Pembahasan berikutnya pun tak lagi membahas lamaran. Namun, sesuai permintaan Kiai Dahlan yang ingin langsung ke tahap pernikahan saja. Karena dia merasa kedua belah pihak sudah mencapai kesepakatan.
Tidak ada persiapan pesta megah dan undangan hingga puluhan ribu. Hampir satu bulan mengurus surat-menyurat yang diserahkan ke KUA, hari ini pun tiba.
Disaksikan keluarga dekat dari dua pihak keluarga dan beberapa santri, ijab kabul pun dilaksanakan sederhana di masjid Nurul Huda yang ada di dalam lingkungan pesantren.
Selama proses ijab kabul, Lili dipisahkan dengan Al. Dia menunggu di sisi lain ruang utama masjid yang digunakan untuk ijab, bersama Fatimah, Annisa, dan santriwati. Tidak ada kebaya maupun riasan tebal. Lili anggun dengan gamis putih hadiah dari Azizah dan jilbab segi empatnya yang senada.
"Umi," panggil Lili lirih.
Fatimah mendekat. "Ada apa, Ly?"
"Ily deg-degan, Umi," ujar Lili berbisik di telinga Fatimah.
"Itu perasaan yang wajar, Sayang," ucap Fatimah sambil tersenyum dan menghapus keringat dingin di kening Lili dengan tisu.
"Tenang, Ly. Jangan tegang," ujar Annisa yang menemani Lili.
Dia genggam tangan Lili erat, senyuman manisnya sedikit membuat Lili tenang. Annisa adalah salah satu teman dekat Lili di pesantren itu.
"Iya, Annisa. Makasih, ya, kamu sudah mau menemaniku. Jadi sedikit tenang, enggak terlalu gugup," kata Lili, lalu menarik napas dalam dan mengembuskan pelan.
Annisa tersenyum dan mengeratkan genggamannya di kedua tangan Lili.
"Kamu cantik pakai gamis ini," puji Annisa tersenyum sangat manis sambil memandang wajah cantik Lili.
"Ah, kamu bisa aja, Nis! Semua wanita itu cantik, Annisa. Kamu juga cantik."
Senyum mengambang di bibir keduanya. Mereka lantas kembali fokus dengan prosesi yang akan mengubah status Lili menjadi istri pria pilihannya.
Sedangkan suasana di ruang utama masjid tampak khidmat. Al yang mengenakan kemeja putih, celana kain hitam dan peci putih didampingi Ilham duduk berhadapan dengan Kiai Dahlan dan diapit dua saksi, salah satunya Kiai Faiz. Di antara para tamu pria yang duduk di ruangan itu ada Lutfi.
"Apa sudah bisa dimulai?" tanya penghulu yang mendampingi ijab kabul pagi ini.
"Insyaallah sudah, Pak," jawab Kiai Dahlan yang telah siap menikahkan putrinya dengan Al.
"Silakan Pak Kiai jabat tangan Bapak Al," ujar penghulu itu.
Kiai Dahlan menjabat erat tangan Al. Meski jantungnya berdebar-debar kencang, Al berusaha tetap tenang agar ijab kabul dapat dilaksanakan sekali tarikan napas dan diucapkan hanya sekali saja.
Kiai Dahlan membaca basmalah, lanjut dengan istigfar dan syahadat. Sekali tarikan napas Kiai Dahlan mengucap, "Saudara Aldevaro Iqbal bin Imam Ilham."
KAMU SEDANG MEMBACA
MENGEJAR SURGA (KOMPLIT)
RomancePemuda lulusan Universitas Al-Azhar, Cairo, sudah satu tahun kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan pendidikaannya S1 Fakultas Kedokteran di Kairo. Aldevaro Iqbal yang sering disapa Al ini telah menjadi dokter di salah satu rumah sakit Islam ibu...