnya saat itu.
"Hei, kenapa pergi? Saya hanya bertanya. Apa ada yang salah dengan pertanyaan saya?" ujarannya ingin menahan pergi. Zahfa menggeleng, kepalanya terus menunduk tanpa ada sedikit pun niat untuk menatap wajah lelaki tersebut. "Kamu malu, ya? Saya tidak akan melihatmu," lanjutnya, lalu mengalihkan pandangan ke arah lain. Bola matanya bergerak mencari benda apa pun di sekitarnya yang dapat ia jadikan objek.
Zahfa berbalik badan menghadap lelaki yang sudah lama berdiri menunggu jawaban darinya. Ia memetik dedaunan apa pun yang ada di dekatnya untuk menghilangkan malu dan canggung yang menyelimutinya. Waktu itu baru pertama kalinya Zahfa bertatapan langsung dengan seorang lelaki yang sudah tiga hari ini berstatus tunangannya.
"Mas Zayan, ya?" tanyanya kikuk, kala itu rasanya seluruh jiwa meronta ingin segera pergi dari sana. Kepiting rebus kalah merah jika dibandingkan dengan pipi Zahfa kala itu. Jika saja kalau ia pergi tidak akan menyinggung perasaan lelaki di hadapannya, mungkin sudah tadi tubuh Zahfa ikut terbang bersama dengan semilir angin sore itu.
Lelaki yang diyakini bernama Zayan itu mengangguk mengiyakan. Tanpa melihat pun, Zayan sudah tahu jika tubuh tunangannya kini sedang bergetar hebat dan ingin segera enyah dari tempatnya. Zayan menimang-nimang cup es krim dalam genggamannya, ia kembali memandang wajah ayu tunangannya sembari memberikan es krim tersebut. "Ini satu untukmu sebagai pembukaan di antara kita," selorohnya pada Zahfa yang kini semakin menunduk setelah mengetahui Zayan tengah memandangnya saat ia tadi menyambar es krim tersebut.
Zayan melenggang pergi, sesaat kemudian ia kembali lalu meletakkan bangku kayu tak jauh dari tempat Zahfa berdiri. "Duduk!" intruksinya pada Zahfa yang masih melongo. "Duduklah! Jangan khawatir, tidak akan terjadi fitnah. Lihatlah! Kedua orang tua kita mengawasi di sana," ujarnya lagi sembari melirik ayah mertua dan ayahnya sesaat. Zahfa menurut. Zayan duduk berjongkok di bawah setelah menambah gulungan pada sarungnya.
"Lho! Mas Zayan kok duduk di bawah?"
"Tidak apa-apa."
"Mas, boleh saya bertanya?"
Zayan mengangguk semangat. "Boleh. Waktu saya di sini memang untuk ditanya-tanyakan."
"Apa Mas Zayan menerima perjodohan ini?" tanya Zahfa ragu, sedangkan Zayan hanya diam terpaku. Kemudian mengiyakannya. "Bagaimana bisa, sedangkan kita belum pernah bertemu sebelumnya?" tanyanya lagi.
Zayan membenarkan pecinya. Sebagian anak rambutnya tampil di sisi pelipisnya, itu sangat menambah kesan tampan baginya. "Memangnya kenapa? Apa kamu tidak menerima saya?" dia balik bertanya. Pancaran matanya berubah sayu.
Zahfa menggeleng lekas. "Bukan begitu. Maksud saya--"
"Iya, saya tau maksud kamu apa," Zayan memotong. "Saya sudah bertanya kepada Tuhan kita, jawabannya 'iya'. Sebelumnya saya tidak menyangka jika tunangan saya secantik kamu," sambungnya lalu ia terkekeh sendiri. "Pasti kedengarannya gombal, ya?" tambah Zayan menahan tawa. Zahfa mengangguk pelan.
"Setelah saya mendapat jawaban, saya menerima perjodohan ini. Karena menurut saya, cerita Allah jauh lebih indah dari yang saya perkirakan. Kalau kamu ingin bertanya tentang perasaan, saya akan menjawabnya. Menurut saya, menumbuhkan rasa cinta kepada hambaNya karena agama itu perkara yang sangat mudah. Tapi...," Zayan sengaja menggantung ucapannya. Dan membiarkan Zahfa menukikkan kedua alisnya menunggu kata yang tergantung dari Zayan. "Tapi, terkadang yang menjadi masalah besar adalah ketika mencintai hambaNya melebihi cintanya kepada sang Pencipta." Zayan memandang langit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Aku dan Kamu| Hiatus/3
Romance@Ji_Cyna.03420 |Rendah konflik. "Nikahi dia, aku ikhlas!" Tidak peduli secantik apa pun dirimu, tidak akan mempan bila masa lalu berani menjangkiti otak dan hatimu. Seperti halnya Bunga Za'faran, gadis cantik dengan panggilan Zahfa. Ia belum bisa me...