CLOSER - 12. CONFESS

244 20 8
                                    

~BAGIAN 12. CONFESS

Sepertinya es yang beku mulai mencair.
Batu yang keras mulai terkikis.
~CLOSER~

Sedikit demi sedikit lama-lama berubah hangat.
Yang awalnya dingin tak tersentuh, perlahan mulai luluh.
Berjuanglah sedikit lagi, mungkin sepenuhnya akan luluh dan jatuh untuk bersimpuh.
~Kania Sukma~

Tidak, ini hanya sikap memanusiakan manusia.
Aku hanya bersikap hangat karena dia juga memperlakukanku dengan hangat.
~Ragil Araga~










Setelah tangis yang Kania tumpahkan hingga sesenggukan, lalu di lanjutkan dengan mencurahkan isi hati dan pikiran yang kacau tidak karuan.

Malam ini, di sambut langit berwarna hitam pekat berhias jutaan bintang di temani sinar terang rembulan, Ragil dan Kania kompak belum bisa memejamkan mata untuk terlelap mengistirahatkan diri.

Jarum jam sudah menyentuh angka sebelas malam, namun netra mereka masih terbuka lebar belum terserang rasa kantuk untuk bersedia tenggelam dalam dunia mimpi.

Kania yang memilih merebahkan diri di atas kasur memandang langit kamar, sedangkan Ragil memilih selonjoran pada sofa ruang tamu.

Pikiran mereka berkelana tentang apa yang baru saja mereka temukan dari diri masing-masing.

Sama-sama hancur berkeping-keping.

Kini Kania mengetahui alasan mengapa keluarga Ragil tinggal terpisah, dan mengapa pemuda itu seakan tidak menyukai pembahasan perihal sang ayah.

Begitu juga Ragil terhadap Kania tentang sikapnya yang seakan sangat menyayangi ibundanya beserta alasannya, itu karena si gadis tidak merasakan figur seorang ibu dalam hidupnya.

"Orang tua kita sama-sama egois tentang perasaan dan karir mereka, Ragil."

"Tenyata kita sama-sama hancur dan itu berawal dari masalah internal, Kania."

What's sad is when a damage person recognizes a damage person.

Kania menghela nafas dan memilih memposisikan diri senyaman mungkin untuk segera tertidur. Raga dan jiwanya kompak kelelahan dan dia ingin sejenak mengenyahkan segalanya dengan cara berkelana di alam mimpi.

Sedangkan Ragil masih terjaga, belum berniat tertidur.

"Putra bunda kenapa belum tidur?"

Dengan cepat Ragil berubah posisi menjadi duduk dan menangkap paras ayu sang ibu yang kini berjalan mendekatinya.

Cowok itu bergeser memberi ruang untuk sang ibunda duduk di dekatnya. "Belum ngantuk, bun." Jawabnya.

Bunda Vania tersenyum lalu menepuk pahanya, menyuruh sang putra meletakkan kepala di atasnya. Ragil menurut dan langsung menerima usapan lembut penuh sayang dari sang ibu pada puncak kepalanya.

"Bunda tahu kamu lagi mikirin sesuatu." Usap sang bunda dengan lembut. "Mikirin apa? Kania?" Tebakan ibunya tepat sasaran.

"Bunda-"

"Kenapa bunda tahu?" Potong ibunya cepat lalu tersenyum menggoda. "Karena setelah pulang dari rumah Kania wajah kamu kusut, nak." Jelasnya. "Kenapa sama Kania?"

Ragil membuka mata dan menatap paras ibunya dari bawah. "Bunda tahu?" Tanya pemuda itu menggantung. "Tentang segala yang menyangkut Kania?"

Kepala ibunya mengangguk membenarkan pertanyaan sang putra.

CLOSERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang