"Acha sudah sampe." Dhafa menyadarkan Acha dari lamunannya. Lalu ia turun tanpa menoleh pada Dhafa.
"Maafin Dhafa ya, Acha. Dhafa udah buat Acha takut dan pulang larut malam begini." Acha tidak menjawab. Bahkan ia tidak menoleh sama sekali pada Dhafa.
"Acha masuk, Dhafa hati-hati," ucap Acha sambil melangkahkan kaki memasuki gerbang rumahnya. Sedangkan Dhafa ia terdiam dan merasa sangat bersalah pada Acha.
Sedari tadi Damar memperhatikan gerak-gerik Acha dan laki-laki yang sama sekali tidak dikenal olehnya. Damar sudah geram, rasanya tangannya sudah gatal, ia sudah ingin memberi pelajaran pada Acha.
Rumah sepi, dan lampu sudah dimatikan. Membuat Acha melangkahkan kakinya, ia menghela napas lega, setidaknya ia berpikir semua yang ada di rumahnya ini sudah tidur, saat beberapa langkah ia terkejut karena lampu menyala, dan ternyata itu Damar. Damar dengan senyum seringainya. Membawa tali pecut ditangannya, membuat Acha bergidik ngeri, ia sudah tahu apa yang akan terjadi setelah ini.
"Bagus pulang malam lagi, dari mana saja kamu? Pakai seragam sekolah." Acha tidak menjawab pertanyaan papanya. Ia semakin ketakutan dan ia juga pasrah.
"Siapa yang mengajarimu seperti itu?" Bukan nada halus. Namun nada yang menyeramkan,
Cetakkkkkkk
Acha memejamkan matanya saat tali cambuk itu melukai punggungnya. "Gadis sialan!"
"Arggghhhh!" Acha berteriak kesakitan, tidak ada yang lebih sakit selain disiksa oleh papanya sendiri.
"Mau jadi apa kamu hah?! Jadi jalang? Iya!" Ucapan Damar begitu menggema di ruangan, Acha sudah meringis menahan sakit di punggungnya itu.
Cetakkkk
"Argghhhh sak-it!" Ach tak mampu menahan sakitnya, bahkan kini rasa sakitnya itu semakin menjalar di tubuhnya.
"Tidak berguna!"
Cetakkkk
"Arggghhhh tol-ong!" Acha semakin terisak rasa sakit pada punggungnya begitu terasa sampai ketulang-tulang.
"Tidak tau diri!"
Cetakkkk
"Argghhh pah! Ampun pah. S—akit." Tangisan Acha semakin kencang, ia sudah tidak peduli dengan ucapan papanya itu, yang ia rasakan kini tubuhnya seakan mati rasa.
"Jika kamu ingin hidup tenang, maka jangan pernah mencari masalah!" Damar menjambak rambut Acha dengan kasar.
"Sak-it pah le-pa-s," ucap Acha terbata, Damar memang ayah yang kejam baginya, namun Acha sama sekali tidak bisa membenci papanya begitu saja.
"Lepas? Enak saja kamu! harusnya kamu yang mati bukan istri saya." Damar menarik rambut Acha semakin kuat, rambut Acha seakan ingin lepas dari kepalanya itu.
"Dengar baik-baik anak sialan! sampai kamu belum mati tidak akan ada kebahagiaan yang berpihak padamu," ucap Damar penuh penekanan setelah itu rambut Acha dihampaskan dengan kasar. Damar meninggalkan Acha dengan kondisi yang sulit diartikan.
Sedari tadi Mbok Sum memperhatikan kejadian itu, bahkan beliau sudah menangis melihat Acha yang disiksa oleh majikannya itu, benar-benar tidak punya hati, namun Mbok Sum tidak bisa berbuat apa-apa.
"Non bangun," ucap Mbok Sum yang sudah terisak, ia membantu Acha untuk berdiri.
"Mbok, kenapa nangis? Acha gak papa ko." Acha menghapus air mata Mbok Sum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Detik [ REVISI ]
Teen FictionHARAP MERAPAT! KITA BAPER SAMA SAMA YUK?! Kejamnya dunia tidak membuatku putus asa, seolah bahagia nyatanya tidak. Tapi, bukannya menyerah, aku memilih berkawan dengan luka. Jika kamu merasa bahwa bahagia selalu berpihak padaku, maka jawabannya ti...