"Ayo masuk, yang lain udah pada datang" sambut Hyewon pada Yujin dan Wonyoung yang baru saja datang.
"Maaf kita telat bang. Tadi nyari pengidaman Wony dulu" sesal Yujin.
"Tapi dapet kan pengidamannya?"
Yujin menggeleng sembari membantu Wonyoung duduk di sofa.
"Kita udah keliling nyarinya, tapi nggak dapet."
"Ya usaha dong. Emang kamu mau anaknya ileran" marah Hyewon.
Yujin mendelik menatap Hyewon heran. "Kok abang yang marah. Wony aja nggak permasalahin hal itu. Kan masih bisa dikabulin selama belum lahiran."
"Ya tapi kan-"
"Ada apa sih? Kok ribut banget?" tanya Sakura yang muncul dari taman belakang.
"Iya, kedengeran loh sampe ke belakang" sahut Yena, yang kemudian disusul Yuri, Chaeyeon dan Minju yang lagi menggendong bayinya.
"Ini nih si Yujin, masa nyerah aja nggak dapet pengidamannya Wony" tukas Hyewon.
"Iya Yujin udah nyari dari tadi, tapi nggak dapet. Lagian kok abang yang sewot sih? Nanti bakalan Yujin cari lagi kok" Yujin mulai emosi.
"Ya memang harus kamu cari sampe dapat. Memangnya kamu mau anaknya ileran?" balas Hyewon.
"Memangnya Wony ngidam apa?" sela Sakura.
"Duku."
Sakura menepuk keningnya. "Astaga Wony, disini duku tuh susah didapat. Kalaupun ada ya lagi musiman."
"Maaf mbak, tapi Wony lagi pengen makan duku" Wonyoung mengelus perutnya yang buncit. "Tapi kalau nggak ada juga nggak masalah kok."
"Udah ya, nanti bakal kita bantu cari dukunya" hibur Chaeyeon. "Ehmm won, gue boleh minta tolong nggak?"
"Apa?" ketus Hyewon, yang sepertinya masih kesal dengan Yujin.
"Chaemin barusan minta jemput ke tempat lesnya. Bisa nggak lo yang jemput. Kan kasian kalo Minju gue tinggal. Minkyu lagi rewel soalnya."
Chaemin itu adik bungsu Chaeyeon. Masih duduk di bangku SMP kelas 3.
Hyewon terdiam, kemudian menatap Minju yang sedang menyusui Minkyu. "Oke" Hyewon menyambar kunci mobil dan pergi tanpa pamit.
Yujin melongok keluar jendela, memastikan Hyewon benar-benar sudah pergi. Kemudian berlari kecil menghampiri Minju dan mengambil alih Minkyu yang sudah selesai menyusu.
"Ululu anak papa yang ganteng, papa kangen" Yujin menciumi pipi Minkyu.
"Baru beberapa jam yang lalu kita nggak ketemu. Itupun karena kita misah perginya" dengus Minju sembari memainkan tangan Minkyu.
"UDAH CUKUP" tiba-tiba Chaeyeon menggebrak meja. "Gue nggak sanggup lagi sumpah."
Sakura mengangguk setuju. "Sama, dengan sikap dia dua hari ini udah ngebuktiin dugaan kita salah."
"Wony kangen mas Hyewon" rengek Wonyoung. Yuri mendekat dan menenangkan bayi besar yang tengah mengandung itu.
Yena menghela napas. "Siapa yang ngotot ngerencanain ini? Dari awal gue udah ngelarang kalian kan. Ini berisiko tau nggak."
"Tapi kayaknya aman aja kok bang. Bang Hyewon kayak nerima gitu aja" sergah Yujin.
"Diliat-liat sih emang iya. Tapi apa kalian nggak merhatiin kalo perhatian dia tuh nggak lepas dari Wony." Yena menghampiri Wonyoung dan mengelus pucuk kepalanya. "Cuma demi keinginan egois kalian yang gue rasa nggak penting, Wony harus jadi korbannya."
"Gue cuma pengen tau Hyewon masih punya rasa atau nggak sama Sakura. Kalian tau kan berapa lama dia mendam rasa ke Sakura dulu. Apalagi kita masih sering ngumpul dan ketemuan gini" sahut Chaeyeon.
"Kecemasan lo nggak berdasar Chae. Lagian lo sama Sakura udah punya Nako kan? Apa lagi yang dikhawatirin? Terus buat apa dia nikahin Wony kalau masih cinta sama Sakura? Hyewon nggak sebrengsek itu" cecar Yena.
"Kalian nggak kasian apa sama Wony?" lirih Yuri yang masih memeluk Wonyoung.
"Gue lebih tau gimana Hyewon. Sekecil apapun itu, dia nggak pernah punya niat buruk ke orang lain. Pernah dia nikung lo buat ngerebut Sakura? Nggak kan. Bahkan waktu lo dipaksa dijodohin sama orangtua lo, siapa yang ngeyakinin orang tua lo dan nyatuin kalian balik? Hyewon kan."
"Padahal bisa aja dia nikung lo. Tapi nggak dia lakuin. Karena apa? Karena dia emang semalaikat itu."
Chaeyeon bungkam. Yang lain juga tidak berani bersuara. Karena memang semua yang dikatakan Yena itu benar.
Itu bermula saat mereka berkumpul bersama di rumah Yujin. Chaeyeon yang melihat Hyewon bercanda akrab dengan Sakura dan Nako, anaknya, timbul rasa cemburu dan ragu.
Apakah Hyewon benar-benar sudah merelakan Sakura.
Ataukah pernikahannya dengan Wonyoung hanyalah sekedar pelarian.
Makanya Chaeyeon mengusulkan pernikahan pura-pura antara Hyewon dan Sakura. Chaeyeon ingin membuktikan argumennya benar atau salah. Sekalian untuk merayakan hari pernikahan HyeWony yang pertama.
Dan hal itu disetujui Yujin, mengingat sejak dulu Hyewon mudah sekali ditipu dan dibodohi. Jadinya Yujin juga ingin menguji dengan cara ini berhasil atau tidak.
Tapi yang namanya ada pro, tentu saja ada kontra.
Itu Yena dan Sakura.
Sakura jelas tidak mau, karena dialah yang akan berperan. Bagaimana kalau terjadi hal yang tidak diinginkan.
Sedangkan Yena punya alasan tersendiri, karena dia yang tau betul bagaimana Hyewon.
Wonyoung? Bumil itu hanya menerima pasrah. Percuma protes, apalagi suaminya sudah melarang untuk tak banyak pikiran.
Dan entah kenapa rencana itu bisa terlaksana.
"Kalian ingat waktu dulu gue bilang nggak akan nikah sebelum Hyewon nikah? Gue nggak bercanda soal itu. Dan benar gue lakuin kan" kata Yena.
Memang benar, diantara mereka semua pasangan YenYul lah yang terakhir menikah.
"Maksud lo?" tanya Chaeyeon.
Yena meneguk segelas air. Tenggorokannya kering karena kebanyakan bicara. Kemudian menghampiri jendela dan menatap keluar.
"Gue punya utang budi sama keluarga Hyewon. Nggak, utang nyawa juga. Kalau bukan karena mereka gue nggak akan seperti ini sekarang. Waktu orang tua dan abang gue meninggal karena kecelakaan, nggak satupun keluarga gue yang mau menampung gue. Mereka seolah lupa kalau gue bagian dari keluarga mereka."
"Bukannya lo dan Hyewon itu kembar?" tanya Sakura.
Yena menggeleng. "Nggak sama sekali. Hubungan darah aja nggak ada. Gue terlahir sebagai anak bungsu di keluarga Choi."
"Waktu itu gue putus asa dan berniat bunuh diri. Tapi Hyewon narik gue dan bawa ke rumahnya. Kalian tau, orang tuanya nerima gue dengan senyuman dan tangan terbuka. Itu senyuman paling tulus yang pernah gue liat."
"Mereka orang baik berhati malaikat. Tapi cobaan Tuhan nggak pernah habis. Senyuman tulus yang gue lihat berubah jadi tangis. Sesuatu terjadi sama anak semata wayangnya. Tapi hal itu nggak ngurangin kasih sayang mereka ke gue."
"Dan karena hal itu juga sampai sekarang Hyewon nganggap gue saudara kembarnya. Makanya mama ngeganti marga dan tanggal lahir gue persis kayak Hyewon."
Yena berbalik menatap temannya. Pipinya sudah basah oleh air mata. "Sejak itu gue berjanji, gue bakal selalu ngeduluin kebahagiaan Hyewon, termasuk ngorbanin masa depan gue sendiri. Dan yang kalian lakuin sekarang cuma bikin Hyewon ngingat masa lalu dan merasa nggak berguna."
"Memangnya ada apa dengan masa lalu kak Hyewon?" tanya Minju.
Yena menghela napas, lalu melirik istrinya yang tengah membaringkan Wonyoung yang sudah tertidur di sofa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fact or Fake
General FictionSuamiku Kang Hyewon, pria lugu dan polos yang terkadang masih tak bisa membedakan antara mimpi dan kenyataan. Meski begitu, ragaku, hatiku dan seluruh hidupku mencintainya.