Chapter 9

858 106 14
                                    

Baca kuy!😍
Tinggalkan jejak ya!
Semoga sehat selalu😁
Semangat berpuasa 🙏😊

***

Sasa baru saja ingin tidur siang. Hari ini, gadis itu sangat lelah. Dari pagi hingga siang kegiatannya hanya belajar, belajar dan belajar. Sasa ingin mempersiapkan dirinya dengan matang untuk bersaing dalam kompetisi itu. Kini ia sudah terbaring di atas kasur pink-nya. Sasa perlahan mencoba memejamkan matanya. Tapi ia tidak bisa, pikirannya melantur kemana-mana. Ia memikirkan masa lalunya dahulu. Masa lalu yang pahit dengan orang yang baru saja hadir kembali dalam kehidupannya.

Sasa tak pernah menceritakan kisah masa lalunya pada keempat sahabatnya. Ia lebih memilih untuk diam dan menyimpannya sendiri. Sasa mencoba untuk selalu merasa kuat, meskipun sekarang ia masih takut membuka hatinya untuk orang lain.

Sasa bangun dari tempat tidurnya, ia berjalan menuju balkon kamarnya. Disana ia menitihkan air mata. Dadanya terasa sesak, ia menangis. Hidupnya terasa hampa, ia selalu saja ditinggal pergi oleh orang-orang yang disayanginya. Prestasi yang selalu ia raih, ia rasa tidak ada gunanya. Sasa selalu berusaha melakukan yang terbaik. Tapi nyatanya sekarang, tidak ada yang berada di sisinya.

HP milik Sasa berdering, tertera nama kakaknya disana. Sasa menghapus air matanya lalu segera mengangkat panggilan itu. Ia mencoba tersenyum. Wajah kakaknya terlihat ceria di HP Sasa.

"Hai adikku sayang," sapa Mahesa sambil tersenyum tipis.

"Iya kak."

"Lo kenapa? Habis nangis?" Mahesa bisa melihat kesedihan adiknya lewat mata gadis itu.

"Nggak, ngapain juga gue nangis." Sasa membuang muka.

"Bohong."

"Sasa baik-baik aja kak. Nih liat!" Sasa menatap kembali layar HP-nya lalu menampilkan senyum yang manis untuk kakaknya.

"Nah gitu dong."

"Sasa kayaknya mau lanjut belajar lagi kak, udahan dulu ya." Mahesa baru saja ingin mengucapkan sampai jumpa, tapi Sasa malah langsung memutuskan panggilan itu.
Keadaan dirinya sedang tidak baik.

Sasa membuka lemari pakaianya lalu mengambil dress berwarna abu-abu yang terlihat lucu. Sasa segera mengenakkannya dengan cepat. Ia kemudian menatap dirinya di cermin. Sasa tersenyum melihat dirinya yang masih tetap sama seperti dulu, tidak ada yang berubah, kecuali hatinya.

Sasa menyisir rambutnya lalu mengoleskan sedikit bedak pada wajahnya. Lipstik berwarna merah gelap juga sudah tercetak sempurna pada bibir tipisnya. Sasa beralih pada meja belajarnya lalu memasukkan beberapa bukunya ke dalam tas kecil berwarna hitam miliknya.

Sasa ingin pergi ke suatu tempat. Sasa keluar dari kamar, menutup pintunya dengan cepat. Ia menuruni anak tangga.

"Mau kemana Neng?" tanya salah satu asisten rumah tangganya.

"Mau keluar bentar, Bi. Jaga rumah, ya."

Wanita tua itu mengangguk. Sasa sudah keluar, berdiri di dekat pagar rumahnya untuk menunggu taksi. Sasa memiliki mobil pribadi, bahkan banyak. Tapi ia cukup malas untuk memiliki mobil itu.

"TAKSI PAK!" teriak Sasa dengan keras. Namun taksi itu malah tak mendengar, apalagi melihatnya. Sasa menghentakkan kakinya ke tanah dengan kesal.

Ia melihat satu taksi lagi. Sasa mengangkat tangannya lumayan tinggi lalu melambai-lambai. Tapi tetap saja usahanya tak berhasil. Ia gagal mendapatkan taksi lagi. Sekali lagi, Sasa menghentakkan kakinya dengan keras. Ia begitu emosi.

Dari arah barat, ada sebuah motor yang melaju pelan lalu berhenti di dekat Sasa. Sasa sudah tahu siapa pengendara motor itu. Cowok yang sudah mengubah perasaannya dulu. Gartha membuka helmnya, kemudian turun dari motornya. Dia sudah berdiri di depan Sasa.

Sasa bergeser agak jauh dari posisi Gartha. Sasa pura-pura tak melihat kehadiran cowok itu. Gartha heran dengan cewek yang ada di hadapannya. Sasa kembali melihat taksi di seberang sana, lumayan jauh dari posisinya. Sasa berteriak sekencang-kencangnya.

"TAKSI PAK! TAKSI! TAKSI!"

Sasa dibuat kesal. Apa memang suaranya sudah tidak ada? Sehingga dia sudah gagal mendapatkan taksi ketiga kalinya. Taksi itu tiba-tiba berjalan menuju ke arahnya. Sasa mulai senang dan ada harapan.

"Maaf Nak, taksi bapak sudah penuh," ucap laki-laki tua si pengemudi taksi.

Sasa mengangguk dengan perasaan sangat malu. Dalam pikirannya, Gartha sudah pasti akan mengejeknya sekarang. Gartha maju selangkah mendekati Sasa. Sasa membelakangi Gartha. Gartha melangkah lagi tepat di hadapan Sasa. Sasa menggeser posisinya lagi. Gartha memang sangat senang menngganggu Sasa.

Walaupun ia sangat sesal, Sasa tak mau bicara. Sasa memilih berjalan, entah mau menuju arah mana. Gartha tersenyum lalu kembali ke motornya, ia menyalakan motornya mengikuti ke arah dimana Sasa berjalan. Sasa merasakan motor Gartha mengikutinya dari belakang. Dengan itu, Sasa mempercepat langkahnya. Gartha tentu saja mengiringi bagaimana kecepatan langkah Sasa. Sasa akhirnya berhenti. Motor Gartha ikut berhenti. Sasa berjalan lagi, begitupun dengan motor di belakangnya.

"Ih, kenapa sih. Ngikutin gue mulu. Dasar penguntit!" gerutu Sasa dalam hati.

Sasa berhenti berjalan. Ia sudah berjalan cukup jauh. Dia sudah sangat lelah. Tiba-tiba Sasa melihat ada taksi yang menuju ke arahnya. Taksi itu berhenti tepat di hadapannya. Gartha masih ada di belakang Sasa.

"Neng, masih butuh taksi? Penumpang bapak sudah kosong," tawar bapak tua itu ramah kepada Sasa.

"Iya, Pak. Saya mau."

Sasa cukup gembira, akhirnya ia mendapatkan taksi. Sasa segera naik ke dalam taksi itu. Bapak taksi itu sudah ingin menjalankan mobilnya. Namun ditahan oleh Gartha.

"Tunggu, Pak!" seru Gartha.

"Kenapa Mas? Mau ikut naik juga?" tanya bapak itu heran.

"Saya mau naik juga, Pak," balas Gartha santai. Mendengar itu, Sasa sangat geram, ia sudah sangat kesal dengan kelakuan Gartha. Sasa tak melirik Gartha sedikit pun, masih setia dengan sikap acuhnya.

"Mas bercanda, ya. Motor mas gimana?" Bapak taksi itu dibuat bingung.

"Motor saya tinggalin disini Mas. Saya lagi males bawa motor," ucap Gartha mengasal sembarangan.

"Oh yaudah, naik aja Mas. Saya seneng, hari ini dapet penumpang lumayan banyak," balas laki-laki tua itu dengan wajah ceria.

Gartha masuk dalam taksi, duduk di dekat Sasa. Sasa menggeser tubuhnya ke samping sejauh mungkin yang ia bisa. Melihat itu, Gartha tertawa pelan. Sasa sangat acuh kepadanya dari tadi.

"Neng sama Mas mau kemana?"

"Ke Cafe Amora, Pak," jawab Sasa.

"Mas-nya?"

"Ke Taman Pelangi, Pak," balas Gartha.

Sasa mulai mencerna jawaban Gartha. Tempat yang Gartha katakan itu bersebelahan langsung dengan Cafe Amora. Sasa semakin heran dengan tingkah cowok di sebelahnya. Hari ini, cowok itu ingin mengikutinya dimana pun ia pergi. Sasa menatap ke arah kaca jendela mobil, ia memikirkan sebuah ide untuk segera kabur dari Gartha.

***

Thank you yang sudah baca💕
Tunggu part selanjutnya, ya!

Dear Trouble Maker (Completed)  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang