Chapter 23

684 61 7
                                    


Hari ini setelah pulang sekolah Gartha memilih akan ke rumah sakit untuk menemani Mamanya. Sudah 5 hari Mamanya berada di rumah sakit. Penyakitnya semakin lama semakin parah. Gartha merasa risau.

Gartha merasa ia harus cepat-cepat menemui mamanya. Setelah mandi, ia mengambil kaos hitamnya lalu segera memasangnya. Tak lupa ia mengoleskan sedikit minyak rambut pada rambutnya kemudian menyisirnya dengan rapi. Gartha terlihat keren. Ia kemudian mengambil jaket hitam kesayangannya. Gartha menyukai warna gelap, sesuram hidupnya katanya.

Gartha menuruni anak tangga lalu berjalan ke dapur. Ia merasa lapar sekarang. Gartha berencana hendak mengemil dulu. Ia membuka lemari makanan, tatapan Gartha seketika kosong, tidak ada makanan di sana. Hanya beberapa plastik kerupuk dan roti yang sudah tak ada isinya. Sejak Mamanya jatuh sakit, Gartha sudah jarang memakan masakan yang enak. Ia makan seadanya saja.

"Miris banget hidup gue."

Gartha menutup pintu lemari, ia melangkah keluar di dekat motornya. Gartha melupakan sesuatu, kunci motornya masih ada di kamar. Gartha mendengus kesal karena kecerobohannya, ia segera berlari kecil menuju kembali ke kamarnya.

Sambil bersiul, Gartha melangkah kembali menuju motornya. Ia baru saja ingin membuka pintu, namun seseorang dari luar terlebih dahulu membukanya. Melihat siapa yang datang, Gartha berbalik ingin segera pergi ke kamarnya. Ia merasa malas untuk bertemu orang itu. Dia adalah Pak Rendra, kepala sekolahnya, sekaligus ayah tirinya. Semenjak kejadian itu, Gartha sangat membencinya.

Gartha sudah menaiki anak tangga, laki-laki yang sudah berumur lanjut itu mengejar putranya.

"Gartha! Mau kemana kamu?"

"Kemanapun, asal tidak bertemu anda!"

"Gartha, tolong hargai kehadiran ayah disini, Nak. Kenapa kamu malah pergi?" ucap Pak Rendra dengan wajah sedih.

Gartha turun kembali dan berdiri di depan ayahnya.

"Apa? Saya tidak salah dengar? Menghargai? Saya tidak bisa menghargai orang seperti anda. Saya sangat membenci anda! Ingat itu!" bentak Gartha di hadapan ayahnya.

Pak Rendra begitu sedih mendengar ucapan putranya. Sementara Gartha tak memperdulikannya.

"Dan jangan pernah mengaitkan masalah pribadi dengan sekolah saya! Untuk apa anda selalu membebaskan saya dari hukuman? Saya tidak pernah ingin menerima apapun dari anda lagi!"

"Semua itu Ayah lakukan karena Ayah sayang kepada kamu!" Pak Rendra menaikkan suaranya juga.

"Sekarang saya minta anda pergi dari sini! Jangan ganggu saya dengan Mama saya!"

"Mama kamu dimana, Nak?" tanya laki-laki tua itu.

"Anda tidak perlu tahu!"

Gartha pergi meninggalkan ayah tirinya begitu saja. Gartha selalu mengingat, ketika itu ayah kandungnya ditahan dan kakaknya yang pergi meninggalkannya. Gartha sangat sakit ketika ia melihat kejadian itu dalam pikirannya. Pak Rendra merasa sangat sakit hati dibentak-bentak oleh putranya sendiri. Ia memutuskan untuk menyusul Gartha.

Gartha bergerak cepat menyalakan motornya, ia melaju dengan kecepatan yang sangat tinggi. Gartha menerobos semua lampu merah di jalanan. Ia hampir mengikis beberapa pengendara, ia membuat jalanan kacau saat itu. Untung saja tidak ada polisi yang bertugas di jalan itu.

Gartha sampai, ia memarkirkan motornya dengan arah yang tepat kali ini. Ia lebih malas lagi untuk berdebat dengan pak satpam, apalagi tukang parkir. Saat selesai melepas helmnya, tiba-tiba seorang suster berjalan mendekatinya. Gartha turun dari motornya, suster itu sudah ada di hadapannya.

Dear Trouble Maker (Completed)  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang