B-7

133 30 4
                                    

Halo, happy reading!
.
.
.

Acha sedang berada di parkiran. Ia sedang menunggu angkutan umum, namun tak sengaja ia melihat sosok Dhafa yang berjalan menaiki motornya dengan tergesa. Acha yang penasaran pun ingin mengikuti Dhafa, ia berjalan dan untung saja ada tukang ojek di sana.

"Bang ojek, ikutin motor itu ya." tukang ojek pun mengangguk, sesuai perintah Acha mereka mengikuti Dhafa.

Sudah sepuluh menit berjalan namun Dhafa belum juga menepikan kendaraannya. Mau kemana Dhafa? Kenapa cepet banget kaya buru-buru gitu?  Batin Acha.

Gadis itu nampak sangat penasaran, kemana perginya Dhafa. Tak lama motor Dhafa terparkir di sebuah gedung kosong. Acha  mengendap-ngendap mengikuti Dhafa. Ia begitu hati-hati karena takut Dhafa mengetahuinya.

"Woy, bos! dateng juga lo." Dhafa bertos ria dengan temannya itu. Sedangkan Acha masih setia melihat dan mendengarkan segala percakapan mereka dibalik tembok besar.

"Siapa lawan gue?" tanya Dhafa to the point.

Acha dapat melihat wajah Dhafa yang 180° berubah ketika di sekolah. Wajah Dhafa begitu dingin dan menyeramkan membuat Acha  merinding melihatnya. Namun Acha  masih Penasaran. Ia akan terus mengikuti Dhafa.

"Biasa, Rafa." Acha mendengar nama itu, namun siapa Rafa? Lalu mau apakah Dhafa dengan Rafa?

"Oke, emang gak pernah kapok tuh bocah" Dhafa mendengus lalu meminum minuman di genggamannya.

Dhafa sedang asyik dengan teman-temannya. Sedangkan Acha sudah bosan. Ini Sudah 1 setengah jam namun Dhafa belum beranjak juga dari gedung ini.

"Yo, cabut." jam sudah menunjukan pukul 18:00. Dengan cepat Acha berjalan keluar mendahului Dhafa, tukang ojeknya masih ada di sana, karena Aca meminta untuk tetap menunggu.

Terlihat Dhafa keluar dari gedung itu, gedung yang sama sekali tidak layak pakai. Kotor dan juga berantakan.

Dhafa melajukan motornya diikuti teman-temannya, Acha pun mengikuti, ia tidak boleh lengah ia harus mengikuti kemana perginya Dhafa.

Tak lama motor Dhafa pun berhenti. Aca melebarkan matanya. Tempat arena balap liar. Dhafa? Jadi Dhafa suka balapan? Acha membatin tak percaya akan hal yang dilihatnya.

Banyak sekali orang-orang. Terlebih banyak perempuan yang bermake up dan memakai baju yang tak layak pakai menurut Aca. Baju yang kurang bahan, bibir yang berwarna merah mencolok.

"Ini ongkosnya, makasih bang." Acha berjalan memasuki arena balap itu. Menurut Acha orang-orang disana sangat menakutkan. Apalagi tato di badan dan juga barbel di lidah. Mengerikan pikir Aca.

Acha mengenakan topinya. Ia berjalan. Namun semua orang menatap ke arah Acha, Acha merasa risi dengan hal ini.

"Ngapain tuh cewek pake seragam sekolah ke sini."

"Kayanya, tuh anak baru tau deh tempat ini."

"Polos banget anjayani."

Acha terus berjalan ia tidak menghiraukan ucapan-ucapan orang itu. Walau badannya sedikit gemetar karena ketakutan ia tidak gentar untuk mengikuti Dhafa.

"Hi!" Acha mendongak merasa ada yang menyapa dirinya, terlihat laki-laki dengan postur tinggi di depannya.

"Ngapain neng disini? ini tempat gak cocok buat neng yang manis," timpal temannya, membuat mereka tertawa pelan.

Detik [ REVISI ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang