Must Protect™

957 81 17
                                    

Wonpil berjalan gontai di sepanjang koridor sekolahnya. Seragam sekolah hari Senin-nya basah. Tidak sampai basah kuyub, hanya di bagian depannya saja; sepanjang kain yang membungkus dada hingga perutnya. Sebetulnya bajunya tidak hanya basah, tapi juga bernoda dan berbau. Bau susu strawberry tercium dari rompi krem yang menutupi kemeja kotak-kotaknya. Baunya tidak se-menyengat tadi sih, karena ia sudah membasuhnya dengan air.

Sepasang kaki kecilnya melangkah pelan menaiki anak tangga. Kini ia hanya menjinjing sebuah tas kecil yang berisi kotak bekal, sementara susu strawberry kesukaannya sudah habis sebelum ia sempat meminumnya. Ia hanya mampu menghela napas ketika mengingat itu.

Kini ia sudah sampai di tingkat paling atas dari bangunan sekolahnya. Di hadapannya ada sebuah pintu yang menjadi pembatas antara rooftop sekolah dengan ruangan tempatnya sekarang berdiri. Ia mendorong pintu baja yang seingatnya tak pernah dikunci tersebut. Semilir angin siang langsung menerpa wajahnya, membuat helai-helai rambutnya bergerak sedikit.

Ia mengamati sekelilingnya sejenak sebelum memutuskan berjalan ke sisi kiri. Sisi itu agak teduh, jadi cocok untuk ia jadikan tempat memakan bekal. Ia duduk, mengeluarkan kotak bekalnya dari tas jinjing kecil, membuka tutup benda persegi itu, kemudian mulai memakan bekalnya dengan tenang.

"Oh, Wonpil Hyung. Sudah di sini rupanya?"

Wonpil refleks menoleh ketika suara yang familiar memanggil namanya, lalu tersenyum lebar begitu melihat siempunya suara. "Nde, maaf aku tidak mampir ke kelasmu dulu. Ada sesuatu yang harus ku urus tadi." Jawabnya di sela-sela kunyahannya. "Kau mau?" Wonpil menyodorkan kotak bekalnya.

Sosok itu menggeleng kecil. Baru saja ia berniat merebahkan tubuhnya, bola matanya tak sengaja melirik ke arah bagian depan rompi seragam Wonpil. Matanya menyipit, memerhatikan bahan itu lebih detail. Sedetik kemudian ia menyadari sesuatu. "Hyung habis diapakan lagi?" Tanyanya sembari merebahkan tubuhnya di samping Wonpil. Matanya menatap lurus ke langit.

"Oh, ini?" Wonpil menunjuk rompi seragamnya. "Minumanku tumpah."

Lawan bicaranya mengangkat sudut kiri bibirnya; tersenyum meremehkan. Bocah TK juga tahu yang namanya pakaian basah, bernoda, dan berbau sudah pasti ada sesuatu yang tumpah di permukaannya. Ia yakin, Wonpil sebenarnya mengerti kalau yang sedang ditanyakan bukan apa yang telah terjadi pada rompi seragamnya, melainkan apa yang telah terjadi pada dirinya. Hanya saja, Wonpil berlagak bodoh.

Tapi ia terlalu malas untuk berdebat. Jadi ia hanya menggumam sebagai bentuk respon, kemudian memejamkan matanya. Beberapa detik kemudian, suara beratnya kembali terdengar. "Selepas jam istirahat, Hyung mampir ke kelasku dulu ya. Nanti ku pinjamkan rompiku. Sekarang aku sedang tidak memakainya."

Mendengarnya, Wonpil tersenyum lebar. Junior-nya yang satu ini memang gentleman! "Nde. Gomawo, Dowoon-ie."

-xxx-

Tidak seperti hari-hari biasanya, pelajaran Sastra Korea hari ini sangat menyebalkan bagi Wonpil. Sebabnya? Guru Sastra Korea-nya menempatkannya dan orang-orang yang tidak begitu ia sukai dalam satu kelompok kerja.

"Kerjakan tugas analisis novel per-BAB sesuai dengan urutan kelompok kalian."

"Nde." Jawab siswa-siswi di kelas, kompak.

"Tugas ini dikumpulkan minggu depan dan Songsae ingin setiap anggota kelompok mendapatkan pembagian tugas yang adil. Aku tidak ingin dengar ada anggota kelompok yang tidak ikut mengerjakan atau tugas hanya dibebankan pada satu orang saja, arraseo?" Sang guru mengakhiri penjelasannya.

TOUGHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang