"TIDAAAAAAAKKK!!"
Hyewon terbangun dengan napas menderu, dadanya naik turun seperti habis berlari dikejar setan. Peluh membasahi tubuhnya, bahkan kaos yang dipakainya setengah basah.
Hyewon menyisir rambutnya ke belakang dengan jemari, lalu mengusap wajahnya kasar. Kemudian helaan napas lega terdengar.
"Cuma mimpi" lirihnya.
Hyewon habis mimpi buruk. Hyewon bermimpi kalau ia menikah dengan Sakura. Sedangkan Wonyoung istrinya menikah dengan Yujin. Dan Minju diperistri oleh Chaeyeon.
"Untung bukan kenyataan" ucapnya lagi.
Hyewon bersyukur itu hanya mimpi. Memang Hyewon pernah menyukai Sakura, tapi itu dulu. Dulu sekali saat mereka masih duduk di bangku SMA. Dulu sebelum Wonyoung hadir di hidupnya dan membuatnya jatuh cinta lagi.
"Sayang, dari dapur aku dengar kamu teriak. Ada apa?" seorang wanita muncul dari balik pintu dan menghampiri Hyewon.
'Sakura! Ngapain dia disini?' batin Hyewon.
"Sayang" Sakura melambaikan tangannya di depan wajah Hyewon.
'Sayang?' Kening Hyewon mengkerut bingung. Mengapa Sakura memanggilnya sayang? Harusnya kan Kangchan.
"Sayang???" ulang Sakura lagi.
"Kamu ngapain disini?" heran Hyewon.
Sakura mengernyit. Tak suka dengan perkataan Hyewon. "Kamu kenapa sih? Kok nanyanya begitu?"
Hyewon tidak menggubris pertanyaan Sakura. Ia malah mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar. 'Masih kamar gua' batinnya.
"Kamu kenapa teriak tadi? Kedengaran loh sampai ke dapur."
Hyewon senyum tipis menanggapi Sakura. "Aku mimpi kalau kita menikah. Dan Wony jadi istrinya Yujin. Tapi aku bersyukur itu cuma mimpi, bukan kenyataan."
Sakura menghela napas, lalu menggenggam tangan Hyewon dan menatapnya sendu. "Kamu nggak mimpi sayang. Kita beneran nikah. Aku istri kamu, dan kamu suami aku."
Hyewon terdiam. Rahangnya mengeras. Tangannya mengepal dibalik genggaman Sakura.
"Nggak, itu nggak bener. Kamu bohong kan?" bantah Hyewon.
Sakura menggeleng, kemudian mengangkat tangannya yang masih menggenggam tangan Hyewon, menampakkan cincin yang tersemat di jari manis mereka. "Cincin ini saksi bisu saat kita berikrar, mengucapkan janji dihadapan tuhan."
Hyewon menatap tidak percaya pada benda yang melekat di jarinya. "Aku nggak percaya. Bisa jadi ini akal-akalan kamu aja."
Sakura kembali menggeleng. Bahunya tampak bergetar mencoba menahan tangis.
"Jangan bohong Sakura. Sandiwaranya nggak lucu. Lebih baik kamu hentikan dan jujur sama aku kalau ini semua nggak bener."
Sakura mengusap kristal bening yang sudah mengalir di pipinya. "Apa ini semua seperti main-main bagimu? Aku udah jujur, tapi kamu nggak percaya. Apa buktinya belum cukup? Ikut aku, biar aku tunjukin bukti lain supaya kamu beneran percaya."
Sakura bangkit lalu menarik Hyewon keluar kamar. Hyewon hanya pasrah ditarik kemana oleh Sakura.
Tanpa disadari Hyewon sudah berada di ruang tengah dan berdiri di depan pigura berukuran besar. Di dalam pigura itu ada sebuah foto.
Dan itu foto dirinya dengan Sakura yang berbalut baju pernikahan.
"Itu foto pernikahan kita" tunjuk Sakura pada foto itu. "Kamu masih nggak percaya?"
"Bagaimana bisa?"
"Apanya yang bagaimana? Apa segitu sayangnya kamu sama Wonyoung sampai-sampai kamu ngelupain fakta bahwa yang kamu nikahin itu aku?"
"Maksud aku nggak gitu."
Sakura mendesah kasar. "Udahlah aku capek. Aku mau istirahat. Aku harap kamu bisa intropeksi diri kamu dan menerima pernikahan kita."
Hyewon menatap nanar Sakura yang sudah menghilang di balik pintu kamar.
Jujur saja, semua ini terasa membingungkan bagi Hyewon. Beragam pemikiran berkecamuk di kepalanya.
Padahal selama ini Hyewon merasa menjalani pernikahan dengan Wonyoung, gadis yang membuatnya move on dari Sakura. Bahkan Hyewon tengah menantikan buah hati yang tak lama lagi lahir di dunia ini.
Tapi kenapa sekarang kenyataan yang dihadapinya malah berbeda. Benar-benar terbalik 180 derajat.
Ataukah kehidupan bersama Wonyoung hanyalah bagian dari bunga tidurnya?
CEKLEK
Hyewon masuk dan menutup kembali pintu kamar dengan pelan. Perlahan pria itu melangkah menghampiri Sakura yang sudah terlelap membelakangi pintu.
Hyewon duduk di pinggir ranjang dan mengusap pelan kepala sang istri, meskipun ia sendiri masih ragu.
"Maafin aku" lirihnya. "Aku nggak maksud bikin kamu sedih dengan melupakan pernikahan kita. Bahkan aku pun bingung dengan diri aku sendiri."
"Ini semua begitu asing menurutku. Aku harap kamu mau bersabar sampai aku benar-benar terbiasa dengan keadaan ini."
Hyewon membenarkan letak selimut Sakura. Kemudian mengambil bantal yang menganggur di atas ranjang dan berlalu keluar kamar.
Sepeninggal Hyewon, Sakura membalikkan badannya menghadap langit-langit. Menatap sekilas pintu kamar yang tertutup rapat. "Hanya sekedar tidur seranjang aja kamu nggak mau."
"Aaaaarrrgghhh" Hyewon mengacak kasar rambutnya. Pria itu mendesah keras. Niat mau tidur ingin meringankan beban pikiran, sayangnya mata malah tak mau diajak kompromi.
Sofa mewah yang empuk itu mendadak membuatnya tak nyaman. Bukannya tertidur, tubuhnya hanya membolak-balik mencari posisi enak. Namun tak kunjung didapat.
Hyewon bangkit duduk, kemudian menyalakan tv. Tapi yang muncul hanyalah saluran buram warna-warni. Ah tidak, ada satu stasiun tv yang masih aktif. Itupun sekedar pertandingan bola ulangan.
Tak minat, Hyewon membiarkan saluran tersebut tayang. Kemudian beralih membuka ponselnya. Pria itu masih penasaran ingin mencari bukti tentang keadaannya saat ini.
Alih-alih mematahkan perkataan Sakura, Hyewon tak menemukan satupun foto Wonyoung. Kontaknya pun tidak ada. Yang ada hanyalah foto pernikahan Hyewon Sakura dan beberapa foto selfi mereka. Sisanya potret alam serta benda-benda di sekitar.
Hyewon beralih membuka aplikasi ber ikon pesan. Namun tak satupun ada nama Wonyoung. Di kontak pun tidak ada.
'Sejak kapan aku jadi alai begini?' heran Hyewon begitu melihat nama Sakura di kontaknya.
My Lovely Kura
"Hah, sepertinya aku terlalu terbawa mimpi sampai-sampai aku melupakan istri sendiri" gumam Hyewon sebelum kantuk menyerangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fact or Fake
General FictionSuamiku Kang Hyewon, pria lugu dan polos yang terkadang masih tak bisa membedakan antara mimpi dan kenyataan. Meski begitu, ragaku, hatiku dan seluruh hidupku mencintainya.