1) Keributan

735 96 2
                                    

Hari Senin, hari di mana setelah Minggu malam berlangsung.

"Babyyyyy, di mana dasiku?" Pekikan di pagi hari membuyarkan aktivias pria yang tidak lagi bisa dikatakan remaja dalam berperang dengan masakannya.

Pria manis nan mengemaskan itu menghentikan acara memasaknya lalu mengambil dasi yang ada di sofa ㅡentah mengapa dasi itu bisa berada di sanaㅡ lalu masuk ke dalam bilik kamar.

"Apakah benar kalau aku ini punya suami yang telah menempuh strata tiga? Kok kayak punya suami umur tujuh tahun," Han dengan dasi di genggamannya itu menghampiri sang suami yang sedang memasang kancing kemejanya.

Lino menyengir lucu, "Iya S3ku itu, sampun sepuh sanget (sudah sangat tua) oke," Lino mendekat ke arah Han dan sedikit menunduk, bukan agar dasinya dipasangkan tapi untuk...

Chu~

- mencium sang terkasih lalu berujar, "Terima kasih istriku, nah yok sekarang pasangkan dasiku."

"Makanya kalau punya barang itu ditaruh di tempatnya," Han memperingati.

"Iya istriku, jangan mengomel terus nanti aku tambah memutih, ini udah ada yang putih rambutku huhuhu," Lino berbicara dengan nada memelas minta dikasihani.

Tentu saja, bukannya merasa kasian, Jisung malah menertawakan tingkah sang suami.

"Hari ini menguji lagi?" Han bertanya sembari sedikit merapikan tatanan penampilan Lino yang dirasa kurang rapi.

Dosen perfeksionis penuh ketegasan harus terus menempel di diri Pak Jaris ini. Ucap Han dalam hati.

Siapa yang mengira jika seorang Adhlino Jaris Parveen penempuh strata satu dalam kurun waktu enam tahun, lebih lama dari mahasiswa lain ini bisa sampai strata tiga dan berhasil menjadi dosen?

Tidak ada, bahkan Han sendiri juga masih tidak menyangka jika kekasih yang telah menjadi suaminya ini melakukannya.

Dulu Lino bilang jika dia tidak mau kalah dengan sang pendamping hidup karena Han sedang menempuh pendidikan spesialis sedangkan dirinya masih baru lulus strata satu, akhirnya Lino dengan segala tekadnya mendaftar beasiswa untuk jenjang strata dua dengan tidak lagi mengambil ilmu murni melainkan pendidikan di kampus yang sama dengan dirinya di strata satu. Tentu saja dia berhasil mendapatkan beasiswa itu karena penghargaan baik nasional maupun internasional punya Lino atas bakatnya menari bertumpuk-tumpuk.

Berhasil menempuh strata dua dalam kurun waktu dua tahun, Lino langsung lanjut meraih gelar doktor dan dapat lulus dalam dua tahun pula. The power of kebelet nikah dan Lino mau nikah jika sudah siap bersanding dengan dokter Sewu Handik Surendra yang dulu masih soon bertitel Parveen.

Itu tapak tilas kisah studi Lino, kalau untuk Han, dia berhasil mendapatkan gelar spesialis di usia dua puluh tiga tahun.

Jadi waktu itu mereka mengejar gelar sembari sesekali merencanakan pernikahan dan diusia Lino yang ke-27 dengan gelar doktornya Lino mengikat Han yang kala itu berusia 25 tahun.

"Heh, kebiasaan melamun," Lino menyadarkan Han yang sering melamun di pagi hari karena mengingat masa lalu, tapak tilas mereka.

Han menggeleng, "Jadi hari ini menguji lagi?" Pertanyaan Han diulang guna meminta kepastian.

"Memangnya harus kujawab lagi? Rasanya tiap hari kerjaanku cuma menguji orang," Lino menjawab ala kadarnya kemudian menarik Han keluar kamar guna pergi ke ruang makan untuk menyantap sarapan. Sebelum itu, Han telah menyambar jas putih khas milik dokter yang tersampir di gantungan baju.

"Gak nyangka kita udah lama bareng ya Kak," Han tiba-tiba berucap ketika telah sampai di ruang makan.

"Iya gak nyangka juga sarapannya belum jadi," Lino berucap dan menambah, "Aku lapar sayang."

Sabetan jas sneli Han mengenai punggung Lino.

"Dasar mengganggu suasana!!! Kan tadi nostalgia tahu!!"

"Nanti aja ya nostalgianya, sekarang lapar nih, udah mau pukul tujuh. Suamimu ini nguji pukul delapan sayang," Lino menyisir rambut hitam Han lembut.

Lino masih sama, masih bergonta-ganti perihal panggilan sayangnya pada orang tersayangnya di depan ini.

Han pun kembali berkutat pada kompor dan teman-temannya.

"Aku sayang banget sama kamu, Han. Makasih udah setia sama orang yang penuh kekurangan ini," Lino dengan tangan yang telah melingkar di pinggang Han, mengungkapnkan isi hatinya.

Siapa tadi yang bilang kalau nostalgianya nanti saja?

Doakan saja, mereka tidak terlambat datang ke tempat kerja mereka masing-masing.

Doakan saja, mereka tidak terlambat datang ke tempat kerja mereka masing-masing

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.













*aku lupa kalo settingnya malam huhu udah telanjur nulis bagian ini, jadi ya untuk ini dimaklumi yaps

Minggu Malam | minsung✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang