Chapter 2

4.1K 422 15
                                    

Nayla menatap rumah megah orang tuanya untuk yang terakhir kali. Ada perasaan sedih yang tiba-tiba menyeruak. Di sini ia lahir, menghabiskan masa kanak-kanak, remaja yang indah, dan menuju fase dewasa semua keindahan itu harus terengut. Kini, semuanya akan menjadi sebuah  kenangan.

Dengan langkah berat, Nayla ke luar dari gerbang rumahnya. Betapa Tuhan begitu mudah membolak-balikan nasib manusia. Kemarin di atas, sekarang di dasar jurang, dan bagi Nayla ini adalah sesuatu yang tidak adil.

Ketika sudah keluar dari gerbang rumah, tampak karangan bunga berjejer menyambutnya, dan pemandangan yang paling mencolok adalah karangan bunga dari Galang yang ada tulisan 'pembela rakyat' sama persis dengan tulisan yang ada di baju Galang.

Nayla bersikap masa bodoh dengan karangan bunga tersebut, mereka berhak melakukan apapun selama tidak melukai fisiknya. Karena kejadian sebelumnya, lebih parah dari ini. Rumahnya dilempari batu, telur busuk, bangkai tikus, dan tempelan poster yang berisi sumpah serapah yang tertera di dinding tembok. Ada juga yang iseng memajang spanduk dan banner. Sampai para pekerja di rumahnya kewalahan mengatasi amarah warga. Hingga mereka meminta mengundurkan diri, dan memilih pulang ke kampungnya masing-masing.

Galang yang dari tadi mengikutinya, masih menatapnya dengan pandangan mencemoh. Seolah dia memang manusia yang pantas ditertawakan, hanya kesalahan yang dilakukan ayahnya. Menyebalkannya,  pahlawan idealis itu sudah membuat emosi Nayla naik sampai ubun-ubun, karena memaksa dirinya untuk mengikuti keinginan laki-laki itu. Katanya ada kejutan indah? Sialnya Nayla tidak bisa menolak, otaknya sudah beku untuk diajak berpikir karena di rundung kesedihan.

Ancaman Galang juga cukup mempengaruhi Nayla, kalau ia tidak menuruti keinginan Galang, maka laki-laki itu akan melaporkan bahwa Nayla juga bagian dari Money Laundry yang dilakukan ayahnya, agar harta keluarganya tidak tersita oleh negara seluruhnya. Biasanya hal itu selalu dilakukan oleh para koruptor, dalam rangka menyelamatkan hartanya, dengan money laundry, sasarannya adalah  keluarga terdekat.

Tentu saja Nayla percaya dan ketakutan, karena Galang punya dukungan rakyat. Retorikanya bisa mempengaruhi orang lain begitu mudah. Sudah pasti akan mudah menarik simpati orang lain untuk menjadi bagian dari orang yang melawan ketidak adilan.

Mahasiswa jika mendapat dukungan rakyat selalu berhasil menjungkalkan sebuah dinasti kekuasaan, dan Nayla nggak mau menghabiskan hidupnya dalam penjara.

Menurut Pasal 1 ayat (1) UU No. 25 Tahun 2003. Pencucian uang atau money laundering adalah menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, mengibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.

Menurut Ali Syahban. Pencucian uang adalah proses untuk menyembunyikan atau menyamarkan harta kekayaan yang diperoleh dari hasil kejahatan untuk menghindari penuntutan dan penyitaan, perbuatan pencucian uang sangat merugikan masyarakat, juga negara, karena dapat mempengaruhi atau merusak stabilitas perekonomian nasional khususnya keuangan negara.

"Bagaimana Tuan Putri, sudah beres meresapi nestapa deritanya? Bangun dari mimpi indahmu, tentang kehidupan putri raja yang selalu dikelilingi dayang-dayang. Persiapkanlah mentalmu, karena setelah keluar dari istana ini, hidup kamu akan jauh lebih pahit dari sekarang," suara dingin Galang mencipta lara di hati Nayla.

"Sebenci itukah kamu sama aku Galang?" Nayla menatap Galang dengan mata berembun.

Biasanya ia diperlakukan sangat manis oleh kaum sejenis Galang, tapi entah pada kabur kemana mahluk yang pernah memujanya begitu rupa itu—yang muncul adalah sosok Rahwana jahat yang ingin melenyapkannya.

"Banget!" jawab Galang dingin.

"Kenapa? Dari awal kita nggak pernah bersinggungan."

"Ketidak pedulianmu, itulah yang bikin aku muak. Suatu saat kamu akan paham betapa bencinya aku sama kamu," ketus Galang.

"Katakan Galang, biar aku paham atas dasar apa kamu membenciku?!" bentak Nayla.

"Nggak usah bentak-bentak aku! Kamu ikut aja, dan ikuti apapun yang aku perintahkan!" ucap Galang dengan nada tinggi.

"Terserah kamulah kalau begitu, aku lelah jika harus menghabisan energi untuk berdebat dengan kamu."

"Itu sangat baik, dari pada harus menghabiskan energi. Karena tentunya kamu nggak bakalan menang dalam melawanku. Masuk ke mobil sekarang juga!" perintah Galang sambil menunjuk mobil jip bututnya dengan dagu.

Nayla tampak enggan. Mobil kayak gitu jelas bukan seleranya untuk dinaiki. Paling rendah adalah Honda Jazz.

"Kenapa? Masih berpikir Tuan putri akan naik Terevita, Lamborghini, Ferari atau BMW? Jangan memaksakan diri untuk terlihat kaya, jika kamu sekarang sudah jadi orang miskin," ujar Galang sambil mendengkus sinis.

Mulut itu, ya ampun, entah terbuat dari apa mulut Galang hingga bisa setajam itu. Bikin nyesek perasaan bagi siapapun yang mendengar. Apalagi tatapan tajamnya, bikin orang ciut ditatap setajam itu.

Nayla berniat membuka pintu belakang mobil, tapi segera dicegah oleh Galang.

"Kamu yang nyetir mobil dan aku yang duduk di belakang. Aku pingin ngerasain gimana rasanya disupirin oleh mantan orang kaya yang doyan pamer. Ini akan menjadi hal yang seru buatku, dan ngenes buat kamu," ujar Galang dengan wajah setenang malam.

Nayla menelan ludahnya dengan susah payah. Galang sialan, awas saja nanti. Ketika sudah punya kekuatan, ia akan membalasnya lebih dari ini.

"Nggak usah melamun Tuan putri, cepat kerjakan perintahku! Dan nggak usah sok sedih, hidup kamu masih lebih baik dari pada jutaan rakyat yang dari lahir sudah miskin di negeri yang katanya gemah ripah loh jinawi, tapi kekayaan yang harusnya dirasakan banyak orang, malah dikuasai beberapa gelintir saja."

Nayla memilih diam tak menyahuti kata-kata Galang. Karena kalau dibantah, ucapan Galang makin kejam terdengar di telinganya. Lebih indah musik diskotik yang kata sebagian orang bikin pusing.

"Nih, kuncinya. Nyetir yang benar dan jangan melamun. Awas aja kalau sampai nabrak, dan ditilang polisi. Balas dendamku  akan lebih menyakitkan dari ini!"

Nayla menerima kunci mobil yang disodorkan oleh Galang tanpa banyak bicara. Galang menyebutkan alamat tujuannya, sedang Nayla hanya bisa mematuhi. Hari ini, ia benar-benar telah turun kasta, menjadi supir pemuda sok idealis. Besok mungkin akan jadi babu di rumahnya.

"Tolong setelkan musik," perintah Galang pada Nayla yang sedang konsentrasi menyetir.

Nayla menurut, mengikuti perintah Galang. Musik pun mengalun, berisi nyanyian lagu Doel Sumbang yang menyindir kelakuan anak-anak perampok, dan itu cukup menyentil perasaan Nayla. Baru kali ini ia mendengar lagunya, cukup mengaduk emosi bagi yang merasa. Bagi orang lain yang tidak terlibat, ini musik hanya sebatas hiburan, tapi bagi Nayla ini adalah sindiran telak.

"Fokus Nayla!" Galang mengingatkan Nayla yang hampir saja menabrak mobil lain.

"Baru disentil pake lagu aja, sudah baper! Kamu nggak pernah bayangin orang-orang yang hidupnya di kolong jembatan, emperan toko, rumah kumuh, merekalah yang harusnya baper, dan paling menderita, dibanding kamu yang bisanya cuma berfoya-foya."

"Cukup Galang!" teriak Nayla dengan suara gemetar.

"Kenapa? Kamu nggak terima dengan kata-kata aku barusan? Aku cuma ingin kamu tuh’ sadar, bahwa hidup yang sudah kamu sia-siakan di masalalu, sudah merugikan banyak pihak secara perasaan, tapi kamu memang manusia tanpa hati." 

Nayla hanya bisa menahan sesak di dada dengan susah payah. Ia tidak bisa mendebat Galang. Iya, ia memang anak koruptor, ayahnya sudah banyak merugikan Negara. Akan tetapi kenapa, perbuatan ayahnya, harus disematkan kepadanya juga? []

NOKTAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang