Chapter 15

8 3 0
                                    

Dalam babak pertama ini, kami memiliki tes yang berbeda yaitu aku berada dites memanah sambil berkuda dan Rian ditempatkan dites memanah dengan berlari.
Aku tidak terlalu mengkhawatirkan Rian karena aku percaya padanya bahwa kita akan masuk kesemi Final.

Dibeberapa titik sudut sudah terdapat target yang pastinya bisa kulalui.
Tak lama dari itu suara peluit pun berbunyi menandakan tes dimulai.
"Hiah...." aku pun mulai mengambil alih kuda dan mengambil anak panah.
Tak lupa terus berdzikir didalam hati ketika akan melepaskan anak panah tersebut.

20 m telah berlalu sejak babak pertama ini dimulai dan aku orang pertama yang menyelesaikan perlombaan ini dengan cepat.
Panitia menyuruhkan untuk keluar dari arena.

Pengumuman siapa yang akan memasuki babak final akan diumumkan ba'da ashar membuatku memutuskan untuk kembali ke hotel tanpa memperdulikan Rian yang masih berada dalam perlombaannya.
Entah apa yang ia lewati aku tidak memperdulikannya hanya saja dalam keadaan apapun ia harus bisa melewatinya.

Terlalu memalukan bukan ketika babak pertama ini aku atau lebib tepatnya kita harus pulang kembali kesekolah tanpa membawa apapun. Walau begitu aku tidak terlalu berharap Rian memenangkannya.

Setibanya dihotel aku segera menuju kamar mandi karena tubuhku yang sudah lengket membuatku harus langsung mandi.

Waktu begitu tak terasa hingga aku sudah mendirikan sholat ashar dan membaca al-Ma'tsurat.
Tiba saatnya aku bersama Rian didampingi Kepala Sekolah melihat pengumum via online dilaptop.
Rian terus menscrool mouse hingga akhirnya SMK IT Fitrah Insani dengan no urut 89 tertera dilayar dengan kalimat "Lulus".
Membuatku sedikit girang namun tak terlalu kuperlihatkan berbeda dengan Rian yang langsung berteriak tak percaya dengan girang.

"Kita berhasil....." ucap Rian setengah berlompat-lompat bagai anak kecil sambil menatapku.
Aku hanya tersenyum tipis melihatnya seperti itu.
"Jangan terlalu senang. Kalian tahu, besoklah pertandingan sesengguhnya!" ucap Kepala Sekolah mengingatkan kami.
"Tenang aja bu, kita pasti menang kok. Iyakan Na!" ucap Rian yakin.
"Ehm." hanya itu yang bisa ku
ucapkan.
"Baiklah kalau begitu aku kembali kekamar." ucap Rian kemudian berlalu pergi menuju kamarya yang berada diseberang kamar ini.

"Jadi kenapa kau mengajak ku kesini?" tanya Rian penuh selidik ketika kita berada di suatu Restoran ternama di Yogyakarta.
"Apa maksudmu? Tentu saja aku ingin membicarakan mengenai pertandingan besok." ucapku dengan salah tingkah.
"Heh, lalu kenapa disini? Gak dikamar aja, ini kan terlalu memakan waktu." tanyanya tak terima.
"Hiah,kau gila mau ngebicarain apa dikamar. Lagian aku takut ganggu Kepala Sekolah." jawabku dengan menilik Rian.
"Lalu kenapa gak ditaman aja?" tanya Rian kembali.
"Kau tak tahu apa? Ini kan musim panas dan angin malamnya sangat dingin makanya aku pilih tempat ini aja. Lagian aku lapar." jawabku dengan jujur.
"Oooh kau lapar kirain kau mengajak ku kencan." ucap Rian ngasal membuatku menganga tak percaya.
"Hiah" ucapku setengah berteriak sehingga menarik perhatian pelanggan yang lain.
"Sudahlah jangan berisik, kau lapar bukan? Kalau begitu makanlah lalu bicara setelah itu kita pulang agar tidak terlalu malam." ucap Rian sambil menyendoki makanannya untuk ia makan.

"Jadi apa yang kau mau bicarakan?" tanya Rian setelah kami selesai makan.
Sebelun menjawab pertaannya aku mengambil sebuah kardus kecil dan menyimpannya diatas meja.
Rian pun membukan kardus tersebut.

Rian pun membukan kardus tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The last archerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang