•••Jinhwan' POV
Pagi ini tak jauh berbeda dari biasanya. Dengan ransel hitam yang menggantung di bahu kananku, aku melangkah menuju kelas. Rautku datar, tak terlalu peduli dengan pasangan yang ada dibelakangku, sejak mereka resmi pacaran aku merasa seperti orang ketiga. Apalagi saat keduanya saling melemparkan rayuan menggelikan yang membuatku mau muntah, ingin sekali menghilang begitu saja.
Ya, setidaknya mereka tidak melupakanku, kami bertiga masih berteman baik semenjak Yunhyeong membeberkan sandiwara mereka.
"Bagaimana kalau aku tidur di rumahmu malam ini?"
"Ide bagus, kita bisa menghabiskan malam bersama."
Fix, aku tak akan bisa menginap dirumah Yunhyeong lagi setelah ini.
Aku memutar bola mata jengah, mereka ini sengaja membuatku kesal atau apa sih?. Pastinya aku tak mau repot-repot menoleh kebelakang, malah akan semakin membuatku iri, ck.
Brakk
Pintu yang kudorong cukup keras sehingga membentur tembok menjadi pusat perhatian satu kelas. Aku hanya bisa berdecak sebal lalu melangkah setengah menghentak-hentak ke tempat dudukku- mengabaikan sorot penasaran sekaligus jengkel yang mereka lontarkan. Kasihan Jihoon, si nerd itu hanya memandangi lantai tanpa berani mengajakku bicara.
Sementara Yunhyeong dan Chanwoo baru saja akan menuju tempat duduk mereka, Chanwoo mendekatiku- sedikit membungkuk untuk berbisik di telingaku. "Kau baik-baik saja, kan?"
Sumpah, itu terdengar seperti pertanyaan terkonyol yang pernah kuterima. Memang pada dasarnya seorang Jung Chanwoo tak akan mudah peka pada keadaan orang lain, mungkin ini akan jadi pengecualian bagi pacarnya.
Untungnya Yunhyeong berkebalikan dengan Chanwoo, anak itu paham kalau aku sedang kesal. Maka ia menyenggol lengan Chanwoo dan memberi tatapan mengisyaratkan 'diam, jangan mengganggunya'. Tak lama mereka berdua sudah menghilang dari sampingku, sebelumnya aku sempat mendengar gumaman tak berarti Chanwoo.
Ah, aku ingat sesuatu. "Jihoon, pinjam PR sejarah mu."
Pemuda berkacamata itu hanya terdiam menatapku, aku harus berdehem untuk mengembalikan Jihoon ke realita. Mulutnya membuka tutup seperti mau mengatakan sesuatu, aku sengaja membuang napas cukup keras hingga akhirnya ia berhenti dan membuka ransel biru cerahnya. Well, melihat anak yang setahun lebih tua dariku menggunakan tas berwarna cerah membuatku harus menahan tawa, pfftt.
Ekspresi ku kembali datar saat ia menyodorkan buku catatannya, dengan berdehem canggung aku segera membuka lembar demi lembar, membacanya dan menyalinnya di buku catatan ku secara bergantian. Begitu selesai aku mengembalikan buku pada sang pemilik, "thanks."
Entah bagaimana ekspresi anak itu, yang penting tugasku beres. Dengan asal aku mendorong buku catatan ku ke dalam loker meja, sekali.. dua kali.. tiga kali.. benda persegi panjang itu tak kunjung masuk, seperti ada sesuatu yang mengganjal.
Ingatanku cukup baik kalau aku tak pernah menyimpan apapun di loker meja yang ukurannya tak terlalu luas, kalaupun ada- benda itu pasti akan kuambil lagi sebelum pulang. Enggan bertanya-tanya seorang diri, aku menjauhkan buku catatan tadi lalu melemparkannya ke meja, telapak tanganku meraba-raba apapun yang mengganjal loker. Dan-- aw.
Aku segera mengeluarkan tanganku dari sana, meringis dalam hati saat mendapati cairan merah mengalir begitu saja dari telapak tanganku. Tak terlalu banyak memang, tapi tetap saja-- benda apa itu?
Ekor mataku melirik sekilas ke samping, Jihoon rupanya masih sibuk dengan buku miliknya. Perlahan aku memiringkan kepala untuk memeriksa apa yang ada dalam loker. Dahiku mengernyit, dan dengan hati-hati aku berusaha meraih benda tersebut, menggenggam bagian yang tak dilapisi potongan kaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
a Complicated Love | •JunHwan•
FanfictionSelama empat tahun terakhir, Kim Jinhwan mati-matian berusaha menghapus kenangan buruk akan masa lalunya. Banyak hal telah ia ubah, Tiada lagi sifat lemah lembut yang dulu selalu menjadi ciri pribadinya. Namun tatkala sosok pemuda dari mimpi burukny...