Chapter 9

3K 413 15
                                    

Galang menatap mamaya dengan pandangan tidak terbaca. Ia tahu kalau wanita yang sudah melahirkannya ini sedang bersedih. Pasti mamanya baru mengetahui tentang perselingkuhan ayahnya dengan mantan sekertarisnya itu. Padahal itu sudah terjadi bertahun-tahun. Setiap dirinya mengatakan, jika ayahnya bukan sosok suami yang setia, mama selalu membelanya. Karena kadar cinta mama kepada ayahnya sangatlah besar. Tetapi dengan wanita medusa itu menampakan diri, adalah sebuah bukti yang tidak bisa di tentang lagi.
“Ternyata apa yang kamu katakan benar, Nak. Kalau ayahmu sudah mengkhianati Mama.” Suara mama Galang terdengar bergetar menahan rasa perih yang menyiksa. Selama bertahun-tahun suaminya sudah berselingkuh dibelakangnya, padahal apa yang kurang dari dirinya. Ia berjuang dari nol mendampingi suaminya, sampai bisa sesukses sekarang. Bahkan harta warisan dari orang tuanya habis untuk memodali usaha suaminya. Suaminya dulu bukan orang kaya, ia menikah cuma modal cinta dan kerja keras akan membahagiakan sang istri. Tetapi, ketika sudah memiliki segalanya, malah ia berpaling ke perempuan lain. Dan bodohnya ia tidak tahu sama sekali. Yang ia tahu ketika suaminya tidak pulang, itu karena banyak kesibukan keluar kota.
“Kenapa Mama baru sadar sekarang? Bukankah aku sudah menceritakannya kalau ayah tidak sesetia yang Mama kira. Bahkan sama aku sendiri, darah dagingnya diperlakukan tidak manusiawi,” ujar Galang perih jika mengingat segala perlakuan buruk ayahnya, terhadap dirinya.
“Perempuan itu datang tadi pagi, dia mengakui kalau dia juga bagian dari istrinya. Dia bahkan meminta bagian dari separuh harta perusahaan, karena katanya dia berhak untuk mendapatkan harta yang dimiliki ayahmu. Maaf jika dulu, Mama tidak percaya ucapan kamu. Mama piker, itu semua karena kebencian kamu pada ayahmu, maka kamu berusaha menghasut Mama— sehingga kamu menuduh ayahmu yang bukan-bukan.” Mama Galang menyusut air matanya yang masih mengalir dengan tisu.
Galang mengepalkan tangannya. Medusa yang tidak tahu malu, dia datang hanya untuk mempersoalkan harta, padahal jelas tidak ada sedikit pun hasil keringatnya di sana.
“Terus apa yang akanMama lakukan sekarang?”
“Wanita itu mengancam, jika tidak mendapat jatah dari saham perusahaan, maka akan mengundang wartawan, bahwa dia istri yang sudah disia-siakan. Padahal, Mama sudah menyuruh Kareem untuk mematai-matai wanita itu, dia sudah mendapatkan banyak kemewahan dari ayahmu.”
“Mama tenang aja, biar aku yang mengurus wanita medusa ini.” Nada suara Galang terdengar geram. Ia benci dengan perempuan pelacur itu, yang hanya ingin hidup mewah dengan tinggal menikmati apa yang sudah dimiliki keluarganya— harta yang sudah seharusnya menjadi milik ibunya. Lalu,  wanita itu datang, tinggal menikmatinya saja.
Mama sedikit lebih tenang, ketika ditenangkan oleh Galang, dan ia kembali mendekati ranjang Ayahnya.
Lihatlah meski sudah disakiti, tapi dengan tulus mama tetap mau merawat Ayahnya. Pemandangan inilah yang bikin Galang muak, pada lelaki yang bernama Ayahnya itu. Melihat sekarat dengan cara menyakitkan, sepertinya jauh lebih puas buat Galang.
Tak lama ayahnya terbangun dan mama menyuruh Galang mendekat. Dengan tubuh kaku dan raut dingin Galang mendekati ayahnya.
Ayahnya menatap Galang dengan penuh rasa bersalah.
“Ga-lang-maafkan-Ayah, Nak.”
Galang memilih diam. Permintaan maaf itu pastinya palsu. Karena ia harus menukarnya dengan banyak hal yang sudah bisa Galang tebak.
“Ayah ... sudah membuatmu … banyak ... mengalami … kekecewaan.”
“Kenapa minta maafnya baru sekarang? Ketika anda masih gagah dan bisa menghanjar anakmu dengan kejam, dan mengusirnya kejalanan, kenapa tidak berusaha mencari dan meminta maaf?” suara Galang terdengar sinis.
Laki-laki tua itu terdiam sesaat.
“Saat itu Ayah sedang khilaf .…,”
Galang ingin tertawa tapi ia ingat sekarang sedang berada di mana. Khilaf katanya! Cih ....!
“Bukan … bukan khilaf, tapi lebih tepatnya, karena akulah anak satu-satunya yang ayah harapkan untuk bisa mengelola harta yang sudah diraih dengan jalan kecurangan. Kak Mitha tidak mungkin mau meneruskan jejak Ayah, karena dia sudah nyaman hidup bersama suaminya di luar negeri. Bahkan dia tidak pernah ingin pulang, Ayah tahu kenapa? Karena masa mudanya sudah Ayah rengut dengan paksa, ketika dia harus menikah dengan lelaki bajingan. Sekarang dia sudah bahagia dengan suami keduanya, tanpa Ayah harus ikut mencampuri urusan hidupya.” Galang merasa belum puas jika tidak mengucapkan kata-kata yang tajam dan pedas, padahal ia tahu ayahnya sedang sakit. Inginnya laki-laki itu menangis menyadari segala kesalahannya.
“Ayah dari dulu hanya bisa menciptakan banyak luka. Luka dihatiku, luka di hati kak Mitha, dan luka pada Mama. Sekarang perempuan medusa itu datang bersama anaknya, mau meminta jatah saham perusahaan, bukan begitu, Ma? Ternyata selama ini, Ayah menikahi perempuan Iblis matrealistis.” Galang tidak peduli lagi jika kata-katanya ini akan membuat Ayahnya drop, baik itu jantungan atau stroke.
Benar saja, tidak lama laki-laki itu sesak napas, sehingga harus memanggil dokter. Kata-kata Galang membuat laki-laki itu emosi. Ia tidak terima jika istri keduanya dikatakan perempuan Iblis matrealistis.
Mama Galang menatap anaknya dengan tajam, dia tidak setuju dengan ucapan lancang yang dikeluarkan Galang.
Galang memilih keluar, ketimbang tetap berada di ruangan yang akan memicu kemarahan tiap melihat laki-laki yang harus dia sebut sebagai Ayahnya itu.
***
Nayla sedang berbelanja di warung ketika ada yang memanggil namanya.
“Hai, kamu Nayla kan?” panggil seorang gadis berjilbab pink menyapa Nayla.
Nayla terkejut melihat gadis muda yang menyapanya, ia berusaha mengingat gadis yang ada di depannya.
“Aku Syakila, Nay. Masa sih’ kamu lupa? Kita kan dulu teman dekat waktu SMP.” Gadis muda yang bernama Syakila berusaha mengingatkan Nayla.
“Ya ampun, Killa, maaf aku lupa.” Nayla langsung menghambur kearah Syakila dan mereka pun saling berpelukan melepas rindu. Setamat SMP, mereka tidak pernah bertemu, karena Syakila harus ikut dinas ayahnya yang seorang tentara ke Papua.
“Ngomong-ngomong kamu tinggal disini, Nay?”
Nayla menggeleng. “Pokoknya panjang banget cerita hidupku, La. Dan yang jelas saat ini, hidupku sedang tidak baik-baik saja.”
“Hidup tidak selamanya berjalan mulus Nay, tapi jika kita bijak menyikapi, pasti ada hikmah yang bisa kita dapat. Setiap hamba diuji dengan berbagai cara, agar bisa kembali dekat pada pencipta-Nya.” Syakila jelas tahu dengan masalah yang menimpa Nayla saat ini, tanpa Nayla cerita pun, berita sangat ramai memberitakan keluarga Nayla. Ayah Nayla yang terjerat kasus korupsi, tiap hari menjadi berita di Televisi.
“Terus sekarang kamu tinggal dimana?”
“Aku tingga di rumah itu,” tunjuk Nayla pada salah satu rumah yang terlihat paling tua dan terlihat seram jika dilihat dari luar.
“Rumahnya Mas Galang, ya?”
“Kamu kenal?” tanya Nayla.
“Ya kenal lah, Nay. Siapa sih yang nggak kenal dia. Bapak-bapak banyak yang membicarakannya, dia tokoh pemuda yang menginspirasi. Ibu-Ibu menginginkan dia jadi menantunya, dan para gadis menyukainya ke gantengannya,” jelas Syakila dengan wajah berbinar ketika menyebut nama Galang.
Nayla berdecih dalam hati. Tidak tahu saja kalau si Galang itu orangnya sangat pelit dan juga menyebalkan.
“Kamu suka ya, sama dia?” tanya Nayla.
“Dia siapa sih, Nay?” Syakila pura-pura mengelak.
“Ya Galangla. Kata kamu, gadis-gadis pada suka sama cowok yang bernama Galang itu.”
“Enggak lah, kamu ini ada-ada saja.”
Nayla tersenyum sinis. Cowok kayak gitu disukai Syakila. Dan Syakila pura-pura mengelak, padahal ia nggak buta, gadis itu tiap menyebut nama Galang matanya berbinar senang, dan ada rona merah yang menjalar dipipinya. Cih, dasar munafik! Eh, kenapa aku jadi sesinis ini?
“Kalau kamu tinggal di rumah Mas galang, terus kamu sering ketemu dia, dong?” tanya Syakila.
“Nggak. Dia tidur dan tinggal ditempat lain. Mungkin tinggal sama orang tuanya kali,” jawab Nayla datar.
“Wah, bagus dong. Berarti dia paham  bahwa tinggal dengan yang bukan mahram itu nggak boleh, takutnya menimbulkan fitnah.”
“Maksudnya apa ya?” jawab Nayla tidak senang.
Syakila pun menjelaskan secara rinci siapa itu mahram dan non mahram. “Kamu nanti ikut kajian deh, Nay, bareng anak-anak Remaja Mesjid. Pokoknya kajiannya asyik deh, bikin kita jadi paham islam. Kalau bisa sesekali ajakin Mas Galang untuk ikut acara kami.”
Nayla kembali berdecih dalam hati. Sebenarnya niat ngaji nggak sih, kok harus bawa-bawa si kutu kupret, jangan-jangan ngaji sambil cuci mata. Nggak bener itu namanya!
Syakila mengajak Nayla mampir ke rumahnya, tapi Nayla menolak dengan alasan banyak pekerjaan. Padahal, dia ogah. Sejak melihat mata Syakila yang berbinar tiap menyebut nama Galang, dan ada rona merah di pipi gadis itu, mendadak ia kesal. Padahal ia juga benci banget dengan laki-laki yang bernama Galang, karena sudah menjadikannya pembantu, dan pelitnya laki-laki itu bikin ia kesal. []

NOKTAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang