Kim Jinhwan benar-benar berterimakasih kepada Tuhan yang sudah memberikannya inisiatif untuk membereskan rumahnya. Masih teringat betul kondisi rumah dua lantai ini yang sebelumnya lebih tepat disebut kapal pecah, Jinhwan hanya tersenyum kecil mengingat betapa pemalasnya ia dulu.Pemuda itu kini berbaring di atas single bed, pukul sembilan malam masih terlalu awal untuk tidur baginya alhasil yang ia lakukan hanya menatap langit-langit kamar bernuansa biru gelap itu, sambil memikirkan beberapa kejadian yang menimpanya akhir-akhir ini-- seperti kebiasaan Jinhwan sejak kecil.
Aku melepas pelukanku pada June, manik pemuda itu sudah cukup mengisyaratkan bahwa ia tak rela aku mengakhiri momen yang begitu nyaman ini. Isakan kecil sialan yang membuatku terlihat lemah sudah berhenti, sebisa mungkin jemariku menghapus sisa air mata di sekitar pipi.
"Apa kau benar-benar mencintaiku? Apa hanya aku satu-satunya?" Tanyaku, sebisa mungkin bersuara datar.
June menampakkan ekspresi yang sulit diartikan, tangannya hendak meraih tubuhku tapi segera kutepis, membuat pemuda itu terkejut dengan penolakan ku. "Jangan menyentuhku, cukup jawab dari sana."
Hembusan napas terdengar yang sudah pasti milik June, aku tak ingin menatap wajah tampan itu karena degupan sialan itu pasti akan membuatku luluh dengan setiap perkataannya kali ini, terlebih secara terang-terangan aku menyatakan perasaanku barusan.
"Apa lagi yang harus ku buktikan untuk membuatmu percaya?" Ada nada keputusasaan terselip disana, yang tentunya sudah berusaha ditutupi oleh lawan bicaraku.
Tak sepatah kata pun keluar dari mulutku aku mau June yang berbicara kali ini, selama ini aku terlalu keras kepala untuk membiarkan orang lain menjelaskan sesuatu yang tak ingin kudengar. "Aku memberimu kesempatan untuk bicara kali ini, jangan membuatku menyesal melakukannya."
"Ciuman tadi--"
"Itu sudah menjelaskan semua perasaanku nyata, aku mencintaimu Kim Jinhwan. Perasaan itu tak berubah sampai kapanpun," Mata indahnya memaksaku untuk mempercayainya.
Aku menghela napas, "aku percaya, tapi apa kau yakin hanya aku yang kau cintai?"
"Bagaimana dengan Yoora, huh? Gadis itu menyukaimu dan begitu pula kau," telunjukku mengarah tepat ke batang hidungnya. Memori saat kedua insan itu keluar dari bilik toilet dengan kondisi acak-acakan-- yang pastinya aku tak mau tahu secara rinci apa yang mereka lakukan. Rupanya pertanyaanku cukup membuat June tertohok, rahangnya berkali-kali sudah bergerak tapi tak sepatah katapun kunjung terdengar.
Bodohnya aku yang berharap June akan seperti aktor di sinetron yang segera menjelaskan panjang lebar sesuatu yang tak kuketahui, karena nyatanya ia hanya berdiri tanpa berbicara apapun, senyum miris kembali menghiasi wajahku.
"Lihat, kau tak bisa--"
"Kau benar, aku memang bercumbu dengannya di toilet saat itu tapi percayalah tak ada cinta yang terlibat didalamnya-- itu semua hanya nafsu, berbeda saat aku mencium-mu kali ini, tidakkah kau merasakan cinta yang coba ku salurkan dalam ciuman kita?"
Mendengar penjelasan nya aku tiba-tiba saja emosi, "lalu kenapa kau mau melakukannya kalau memang kau tidak mencintainya? Apa jaminannya kau tak akan melakukannya lagi dibelakangku?," Tepat setelah kalimat terakhir terucap, aku segera merutuki kecerobohan lidahku yang tidak menyaring kalimat seperti itu. Sial, June pasti akan kepedean setelah ini.
"Dia memaksaku dengan sebuah ancaman yang tak bisa kujelaskan padamu, hei tunggu--- apa artinya kau mau jadi pacarku?"
"Tidak," sanggahku cepat. Tak lama, wajah serius yang berubah cerah itu kembali seperti sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
a Complicated Love | •JunHwan•
FanfictionSelama empat tahun terakhir, Kim Jinhwan mati-matian berusaha menghapus kenangan buruk akan masa lalunya. Banyak hal telah ia ubah, Tiada lagi sifat lemah lembut yang dulu selalu menjadi ciri pribadinya. Namun tatkala sosok pemuda dari mimpi burukny...