Memantapkan Hati

614 105 24
                                    

Sebelum besok menjadi hari yang akan menentukan masa depannya, di sepertiga malam, Al yang tengah dinas dua puluh empat jam, menyempatkan diri salat Istikharah di masjid rumah sakit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebelum besok menjadi hari yang akan menentukan masa depannya, di sepertiga malam, Al yang tengah dinas dua puluh empat jam, menyempatkan diri salat Istikharah di masjid rumah sakit. Di sana suasana sangat tenang, tak terlihat orang selain Al. Dia duduk di tengah masjid sendiri, kedua tangan menengadah.

"Ya Allah, jika memang Engkau sudah menentukan jodoh hamba dan kali ini adalah wanita yang tepat untuk hamba, lancarkanlah segala urusannya. Mantapkan hati hamba, jangan ada keraguan," ucap Al berusaha ikhlas menerima jalan yang sudah diberikan orang tua serta teman baiknya.

Lantaran hatinya belum benar-benar tenang, Al kembali melakukan salat Istikharah hingga hatinya benar-benar tenang. Dia juga tak putus berdoa demi memantapkan pilihannya kali ini.

Di tempat lain, tepatnya di kamarnya, Lili juga melakukan salat Istikharah. Dia memantapkan hatinya untuk menerima pria pilihan kakaknya. Usai salat beberapa rakaat, Lili berdoa sangat khusuk.

"Ya Allah, ya Tuhan-ku, Engkau lebih tahu yang terbaik untuk hamba. Apabila bukan dia yang menjadi pendampingku, semoga dia menemukan wanita yang terbaik. Jika memang besok adalah waktuku untuk memutuskan pendamping hidup, hamba mohon, berikan keikhlasan untuk merelakannya. Jangan beri hamba keraguan."

Hati Lili belum mantap, usai berdoa, dia kembali berdiri, lalu melakukan salat lagi sampai hatinya merasa tenang dan lega. Setidaknya Lili mempersiapkan diri untuk menghadapi kenyataan yang mungkin tidak sesuai dengan yang dia impikan selama ini.

***

Sejak pagi, pulang dari dinas, Al belum sempat istirahat dan tidak bisa tidur karena gelisah. Hari ini merupakan pertemuan Al dengan perempuan yang dipilihkan papanya dan Rizky. Begitu mobil sampai di parkiran pesantren, jantungnya semakin berdebar-debar tak keruan. Kedatangannya bersama kedua orang tua disambut baik oleh keluarga besar Kiai Dahlan. Kini mereka semua duduk lesehan di ruang tamu rumah Kiai Dahlan.

Setelah berbincang basa-basi antar kedua keluarga, waktunya Ilham menyampaikan niat taaruf yang akan dilakukan putranya kepada putri bungsu Kiai Dahlan pada siang itu.

"Tidak mengurangi rasa hormat saya kepada keluarga besar Kiai Dahlan, saya selaku ayahanda Aldevaro Iqbal, ingin menyampaikan, bahwa putra saya berniat untuk mengenal putri bungsu Kiai."

"Saya minta maaf, Dokter Ilham, Ibu Azizah, juga Nak Aldevaro. Sebelum melanjutkan niat baik itu, saya ingin menyampaikan sesuatu," ujar Kiai Dahlan dengan sikap tenang dan senyum yang menyejukkan hati.

"Silakan, Pak Kiai," ujar Ilham sangat sopan.

"Putri saya ini buta dan lumpuh. Apakah keluarga Dokter Ilham masih mau menerimanya?" kata Kiai Dahlan mencengangkan semua orang yang berada di ruang tamu itu. Termasuk Rizky, Fatimah, begitupun saudara-saudari Kiai Dahlan, bahkan santriwati yang diminta untuk menemani Lili, mereka dan Lili duduk di belakang tembok pembatas ruang tamu dan ruang tengah.

MENGEJAR SURGA (KOMPLIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang