O6. 404

12.1K 1.8K 254
                                    

Pembuktian.

Seungmin telah mencekokinya dengan beberapa informasi tambahan juga tentang permasalahannya. Pokoknya sedari tadi roomchat mereka penuh oleh link artikel yang intinya masalah hati para remaja labil.

Mulai dari pikiran yang mumet gara-gara beban pikiran nambah satu, sampai kurang tidur gara-gara jiwa gak tenang yang diakibatkan oleh seseorang.

Felix sudah membaca semuanya, dari link paling atas sampai link paling bawah yang Seungmin kirim. Isinya hampir sama semua, cuman beda cara penjelasan masalahnya.

Dan sedari tadi juga Seungmin menyuruhnya untuk segera melakukannya, tapi Felix protes kalau Changbin jam segini belum pulang kerja. Biasa pulang pukul tujuh malam, sedangkan sekarang baru pukul enam.

Masih ada waktu satu jam lagi sebelum semua plan yang sudah dia susun segera dilakukan. Bingung? Pasti. Gugup? Gak usah ditanya lagi. Perutnya bahkan mulas saking gugupnya. Lebih gugup dari ujian praktek sekolahnya.

Dia sudah makan, mandi pun sudah. Tinggal menunggu Changbin pulang dan semua rencananya tinggal dia lakukan.

.

.

Changbin menutup pintu mobilnya sambil melonggarkan dasi hitam yang terasa mencekiknya sepanjang hari. Setelah mengunci dan memastikan mobilnya aman, dia berjalan menuju lift dan menekan tombol lantai tempat tinggalnya. Keadaan basement sepi, hanya ada beberapa orang pegawai yang hilir mudik dan beberapa tamu.

Changbin menunggu lift beberapa menit, sampai akhirnya pintu besi abu itu terbuka dan menampilkan seorang anak kecil yang tinggal disebelah Changbin. Tersenyum polos kearahnya sambil sesekali melambaikan tangannya.

"Kak Changbin, halo."

Dia tersenyum singkat, lalu masuk kedalam lift. "Darimana?"

"Abis beli permen." Jawab bocah laki-laki ini, sambil memperlihatkan tas kecil di tangannya yang penuh makanan manis.

Umur anak kecil ini sudah memasuki angka empat, pelafalan R-nya sudah jelas. Gak seperti ponakannya, yang sudah berumur lima tahun tapi masih cadel.

"Jangan kebanyakan makan manis, nanti giginya bolong."

"Aku makan sehari cuman dua kali kak." Gerutunya. Tangan gendutnya mengambil dua buah permen lalu mengasongkannya pada Changbin. "Buat kakak," dengan bibir yang masih cemberut.

Figur yang lebih tinggi tertawa kecil, tangannya meraih permen dari anak kecil tadi seraya mengusak rambut hitamnya gemas. "Makasih."

Bocah laki-laki tadi mengangguk tipis, berbarengan dengan suara dentingan lift yang menandakan mereka sudah sampai. Changbin keluar lebih dulu, disusul anak kecil yang mengekornya dari belakang. Mereka berjalan beriringan dengan sesekali Changbin bertanya soal sekolah anak itu.

Pembicaraan biasa, keduanya sudah kenal dari dulu. Dari bicara anak kecil itu masih belepotan sampai sekarang yang bicaranya sudah jelas. Changbin juga kenal dengan kedua orang tuanya, jelas, mereka kakak kelas Changbin sewaktu SMA.

Ketika keduanya sampai didepan pintu bertuliskan nomor 566, si anak pamit lebih dulu. Dia tersenyum pada Changbin sampai lemak pipinya naik dan membuat matanya menyipit. Dan Changbin baru beranjak ketika pintu di depannya tertutup rapat, baru dia berjalan menuju pintu disebelahnya.

Klek!

Changbin menutup pintu dibelakangnya menggunakan kaki. Setelah melepas sepatu dan menggantinya dengan sandal rumahan, Changbin berjalan gontai menuju ruang tengah sambil menenteng tas kerjanya malas.

Om Changbin!? -changlix ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang