12. Luka lara

75 20 0
                                    

~ Aku sayang kamu, kamu yang dulu hadir dalam hariku. Aku cinta kamu, orang yang selalu memberi tawa kepadaku. Aku benci kamu, setelah kamu memberikan luka yang begitu dalam kepadaku. Itu nyata nya dan itu faktanya. ~

________________________________________

"Ya udah besok kita ke sana, besok kita izin sekolah dulu. Gapapa nggak sekolah untuk kali ini." Bujuk ku agar dia tak terlalu sedih.

"Ya udah, aku setuju. Makasih ya la udah mau bantuin aku. Makasih banyak banget. Karena aku kamu jadi repot."

Keesokan paginya Juan sudah tiba di rumah ku, matanya terlihat sayup, mungkin karena dia menangis. Ketika dia keluar dari mobil, dia langsung memeluk ku erat, aku pun membalas nya. Pasti hatinya hancur, mendengarkan kabar orang yang dia kasihi telah pergi untuk selamanya.

"Udah-udah, mending kita pergi sekarang." Elus tanganku ke pundaknya. Dia tersenyum kecil, meski itu paksaan. Dia mencoba menegarkan hatinya dari semua keadaan ini.

Rumah duka didatangi banyak orang, terutama teman-teman Juan sewaktu bersekolah disini. Pelukan demi pelukan, tangis demi tangisan terlihat disana. Wajar hal tersebut terjadi, karena katanya memang Tia orang yang sangat periang dan mudah akrab dengan orang. Kini dia terbaring di dalam peti, lantunan doa terus menggema. Terlihat seorang pria lemas di samping Tia, itu Aska. Dia sangat terpukul atas kepergian Chyntia. Gadis yang ramah dengan pria yang baik, sangat serasi namun ajal memisahkan mereka. Tak ada yang tau usia manusia sampai kapan bukan? Demikian juga dengan Chyntia.

Bunga sudah ditabur kan, orang-orang mulai meninggalkan pemakaman. Lagi dan lagi Aska masih merenung begitu juga dengan Juan. Dua pria yang begitu mencintai gadis tersebut. Tak ada kata yang dapat terucap, memang takdir begitu naas namun pasti ada rencana baik di balik bilik kesengsaraan ini.

"Aska, sudah nak mari kita pulang." Ajak ibu Tia. Aska menggelengkan kepala lalu menghapus air mata nya. Dia bangkit dari duduk nya lalu perlahan mundur melangkah. Batin nya pasti tersiksa melihat gadisnya sudah pergi tapi tak ada yang bisa kami lakukan. Dia melangkah maju lagi sambil menangis menatap liang kubur dari Tia.

"Buat kamu orang yang paling spesial dalam hidupku, tak ada yang bisa ku ucapkan untuk saat ini, kau pergi meninggalkan aku sendiri kini. Siapa yang akan mengisi hariku dengan tawa ceria mu. Siapa yang akan mengganggu ku saat sedang bermain volly di lapangan. Siapa yang akan ku temani saat...." Dia terjeda tersenggak tangis, "saat kau harus membeli buku-buku favorit mu, aku tidak akan marah saat harus menunggu mu berjam-jam lagi, aku tidak akan marah. Andai waktu bisa diputar pasti aku akan menarik kata-kata ku bahwa hanya maut yang dapat memisahkan kita. Tapi apa? Semua sudah terjadi, maut itu kini datang, ia meninggal kan luka bagiku. AKU SAYANG KAMU TIA, AKU SAYANG KAMU..." Dia menangis lagi, hatiku ikut patah mendengar semua lantunan kata-kata dari Aska.

Dia berlari meninggalkan lokasi pemakaman, entah dia pergi kemana. Kedua orang tua Tia pamit meninggalkan aku dan Juan di pemakaman. Juan duduk, lalu tersenyum sinis. Menghelakan nafas nya sesekali lalu air mata memenuhi kantung matanya. Walau dia menangis dia masih mencoba tersenyum.

"Terimakasih untuk pernah hadir, meski aku tak mempunyai waktu untuk memiliki mu. Terimakasih pernah memberi kesan meski kesan tersebut akan memberi luka. Aku sayang kamu selalu dimana pun kamu berada. Rasa sayang ku kini sudah berubah menjadi sayang terhadap saudari ku sendiri. Dan kini, aku kehilangan dirimu, aku sayang kamu." Dia menghapus air matanya, menarik nafas lalu berdiri tegak. "aku harap aku bisa bertemu dengan sosok seperti dirimu lagi." Sambungnya. Dia berjalan meninggalkan makam, akupun mengikuti nya.

"Masih sedih?" tanya ku penuh tekanan.

"Hmm.. enggak terlalu lagi." Katanya tanpa menoleh.

"Sabar selalu ya, Ju." Senyumku.
Dia mengangguk lalu tersenyum kecil

Kita & Sejuta CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang