16. Jalan keluar (ii)

38 6 0
                                    

Kami saat ini telah tiba disekolah, mobil Juan sudah diparkiran dengan rapi.

"Hai, bro!" Sapa salah seorang teman Juan yang menghampiri tempat kami berdiri.

"Ada apaan pagi-pagi gini udah nyambut gue." Balas Juan ketus.

"Bukan, cuman mau ngasih tau kalau nanti pulang sekolah kita jadi latihan basket, soalnya minggu depan ada pertandingan."

"Oh, oke. Nanti gue usahain." Balas Juan sambil menepuk pundak temannya. Dia Renaldi, anggota basket di sekolah kami, teman basket Juan tentunya.

"Kenapa?" tanya ku kepada Juan karena melihat wajahnya yang sedikit tidak suka dengan kehadiran Renaldi tadi.

"Apanya?" tanya nya balik. Kami berdua mulai melangkahkan kaki mulai berjalan masuk ke dalam lingkungan sekolah.

"Ya kelihatan nya Lo ga nyaman aja sama dia." Ucapku seperti peramal.

"Itu tau, jadi nggak usah nanya lagi deh." Jawab Juan sedikit membuat ku kesal.

"Idihh, serah deh." Jawab ku lalu kami berdua sama-sama fokus dengan langkah kami. "Eh?" Ucapku tiba-tiba menghentikan langkah. Juan menoleh dan ikut berhenti, lalu bertanya "kenapa?"

"Kalau nanti latihan basket, rencana nya gimana?" Jawabku sambil menaikkan sedikit kepala untuk dapat melihat wajah Juan secara jelas. Cowok yang ada di hadapan ku saat ini, benar-benar membuatku merasa pendek. Ya, walaupun katanya tinggi ku ideal untuk seorang wanita. Tetapi, tetap saja aku kelihatan pendek bila berjalan di samping Juan.

"Setelah latihan kan bisa, lagian biar kelarnya agak malam. Kalau malam hari suasananya bisa tambah sweet." Ucap Juan lalu kembali melangkahkan kaki nya. Aku berfikir sejenak, lalu berjalan mengikutinya.

"Apa bener? Tapi yaudah deh, gue ngikut aja." Jawabku setelah berfikir, walaupun memang tetap saja aku ikut apa yang di katakan oleh Juan.

Kalau bisa di bilang nyata ini kelihatan seperti angan-angan saja, seperti cerita wattpad yang dimana ada cowok famous di sekolah dekat dengan satu siswi langsung di cibir. Tapi ini versi realita. Aku benar-benar mengalami nya. Padahal mereka tidak tau sudah berapa lama aku berteman dengan Juan.

Daritadi, aku mendengar bisik-bisik dari mulut-mulut jahat yang sedang berkerumun. Sesekali mereka melihat ke arah ku. Kelihatannya ada yang kesal bahkan sampai marah. Padahal Juan baru kembali ke kota ini setelah sekian lama, kenapa fans nya sudah banyak saja? Setelah dilihat-lihat muka nya Juan juga biasa aja. Ah, tunggu. Aku tidak boleh berbohong. Ya. Memang Juan tampan. Tapi, kenapa mereka harus se-fanatik itu? Aneh.

Juan tiba-tiba menarik tanganku. Ya! Sedari tadi aku berjalan sedikit lambat karena sibuk memperhatikan mereka yang sedang gosip di pagi hari ini.

"Ngapain njir?" Tanya ku sedikit kaget. Ah, sudahlah lihatlah wajah-wajah marah itu. Aku coba melepaskan pegangannya tetapi cukup sulit. Aku memanggil nya pun dia tak menghiraukan nya. Juan seakan tak mendengar apa yang barusan aku ucapkan dia tetap berjalan lurus tanpa melirik ke kanan maupun ke kiri.

"Juan,"

"Juan,"

"Juan!"

Panggilku berkali-kali setelah dia tetap saja tak memperdulikan ucapan ku sama sekali.

"JUAN!!!" Bentak ku tak terpikirkan karena tak dihiraukan sama sekali oleh Juan.

"Apaan Lala?" tanya nya memelas menatap lurus ke arah bola mataku.

"Gue mau jalan sendiri." Jelas ku, tak panjang lebar.

Juan kemudian melihat ke sekeliling, "Yaellah, omongan mereka didengerin, bodo amat-in aja, La." Ucap nya seakan paham apa yang membuatku risih.

Kita & Sejuta CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang