Ngga lucu. Ngga lucu! Ngga lucu-ngga lucu, Ngga lucu!!
Berryl ngga lucu!
Dia ngga bisa ngancam gue kayak gini. Ikut apa kata dia kayak makan buah simalakama, gue stay dia keluar. Gue ngga mungkin bisa hidup tenang. Kesannya gue murahan banget gitu, dah dilecehin masih tetap kerja ama itu orang dan ngga tahu diri banget ngebiarin gitu aja orang yang baik banget sama gue keluar. Sebaliknya, kalo gue yang keluar, Berryl juga ngga bakal nyaman. Orang dia habis nonjok Pak Bos, ngga mungkin si bapak akan tinggal diam, dan ingatlah gue yang bakal ora duwe pemasukan, pasti lebih menderita.
"Mas, kalo mau aku mengaku salah. Ok, aku minta maaf, tapi untuk keputusan seperti itu kita berdua perlu berpikir jernih."
"Wa! Kamu masih mau bertahan? Pria itu ngga bener. Istrinya saja pergi ninggalin dia dan kamu perlu tahu pria itu masih sah suami orang."
Bininya kabur, tapi Ibroh masih suami orang. Gue mikir ini gimana maksudnya? Mereka belum resmi pisahan?
Pelakor donk gue?
Tapi, mereka dah otw cerai.
Sah-sah aja kalo gue deketin.
Tapi, kalo bininya ngajak balikan dan gue cuma pelarian gimana?
Yang pasti rugi banyak gue donk.
Logika sama hati gue terus berperang. Ngebikin perasaan gue mendadak resah. Berryl terus bicara tentang apa yang ia tahu tentang Ibroh. Sesuatu yang tidak menyenangkan. Sesuatu yang enggan gue percaya.
"Pria itu bejat, Wa. Dia dah biasa mainin perempuan. Kamu pikir kenapa istrinya lebih memilih pergi?"
Suasana pesta masih riuh, orang-orang tak peduli dengan adu mulut yang terjadi antara gue sama Berryl. Gue juga coba menegaskan, Gue khilaf, gue minta maaf. Tolong jangan persulit keadaan dengan memberi pilihan yang sulit buat gue.
"Aku juga ngga bermaksud seperti itu." Amarah Berryl mulai mereda, "jujur aku ngga rela lihat kamu dimainin. Aku udah anggep kamu kayak adek sendiri. Kamu tahukan rasanya jadi aku."
Dan, lo tahu rasanya jadi gue?
Kecut!
Apa yang Berryl katakan tak lebih dari sebuah peringatan-jangan ngarepin gue, kita sodaraan aje.
Trus pengen sama yang lain ngga boleh. Mendingan tadi gue kelelep aja di kolam."Aku antar pulang."
"Ya," dimana jawaban pasrah ini dibarengi tangan gue yang digandeng Berryl. Dah ngga ada rasa, biasa aja.
Males di-adek-kakak'in.***
Disaat yang bersamaan.
Ibroh sendiri liatin Jwa dari jauh. Interaksi antar keduanya-Berryl sama Jwa mengundang banyak pertanyaan dalam benak abang. Asumsi yang paling masuk akal, mereka berdua ada hubungan spesial dan Beryll marah karena cemburu.
Ia belum lama mengenal keduanya, belum terlalu jauh untuk tahu apa yang sebenarnya terjadi. Hubungan ketiganya benar-benar ngga lucu. Berryl yang berusaha ngejaga Jwa, Ibroh yang larut dalam suasana, dan Jwa yang lagi apes. Antara dua lelaki tampan yang dia taksir- satu sudah menegaskan hubungan antara keduanya, satunya lagi salah paham. Kemungkinan besar akan mengambil langkah mundur.
Semoga tidak #berdoa
***
Lima Mei Dua Puluh Dua Puluh
KAMU SEDANG MEMBACA
Jwa
RandomGue ngga suka nonton sinetron, apalagi yang kejar tayang. Kalian tahu kenapa? Karena idup gue jauh lebih drama dan semua karena satu orang.