[06] Ragu

169 86 62
                                    

stop being what you want, but start with what you are
___________

-flashback off-

"... Kurang hening, detak jantungmu masih terdengar." Pria yang baru saja mengambil gadis atau lebih tepatnya menjemputnya baru saja membuyarkan lamunan seseorang yang tengah menunduk.

Sontak ia mengubah pandagannya lurus ke depan dengan mata membulat. "Ah.. Bapak manggil saya?" tanya Naya ketika menoleh.

Devan memutar stir mobil ke kanan dan berkata, "Kau melamun, membuat suasana di sini sunyi. Bahkan saya bisa mendengar suara detak jantungmu."

Mobil sport kepunyaan Devan kini mulai memasuki jalan tol. "Kalau bapak tak suka, tidak usah didengarkan dan nyalakan musik atau radio mobil saja, huft!"

"Saya bosan mendengarkan lagu dan tadinya saya pikir kau akan mengajak berbincang," jawab jujur pria berjas.

Apa maksudnya, dia pikir aku mau mengobrol dengannya gitu?  tanyanya pada diri sendiri.

Seorang perempuan yang masih mengenakan seragam pelajar menengah ke atas mengeluarkan deheman dengan nada tanya di dalamnya.

"Ada yang kau pikirkan?" Devan kini menatap tubuh yang duduk di kursi penumpang.

Naya melirik tingkah pria di sampingnya menggunakan ujung matanya tetapi menghasilkan tampilan blur. Ia menggeleng. "Saya hanya kepikiran hal kemarin kok, pak."

"Kau pasti masih shock--"

"B-bukan. Hanya saja ... saya masih ada keraguan. Apa i-ini benar-benar membantuku eh, saya." Naya menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena malu.

Sebuah tangan melayang dan mendarat lalu merosot ke belakang rambut. Devan mengelus kepala calon teman hidupnya seraya mengatakan, "Tak perlu khawatir, saya selalu bertanggung jawab dengan apa yang saya lakukan. Eum sepeti perkataan kemarin."

Blush

Naya merasa geli oleh perkataannya. Meskipun tak bisa dipungkiri bahwa kini membuat pipi nya sempurna merona bagai merah jambu!

Tetap saja ia masih canggung dan tak tahu harus menjawab apa ataupun menyingkirkan elusan pria yang tak kunjung berhenti. Sejenak ia merasa meninggalkan sesuatu. Alisnya kini menekuk dengan otak yang fokus bekerja,  membuka ingatan yang Naya lupakan.

...

.....

"Yabai!!! Tadi aku 'kan sedang menunggu Ari untuk pulang bareng ... Ya Ampun berarti sekarang dia pikir aku ngilang. Bodohnya aku!"  Lucu sekali, Naya memarahi dirinya sendiri. (Gawat)

Ya. Naya anak yang sangat pikun. Kejadian baru beberapa menit saja sudah ia lupakan.

Detik itu juga Devan menyadari adanya perubahan aura dari Naya yang tadinya bersedih menjadi lebih suram.

"Ah maaf." Devan mengangkat telapak tangannya. Padahal bukan itu masalahnya.

"Maksud tangan saya hanya untuk menenangkanmu" celetuknya karena merasa bersalah. Sudahlah tadi Naya kini Devan yang merasa bersalah. Apakah meraka memang berjodoh?

Cause of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang