2. PAK TUPPING JAHAT!

128 12 0
                                    

Keesokan sorenya anak-anak itu teringat, mereka hendak ke rumah sebelah untuk melihat kucing-kucing Siam yang ada di sana. Larry pergi ke tembok lalu bersiul, memanggil Luke.

Tak lama kemudian anak laki-laki itu muncul. Ia meringis, memamerkan giginya yang putih.

"Kalian bisa datang sekarang," katanya. "Pak Tupping sedang pergi."

Dengan segera anak-anak memanjat tembok, lalu masuk ke perkarangan rumah sebelah. Bets dibantu menyebrang oleh Fatty. Buster jengkel sekali, karena ia ditinggal. Anjing itu menggonggong-gonggong dengan marah, sambil berdiri pada kaki belakang serta menggaruk-garuk dinding tembok dengan sepasang kaki depannya.

"Kasihan si Buster," kata Bets. "Jangan sedih, Buster — kami cuma sebentar saja."

"Anjing tidak boleh masuk ke sini," kata Luke. "Soalnya, di sini kan banyak kucing. Mereka sangat berharga. Banyak sekali uang yang masuk sebagai hadiah dalam berbagai perlombaan, kata gadis yang mengasuh mereka."

"Kau tinggal di sini?" tanya Larry, sementara mereka berbondong-bondong menyusur jalan kebun menuju beberapa rumah kaca.

"Tidak, aku tinggal di tempat ayah tiriku," kata Luke. "Ibuku sudah meninggal dunia. Aku seorang diri, tidak punya adik maupun kakak. Namaku Luke Brown. Umurku 15 tahun."

"O ya," kata Larry. Mereka belum sempat berkenalan secara resmi. "Namaku Laurence Daykin. Umurku 13 tahun. Margaret ini adikku, berumur 12 tahun. Nama panggilannya Daisy. Lalu dia itu — namanya yang panjang Frederick Algernon Trottevile. Umurnya juga 12. Panggilannya si Gendut — alias Fatty."

"Aku lebih senang jika disapa dengan nama Frederick," kata Fatty dengan nada tersinggung. "Aku tidak mau dipanggil Fatty oleh sembarang anak."

"Kau kan bukan sembarang orang, Luke?" tanya Bets. Luke meringis.

"Kalau maumu begitu, aku akan menyapamu dengan nama Frederick," katanya pada Fatty. "Sepantasnya kau bahkan harus disebut Tuan Frederick, — tapi kurasa begitu pun kau takkan suka."

"Dan aku Elisabeth Hilton, singkatnya Bets. Umurku 8 tahun," kata Bets cepat-cepat. Ia sudah khawatir saja, jangan-jangan Larry akan melewati dirinya. "Dan ini abangku, Philip. Umurnya 12 tahun, sedang nama panggilannya Pip."

Setelah mereka menceritakan tempat kediaman masing-masing pada Luke, anak itu lantas mengatakan di mana ia tinggal. Di sebuah rumah bobrok, di tepi sungai. Sambil saling memperkenalkan diri, anak-anak sudah melewati rumah-rumah kaca. Mereka melalui sebuah kebun mawar yang indah, menuju sebuah bangunan bercat hijau.

"Itu dia tempat kucing-kucing," kata Luke. "Dan itu Nona Harmer."

Seorang wanita muda bertubuh montok nampak di dekat kandang kucing. Ia memakai jas dan celana yang panjangnya sampai ke lutut. Ia kaget ketika melihat 5 orang anak muncul.

"Hai," sapanya. "Kalian dari mana?"
"Kami tadi masih lewat tembok," jawab Larry. "Kami ingin melihat kucing-kucing yang ada di sini. Katanya bukan kucing biasa, ya?"

"Memang," jawab wanita muda itu. Umurnya sekitar 20 tahun. "Itu mereka! Kalian suka pada mereka?"

Anak-anak memandang ke dalam bangunan yang kelihatan berupa kandang besar. Banyak kucing ada di situ. Semua sewarna — coklat tua dan kuning susu, dengan mata biru cemerlang. Kucing-kucing itu membalas tatapan anak-anak, sambil mengeong dengan suara aneh.

"Mereka bagus sekali," kata Daisy dengan segera.
"Bagiku, kelihatannya aneh," kata Pip.
"Mereka itu betul-betul kucing?" tanya Bets. "Kelihatannya kayak monyet!"

Anak-anak yang lain tertawa.
"Kalau sudah sekali kena cakar, kau takkan beranggapan lagi bahwa mereka itu monyet," kata Nona Harmer sambil tertawa. "Kucing-kucing ini semuanya sangat berharga — sudah sering memenangkan hadiah uang yang banyak dalam berbagai pertandingan."

PASUKAN MAU TAHU: BUKU: 2 (DUA) EPISODE: MISTERI KUCING SIAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang