Terungkap

528 92 14
                                    

Minggu sore, Al mengajak Lili jalan santai di taman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Minggu sore, Al mengajak Lili jalan santai di taman. Hitung-hitung pacaran sambil menikmati keramaian taman kota dengan berbagai aktivitasnya, bukan? Al selalu menggandeng tangan Lili sepanjang menyusuri jalan yang rindang.

"Habibi, aku boleh tanya sesuatu?" Lili menoleh sang suami dengan senyuman tipis.

"Silakan." Dengan senyuman yang terbaik, Al membalas senyuman wanita yang saat ini mengenakan gamis biru muda dan kerudung senada.

"Kapan kamu melihatku pertama kali?"

Sebelum Al menjawab, dia melebarkan senyumnya. "Mmm ...." Al sejenak mengingat lagi. "Sejak selesai salat Zuhur, aku mendengar suara wanita mengaji, merdu dan menenangkan hatiku. Entah dapat keberanian dari mana, aku mencari sumber suara itu. Dari celah ukiran dinding, aku melihat kamu duduk di antara wanita-wanita yang sedang menyimak dan mendengarkanmu mengaji."

"Apa kamu lama memperhatikanku?"

"Tidak, dengan cepat aku mengalihkan pandangan. Tapi sejak itu aku sering melihatmu dari jarak jauh."

Hati Lili berbunga-bunga, dia justru mesam-mesem.

"Di Kairo, apa kamu punya teman bernama Safar?"

"Iya, betul. Bagaimana kamu tahu?" Al terkejut sampai menghentikan langkahnya. Lili pun ikut berhenti, mereka saling berhadapan.

Perasaan, Al tidak pernah bercerita tentang teman-temannya saat di Kairo dulu kepada Lili. Bagaimana dia tahu? Al sampai mengerutkan dahi, meminta penjelasan dari istrinya.

"Safar adalah suami Zulaikah, temanku di Kairo, Habibi. Dari Zulaikah, aku tahu kamu, itupun dari kejauhan," papar Lili dengan nada sangat lembut sambil membelai pipi Al.

"Oh, iya?"

Al tak menyangka, ternyata tanpa dia tahu, Lili sudah pernah melihatnya saat dulu di Kairo.

"Tapi Zulaikah tidak pernah memberi tahu namamu. Dia hanya bercerita kalau kamu salah satu mahasiswa berprestasi dari Indonesia. Aku kagum dengan cara kamu berbicara dan menyampaikan pendapat di depan orang banyak. Selalu bersikap tenang meskipun lawan bicara menggebu bahkan ada yang ngotot dan emosi."

"Sampai sejauh itukah kamu memperhatikanku?" Al melirik, menggoda Lili sembari mesem.

Pipi Lili memerah, dia tersipu. "Ah, tidak juga. Itu karena Zulaikah yang selalu menunjukanmu padaku, Habibi," elak Lili agar tidak terlalu kelihatan bahwa dia memang memperhatikan Al dari jarak jauh dulu.

"Tahu gitu dulu aku taaruf kamu di Kairo, melewati Safar dan istrinya." Sedikit rasa penyesalan di hati Al.

Mungkin saat itu Al tidak punya keberanian untuk maju dan mencari tahu lebih jauh tentang Lili.

"Kenapa disesali? Kan sekarang aku sudah menjadi istrimu."

"Setidaknya kalau aku taaruf kamu sejak di Kairo, hatiku tidak gelisah selepas kepulanganmu ke Indonesia. Aku juga tidak perlu lama mencarimu."

"Jadi, kamu mencariku?"

Al mengangguk sambil tersenyum.

"Terus apa kamu menemukanku?"

"Tidak."

"Lalu, kenapa kamu bisa datang ke rumah untuk taaruf?"

"Nah, inilah kejutan dari Allah, Habibti." Al mencolek hidung mancung Lili. Dia mengajak Lili lanjut berjalan sambil menjelaskan, "Jadi, sepulang dari Kairo, aku langsung mencari tahu tentang kamu. Tapi, aku bingung, namamu saja tidak tahu, kamu berasal dari bagian Indonesia mana pun tidak tahu. Aku hanya bisa berdoa sambil diam-diam mencarimu dari akun-akun sosial media. Berharap salah satu foto yang lewat di beranda ada wajahmu. Tapi enggak ada. Aku sudah pasrah. Ternyata di belakangku, Papa mencarikan wanita untukku. Dia menghubungi Dokter Rizy, niatnya meminta bantuan untuk mencarikan santri di pondok pesantren. Saat itu dia mengatakan kepada Papa, kebetulan punya adik perempuan. Terus dia menawariku untuk taaruf."

Lili justru terkekeh sambil menutup mulutnya.

"Kenapa tertawa?" tanya Al keheranan.

"Pertama, aku pribadi tidak pernah main sosial media, HP saja sengaja tidak pegang. Kedua, aku kan sering mengisi tausiah di YouTube official pondok, masak sih kamu enggak pernah melihatku? Ketiga, kenapa kamu tidak tanya kepada Safar?"

Al menggaruk tengkuknya sembari meringis, memamerkan barisan giginya yang rapi. "Mmm ... aku jarang sekali buka YouTube yang mengisi tausiah perempuan, Habibti. Mana aku tahu kamu, Habibti? Apalagi aku juga tidak tahu kalau ternyata istri Safar mengenalmu." Al menangkup kedua pipi Lili.

"Andai saja dulu aku juga tahu, kalau kamu mengenal Safar."

"Memang kenapa?"

"Aku enggak mungkin penasaran dan menunggu kamu lama."

"Menungguku?"

Lili mengangguk.

"Menunggu bagaimana maksud kamu?"

"Sebenarnya, dulu sebelum balik ke Indonesia, Safar dan Zulaikah berencana ingin mengenalkan kita. Awalnya Zulaikan hanya memberikan fotomu padaku, lalu dia memperlihatkanmu kepadaku dari jarak jauh. Jujur saja, melihat sikapmu yang bersahaja, aku sudah yakin dan mau. Tapi, belum sempat Zulaikah memberi tahu namamu dan mempertemukan kita, Abah memintaku segera balik ke Indonesia karena madrasah sedang kekurangan pengajar. Ya sudah, aku balik ke Indonesia dengan rasa penasaran dan harapan yang tidak bertuan."

"Apa itu alasan kamu tidak menerima taaruf dari mereka?"

"Kamu tahu dari siapa?"

"Kakakmu yang cerita. Kamu sudah menolak banyak pria dengan berbagai alasan. Sebab itu, aku minder dan tidak percaya diri ketika ditawari Dokter Rizky taaruf denganmu. Pasti aku juga ditolak, pikirku begitu dulu. Apalagi aku ini orang biasa, anak habib saja kamu tolak, anak kiai besar juga kamu tolak."

"Terus apa yang membuatmu mau?"

"Aku sudah memasrahkan diri sama Allah. Jika memang kamu bukan jodohku, aku ikhlas. Ketika aku sudah pasrah, justru aku ditemukan dengan wanita yang selama ini aku harapkan."

"Itulah takdir Allah, Habibi. Masyaallah, buah kesabaran dan keikhlasan kita."

Al mengangguk, dia merangkul Lili. Mereka berjalan menyusuri taman sambil mengobrol banyak hal. Salah satunya rencana mereka ingin pindah rumah yang sudah selesai renovasi.

Ketika kita sudah berusaha keras, tetapi Allah tidak kunjung memberikan yang kita mau, itu berarti bukan yang kita butuhkan. Allah hanya memberikan apa yang kita butuhkan. Seperti Al dan Lili. Mereka dipertemukan setelah keduanya sudah saling membutuhkan pasangan.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MENGEJAR SURGA (KOMPLIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang