Dowoon & Younghyun

960 91 20
                                    

"Yo! Dowoon-ie, selamat pagi."

Dowoon menoleh mencari sumber suara dan mendapati Wonpil tau-tau sudah berada di sampingnya, tersenyum secerah matahari.

"Oh, pagi Hyung." Balas Dowoon lalu membuka loker sekolahnya. Tiba-tiba matanya menyipit ketika lensa matanya menangkap bayangan sebuah benda asing di dalam lokernya. Ia mengambilnya.

"Woh? Surat? Apakah itu surat cinta?" Wonpil merespon antusias begitu melihat selembar amplop yang baru saja dikeluarkan Dowoon dari dalam lokernya. "Hebat, Dowoon-ie! Kau sudah mulai punya penggemar!" Pujinya sambil mengacungkan kedua jempolnya.

Dowoon menaikkan alis kirinya, bingung dengan keberadaan surat tersebut. Tapi ia memutuskan untuk memasukkannya ke dalam tas sekolahnya.

"Kajja, kita ke dalam Hyung."

Baru saja ia hendak melangkah, tiba-tiba Wonpil menarik tangan kirinya yang otomatis menahan pergerakannya. "Eoh? Kau tidak ingin baca suratnya dulu?" Tanya siswa tingkat akhir tersebut.

Dowoon melirik tas sekolahnya sejenak, kemudian menggeleng. "Ani. Nanti saja."

"Tapi aku ingin." Wonpil memajukan bibirnya lucu. "Baca sekarang ya Dowoon-ie? Ya? Ya? Ya?" Sepasang matanya ikut berkedip-kedip manja.

Tampak Dowoon agak ragu, tapi akhirnya ia mengangguk. Ia mengedarkan pandangan ke sekelilingnya guna memantau situasi. Setelah dipastikan cukup aman, ia kembali membuka tasnya dan mengeluarkan suratnya. Wonpil beringsut merapat ke arahnya.

Surat tersebut dimasukkan ke dalam sebuah amplop berwarna jingga dengan hiasan buah cherry di pinggirannya. Feminim sekali. Dalam sekali lihat, orang sudah bisa menebak kalau surat itu diberikan oleh seorang perempuan. Di dalamnya terdapat secarik kertas berwarna senada yang dilipat menjadi dua. Dowoon membuka lipatannya, kemudian (bersama Wonpil) ia mulai membaca isinya.

Sampai membaca kata terakhir di surat tersebut, wajah Dowoon masih datar. Malah Wonpil yang kini sibuk berjingkrak-jingkrak sambil tertawa kecil. Tak lupa sepasang telapak tangannya menutupi hidung sampai mulutnya.

"Benar kan Dowoon-ie! Itu surat cinta!!" Pekiknya girang. "Omo, manis sekali. Apa dia anak kelas satu? Soalnya dia memanggilmu Oppa!"

Yang diajak bicara malah bungkam seribu bahasa. Tanpa menjawab pertanyaan Wonpil, ia memasukkan surat tersebut ke dalam amplopnya kembali, lalu membuat gerakan seolah-olah ingin menyobeknya menjadi dua.

Wonpil membelalakkan matanya, terkejut. Buru-buru ia menahan lengan adik kelasnya itu. "Eeeh! Mau diapakan?!"

Dowoon menatapnya sekilas, "Disobek. Memangnya kenapa?"

"JANGAN!" Wonpil kini mengambil alih surat itu dari tangan Dowoon. "Kau ini tidak punya perasaan atau gimana sih? Masa surat cinta disobek? Kamu nggak memikirkan perasaan pengirimnya apa?" Ocehnya sambil memasukkan kembali surat tersebut ke dalam loker Dowoon. "Kalau kau malu membawanya di tas sekolahmu, simpan di situ saja. Yang penting jangan disobek apalagi dibuang, arra?"

Dowoon mengangguk kecil. "Arra. Kajja, kita ke atas."

-xxx-

Suasana kelas Dowoon hari ini tidak ada bedanya dengan hari-hari sebelumnya. Tidak ada yang menarik dan tidak ada pula yang bisa menarik perhatiannya. Jadi sesampainya di kelas, ia memilih langsung duduk di kursinya, menaruh kedua tangannya di atas meja, kemudian menelungkupkan keplanya; berposisi tidur seperti biasa.

"Hoi, Yoon. Ku dengar ada anak kelas satu mengirimkanmu surat cinta ya?"

Tak ada angin tak ada hujan, tahu-tahu segerombol anak laki-laki berjalan menghampirinya. Kemudian salah satu dari mereka dengan tidak sopannya duduk di atas mejanya, membuat posisi tidur Dowoon jadi tidak nyaman.

TOUGHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang