1

49.2K 2.7K 256
                                    

Seokjin terburu-buru membereskan buku-bukunya. Segera memasukkannya ke dalam ransel besarnya. Semua buku yang berserakan di mejanya.

"Sudah Nenek bilang untuk menyiapkan bukumu tadi malam kan?"

Ia abaikan wejangan dari sosok wanita tua yang menghampirinya. Ia sedang tidak ada waktu untuk berdebat sekarang.

"Aku berangkat dulu, Nek. Kalau Nenek membutuhkan sesuatu, telpon saja" pamitnya saat sudah menyelesaikan acara beres-beresnya.

"Hei, sarapan dulu!"

"Untuk Nenek saja! Aku sudah terlambat!"

Blam~

Bahkan menutup pintu dengan cukup bersuara, tanpa mengagetkan wanita tua yang ada di dalam.

Jam sudah menunjuk angka dimana seharusnya Seokjin tidak berada disini sekarang.

"Aku akan terlambat kalau tidak berlari"

Seharusnya ia sudah duduk manis sambil menunggu. Atau bercengkrama dengan temannya. Bukan berlari dengan membawa tas besar berisi buku-bukunya di jalanan begini.

Sepuluh menit waktu yang ia butuhkan untuk berlari. Hingga Seokjin tiba di depan ruangan yang sudah tertutup dari dalam.

"Pasti sudah datang" gumamnya pelan.

Astaga. Ia gugup sekali sekarang. Galau akan masuk atau memilih menunggu di luar saja.

"Masuk, tidak, masuk, tidak, masuk, tidak, ma-"

Hingga pintu di depannya terbuka saat ia tengah menghitung kesepuluh jarinya. Hampir berteriak kaget jika saja ia tak ingat dimana ia sekarang.

"Loh, Hyung? Kenapa berdiri disini? Menunggu siapa memangnya?"

Langsung saja dipeluknya orang yang membuka pintu itu dengan girang.

"Kukira sudah datang"

"Belum. Sepertinya terlambat"

"Aku beruntung kali ini"

Dengan senyum mengembangnya, Seokjinpun membawa orang yang ia peluk masuk ke dalam. Lenyap sudah perasaan gugup dan galau yang ia alami sebelumnya.

"Seokjin! Mana bukuku? Kukira kau akan membolos hari ini"

Seokjin hanya terkekeh kecil dan meletakkan tas besarnya di atas meja.

"Maaf, aku kesiangan"

Mengeluarkan beberapa buku dari dalam tasnya.

"Uangnya sudah kan kemarin?"

"Ya, aku masih ingat. Tenang saja" sahut Seokjin.

Sebuah transaki hari ini. Bukan hanya satu, tapi beberapa. Seokjin sudah sangat sibuk saja melayani beberapa orang yang menghampirinya yang baru datang.

"Hhh~ selesai juga" gumamnya mendesah.

Duduk dan mulai menghitung lembaran uang yang ia dapatkan di hari yang tidak terlalu pagi ini.

"Hyung tidak lelah apa berbisnis seperti ini?" cuit orang yang duduk di sebelahnya.

"Asalkan aku mendapat uang, tak masalah"

"Hyung kan bekerja di supermarket kalau sore, lalu mengerjakan tugas anak-anak malas itu juga. Kapan Hyung beristirahat?"

Seokjin hanya tersenyum kecil seraya memasukkan uangnya ke dalam dompetnya. Menyimpannya ke dalam tempat paling aman baginya.

"Sekarang? Aku bisa tidur setelah kelas ini"

"Tapi Hyung-"

"Selamat pagi. Maaf saya terlambat karena ada urusan penting"

Dan percakapan itu terhenti saat sesosok pria masuk ke dalam.

Hening seketika.

-*123*-

"Pak Namjoon itu pria yang sempurna ya, Hyung"

Seokjin yang bersiap untuk tidur itu hanya berdengung saja sebagai jawaban. Ada jeda waktu sebelum kelas berikutnya. Ia bisa tidur sekarang.

"Sudah tampan, pintar, mapan, punya istri yang cantik, anak yang pasti lucu dan tampan. Sudah seperti sosok sempurna dalam komik yang sering kubaca"

Tak ada sahutan. Artinya orang yang diajak bicara sudah terlelap dalam mimpi. Sangat cepat. Pasti kelelahan. Lelah fisik dan pikiran.

"Jung, kenapa tidak membalas pesanku?!"

"Sssttttt!"

Tak lama, muncul sosok lain yang menghampiri dua orang itu.

"Seokjin Hyung tidur di kelas lagi?"

Yang ditanyai hanya mengangguk saja sebagai jawaban.

"Tadi pagi berangkat jam berapa memangnya?"

"Sepuluh menit sebelum Pak Namjoon datang"

Sebuah bentuk 'o' muncul di wajah tampan pemuda yang barusaja datang itu.

"Hyungie belikan makanan untuk Seokjin Hyung ya? Kasihan Seokjinnie Hyung pasti belum makan"

"Ya, ya, ya. Aku juga akan membelikannya untukmu"

Tersenyum cerah sebagai balasan rasa terimakasihnya.

-*123*-

"Aku pulang duluan ya? Nenekku pasti sudah menunggu"

Setelah dinyatakan kelas berakhir, Seokjin langsung saja buru-buru membereskan mejanya. Tak lupa mengambil buku milik teman-teman sekelasnya yang sudah tertata rapi di mejanya.

"Akan kuberikan bonus kalau nilaiku baik"

Seokjin hanya memberikan sebuah acungan jempolnya sebagai balasan.

Ia tahu, selain meringankan beban mereka sendiri, teman-temannya itu juga berniat untuk membantunya. Karena Seokjin sendiri tidak mau kalau diberi uang secara cuma-cuma. Ia bukan pengemis.

Ada uang, ada jasa.

Begitu pikirnya.

"Tunggu aku, Hyung. Aku juga mau pulang"

Seokjin mengangguk saja. Tak ada salahnya menunggu sebentar saja pikirnya.

Dan setelah itu, merekapun berjalan beriringan keluar kelas. Tidak dengan berlari, hanya berjalan santai sambil berbincang ringan.

"Kau tidak pulang bersama kekasihmu?" tanya Seokjin.

"Ya, dia menungguku di kafe depan, Hyung"

Seokjin mengangguk paham. Pantas saja temannya ini ikut terburu-buru. Sudah ada yang menunggu rupanya.

"Kalau begitu, kita berpisah di depan?"

"Eum... Atau Hyung mau kutraktir minum dulu?"

Seokjin menggeleng, menolak tawaran dari temannya.

"Tidak, tadi kekasihmu sudah mentraktirku makan siang. Sudah cukup untuk hari ini"

"Tapi kan berbeda, Hyung"

"Sama sa-"

"Wah, itu Pak Namjoon!"

Seokjin ikut menolehkan kepalanya ke arah dimana telunjuk temannya tertuju.

"Mereka sangat serasi ya, Hyung. Sebuah keluarga yang sempurna"

Seokjin tidak menjawab. Hanya memberikan seulas senyum kecilnya.

"Wah! Ada anaknya juga. Aku ingin melihatnya!"

Seokjin bahkan tak sadar ketika temannya itu sudah beranjak dari sebelahnya. Sangat cepat. Menuju ke arah dimana telunjuknya tertuju tadi.

"Heum, ada-ada saja" gumamnya pelan.

Yang ada di mata Seokjin sekarang memang sama. Sosok pria tampan dan wanita cantik. Tak lupa sosok kecil diantara mereka. Sebuah keluarga sempurna yang menjadi idaman banyak orang.

"Soobinnie" gumamnya dengan senyum tipisnya.

-*123*-

Yah gitu....pasaran banget kan?

Mother [NamJin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang