Chapter 2

1.7K 191 60
                                    


Mobil taksi yang dikendarai Sasa dan Mahesa berhenti di depan bandara. Mereka bersamaan turun dari mobil. Sasa tampil cantik dengan mengenakan dress santai selutut dengan rambutnya yang dibiarkan tergerai indah. Mahesa dengan setelan jaket berwarna abu-abu dengan topi berwarna hitam yang menutupi rambutnya.

Sasa membantu kakaknya membawa barang-barang. Mereka sampai di tempat antrian untuk mengurus surat-surat penerbangan. Sasa merasa sedih, setelah ini ia akan sendirian lagi di rumah. Mahesa akan kembali ke kampusnya di Australia. Mahesa adalah kakak terbaik bagi Sasa. Meskipun kakaknya sangat jahil padanya, tapi kakaknya adalah tempat curhatan hatinya. Mungkin Sasa akan merindukan kejahilan kakaknya yang memiki tampang lumayan ganteng. Sahabatnya pun memang mengakuinya.

Setelah mengurus surat-surat, kini mereka duduk di salah satu kursi panjang yang telah disediakan. Mahesa tersenyum melihat adiknya, semenjak tiba di bandara bibirnya hanya cemberut dan matanya terlihat ingin menangis.

"Ekhem, dari tadi cemberut mulu lo, Sa. Kenapa sih? Ini bukan pertama kalinya gue ninggalin lo." Mahesa mengacak-acak rambut Sasa dengan senang.

"Tau deh, gue mah ditinggalin mulu. Sad banget yah hidup gue," ucap Sasa membuang muka.

"Lo pasti akan tau Sa. Saat lo mulai beranjak dewasa."

"Gue bukan anak kecil lagi."

"Dasar bocah!"

Mahesa memang sangat senang menjahili adik super bawelnya. Sasa merasa bosan, ia kemudian memainkan ponselnya. Beberapa chat masuk dari teman-temannya. Semuanya hanya chat biasa saja, tidak ada yang istimewa. Sasa kembali meletakkan ponselnya.

"Kenapa Sa? Lagi nunggu chat dari gebetan ya?" Mahesa memulai lagi.

"Apaan sih, kak. Gak usah gangguin gue deh. Lagi bad mood gue," balas Sasa kesal.

"Sahabat-sahabat alay lo itu kemana?"

"Lagi temenin Raya, nonton turnamen."

"Hm, adek gue memang baik. Rela antar kakaknya sampai bandara."

"Hallah, baru sadar."

Drrtt ... Drrtt ...

Beberapa notifikasi masuk lagi ke ponsel Sasa. Sasa awalnya ingin memejamkan mata. Namun ia urungkan, Sasa kembali melihat satu persatu chat yang masuk. Diantaranya masih chat dari grup dan teman-temannya. Sasa mendengus sebal. Saat ingin kembali meletakkan ponselnya, Sasa tertarik dengan satu pesan yang sekarang membuatnya terkejut.

"Randy?"

***

"Sorry."

"Punya mata nggak sih lo?!" Raya berteriak dengan sebal.

"Eh cewek lapis, seharusnya gue yang marah-marah. Bukan lo! lo yang buru-buru, gak jelas dan nabrak gue."

"What? lo ngatain gue cewek lapis? Dasar cowok aneh."

"Tepatnya make up lo yang tebal kaya kue lapis," ledek cowok itu dan sedikit tertawa.

"Gue nggak peduli, sekarang lo harus minta maaf sama gue!"

"Bodo amat," Cowok menyebalkan itu langsung pergi meninggalkan Raya yang sudah naik darah.

Melihat perdebatan itu, Vina, Keyfa dan Bianca langsung menghampiri Raya. Bianca mengelus-ngelus bahu Raya, mencoba menenangkan.

"Udah, Ray. Lupain aja cowok yang tadi," tutur Vina.

"Eh, cowok yang tadi ganteng, yah," Ucap Keyfa tak tahu malu. Vina, Bianca dan Raya langsung menatap tajam Keyfa secara bersamaan.

"Langsung masuk aja, yuk!" ajak Vina. Yang lainnya mengangguk setuju.

Emosi Raya sudah reda. Mereka melangkah cepat masuk ke dalam gedung itu. Raya yang sudah lama nenantikan turnamen itu sangat gembira. Turnamen sedang berjalan, pertandingan sudah dimulai 1 jam yang lalu. Raya sedikit kesal karena tidak menyaksikan turnamen ini dari awal sampai akhir.

Semua orang tengah berteriak keras mendukung peserta yang sedang bertanding. Pertandingan bela diri ternama di Indonesia. Raya sangat berharap turnamen itu membuka khusus juga untuk perempuan. Raya pasti akan ikut serta juga. Rasanya sekarang ia ingin memukul orang.

Turnamen memasuki babak terakhir. Artinya pertandingan bela diri itu hampir akan selesai dengan satu pemenang. Raya nenantikan moment ini.

Dua peserta memasuki arena turnamen. Raya, Keyfa, Vina dan Bianca terkejut melihat salah satu dari peserta turnamen.

"Eh bukannya itu cowok yang tadi guys?" tanya Bianca.

"Iya, iya. Itu cowok ganteng yang tadi nabrak Raya," tambah Keyfa.

"Ngapaian dia ada disitu?" ucap Raya.

Mereka sempat bingung. Ternyata cowok yang tak sengaja menabrak Raya adalah salah satu peserta turnamen. Raya jadi penasaran seberapa hebat cowok itu akan bertanding. Semua orang kini semakin riuh saat kedua peserta sudah akan mulai menunjukkan kemampuannya. Seorang wanita yang sedang memandu ancara berdiri dan menyampaikan sesuatu.

"Mari kita menyaksikan turnamen terakhir dari Gartha Mahendra dan Indra Artamarta," ucap seorang pembawa acara diikuti tepuk tangan dari para penonton. Mereka berempat juga ikut bertepuk tangan, kecuali Vina yang sedang fokus memandang salah satu peserta.

"Hah? Indra Artamarta? Dia?" Vina berucap kaget sambil fokus memandang cowok yang disebutnya.

"Kenapa Vin?" tanya Raya, Bianca dan Keyfa serempak. Tiba-tiba Vina langsung pergi tanpa alasan, meninggalkan mereka bertiga yang masih dipenuhi rasa bingung.

"Sial, gue harus cepat-cepat pergi dari sini."

"Vina kenapa?"

Karena penasaran, mereka langsung menyusul Vina dengan cepat, meninggalkan turnamen. Terlihat Vina terburu-buru masuk ke dalam taksi. Mereka bertiga gagal mengejar Vina. Mereka semakin bingung. Ada apa cowok tadi dengan Vina? Apa mereka saling mengenal? Berbagai pertanyaan muncul dalam benak masing-masing.

Bianca mencoba menghubungi Vina, hasilnya nihil. Vina sengaja menolak panggilan. Mereka menyerah dan tidak mencobanya lagi, mungkin Vina mau menyendiri dulu.

Mereka bertiga kembali masuk ke dalam mobil Bianca. Hari sudah hampir gelap, mereka memilih untuk pulang ke rumah masing-masing. Bianca dengan senang hati mengantar sahabatnya.

***

Kenapa dengan Randy?
Mengapa Vina langsung pergi saat mendengar nama 'Indra Artamarta'?

Tunggu kelanjutannya! 😉

Dear Trouble Maker (Completed)  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang