Orang Ganteng

712 102 13
                                    

"Orang ganteng lu jajanin cilok?"

"Iya." Jawab gue tanpa harus merasa bersalah.

Begitu sampai kosan Becca heboh sendiri mendapati gue pulang dianter Ibroh. Secara dengan apa yang sudah terjadi kita bisa akrab banget.

Gue kan ngga tegaan, cuy, orangnya. Jangankan Ibroh, Becca yang sempet mau nyesatin idup gue aja masih gue ajak ngobrol. Gue males memperpanjang masalah.

Langsung aja gue disidang. Itupun secara diam-diam setelah sebelumnya si abang pamit pulang tanpa bertemu Becca yang lagi ngumpet di balik pintu kamar sebelah.

"Besok-besok waras dikit, Oneng. Lu makanlah apapun itu yang mahal. Tambahan gizi biar otak lu pinter." Ngomel persis kayak emak-emak.

"Itu hanya terjadi kalau dia yang bayar, gue mah ogah rugi." Protes gue.

"Trus kemana lagi kalian?" Ini banci bongsor mulai gemes, "ngamar apa villa-villa?"

"Wooo ... Otak lu ngga pernah jauh-jauh."

Semua obrolan ini terjadi di kamar gue yang cuma sepetak, dalam keadaan pintu tertutup. Di lantai beralaskan karpet terhampar bungkusan kuaci, krupuk seblak, beberapa kaleng minuman dingin, dan gorengan-sogokan biar gue ngga ngambek plus mau buka mulut-selain makan.

"Tapi, beneran, Nek, ye ngga diapa-apain?" Pura-puranya si banci khawatir.

Gue sendiri tak tahu diri mulai usil, "gini, Ca, tadi itu ..."

Wajah si banci mulai berbinar, senang dapet bahan ghibah buat dishare besok-besok. "Iya, chynta."

"Gue ngga enak ceritanya."

"Dienakin aja, gue yakin kok kalian pasti sama-sama enak." Mulutnya mangap disumpel remahan krupuk.

"Dia nanyain duit yang kemaren."

Pusing ngga tuch!

"Aduch gimana ya?" Mendadak panik, sempat-sempatnya juga keselek.

"Emang dah habis?" Tanya gue sambil kasih minum.

"Udah." Setelah habis satu kaleng dan kaleng berikutnya diembat juga.

"Buat apa?"

"Nambel tetek gue," ujarnya pongah pakek nunjukin dada yang makin gede sebesar buah melon ukuran jumbo.

"Trus gimana donk?"

"Ya gimana lagi ya, Cyn. Lu bantulah kawanmu satu ini."

"Ngga mau, takut dosa."

"Eehh ... Chynta, lu belum tahu sich rasanya, kalau dah sekali main ehmm ... endank bambank gulindank. Apalagi gadun sekelas Ibroh, idup lu bakal terjamin dunia akhirat."

"Bener juga ya, Nek," gue mulai ikutan gila, "di dunia bahagia ria, di akhirat tersiksa. Noh jaminannya, dah cepetan balikin duitnya. Kalo ngga awas lu!"

"Nih, lu bawa!" Becca nyodorin teteknya, "mau yang kiri-apa yang kanan?" Dimainin itu tetek kayak bakpao nempel.

Yah mana gue doyan kale .... Gue juga punya, biarpun kecil.

***

Tanpa Jwa tahu.

***

Tengah malam perut Ibroh melilit perih, ini sudah tiga kali ia bolak-balik kamar mandi. Matanya pengen merem, tapi rasa sakit memaksanya untuk terus terjaga.

Di atas ranjang ia meringkuk memegangi perutnya, peluh yang bercucuran membuat kaos yang dipakainya basah. Ada bunyi-bunyian bergemuruh dari dalam perut yang mulai protes dan menyuruhnya beranjak dari buaian ke kamar mandi. Duduk meringkuk sampai pagi.

Wajah Jwa terbayang di pelupuk mata, bukan karena rindu, tapi geram mengingat ini semua karena perempuan itu menjejalinya dengan cilok ndower super pedas. Dari bumbu kacang campur saus pedas ditambah isian potongan cabe dalam cilok semua itu meracuni perutnya. Orang lain mungkin terbiasa dengan semua itu, tidak dengannya.

***

____Nyang harusnya disensor____

Detik berubah menit, menit-menit jadi setengah jam sampai keajaiban itu datang. Pertama rasa panas di ujung lalu suara gemuruh disusul-BRUUUUTTTT ....

Baru sekali dalam hidup si abang, ini semua terjadi. Untung ndak ada yang tahu, kecuali Tuhan dan kalian yang baca #ups

Jangan bilang-bilang ya!🤭

***

26.04.20

JwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang