Terpukul mendapat penjelasan dari Al, lagi-lagi Lili menangis tersedu-sedu. Lili duduk di tempi ranjang, sedangkan Al berdiri di depannya. Hampir dua pekan Lili dirawat di rumah sakit, dua hari ini dia di rumah. Kondisinya memang belum sembuh total, bagian kaki yang terkilir masih sering nyeri. Dia berjalan masih menggunakan tongkat.
"Jadi, aku enggak bisa hamil lagi?" ujar Lili lirih, seketika dia sulit bernapas. Dadanya sesak, hanya air mata yang dapat menggambarkan kesedihannya.
"Habibti, jangan bersedih. Apa pun bisa terjadi, kan? Yang penting kita jangan putus asa, kita harus tetap berusaha." Al menangkup wajah Lili sambil mengusap air matanya.
"Tapi aku enggak bisa ngasih kamu keturunan, Habibi. Bagaimana?"
Tangisan Lili semakin memilukan. Dia sesenggukan, beberapa kali menghapus air matanya, tetap saja air bening itu terus keluar tanpa bisa tertahan lagi.
"Aku enggak masalah. Aku masih punya kamu, Mama, Papa, Abah, Umi, keluarga besar kita di pesantren."
Lili mendongak, menatap wajah Al yang meneduhkan, bibirnya tersungging senyum tipis. Meski dalam hati juga sangat sedih, tetapi Al berusaha tabah di depan istrinya.
"Habibi, kamu anak tunggal. Kalau aku enggak bisa ngasih keturunan, bagaimana keluargamu ..."
"Sssst, tenang saja. Mama sama Papa insyaallah bisa memahami. Sudah, jangan banyak pikiran dulu. Kamu masih butuh istirahat." Al mencium kening Lili, lalu memeluknya.
Lili membalas pelukan Al. Dia menangis teisak-isak. "Maafin aku, Habibi. Seandainya waktu itu aku mau diantar kamu ..."
"Jangan menyesali sesuatu yang sudah terjadi. Enggak ada kejadian apa pun yang Allah berikan kepada umat-Nya tanpa sebab dan akibat. Semua yang terjadi dalam hidup kita sudah digariskan Allah. Pasti ada rencana di balik semua ini. Mungkin Allah menyiapkan hal lain yang lebih dari apa yang kita butuhkan."
Inilah yang Lili banggakan dari suaminya. Pikirannya panjang, selalu positif dan bijak. Lili semakin mengeratkan pelukannya. Dia menumpahkan sesak dalam pelukan Al.
***
Minggu pagi, Lili dan Al pergi ke pesantren. Sebagai rutinitas, khusus Minggu mereka mengikuti kegiatan di sana. Terkadang ada pengajian, kerja bakti, dan sebagainya.Dari teras rumah, Lili memperhatikan Al dan Rizky yang sedang mengawasi Hilya bermain di depan rumah. Al tampak bahagia saat menemani Hilya bermain lempar bola. Aura seorang ayah dalam diri Al memancar di mata Lili.
"Li," seru Dila memegang bahu Lili.
"Eh, Kak Dila," ujar Lili menoleh dan tersenyum simpul.
"Kamu lihatin apa?" tanya Dila mengikuti arah pandang Lili tadi.
"Itu, Hilya mainnya seru banget. Sampai ketawa ngakak."
"Oh," jawab Dila manggut-manggut. "Masuk yuk! Bantuin Umi nyusun camilan untuk pengajian nanti."
KAMU SEDANG MEMBACA
MENGEJAR SURGA (KOMPLIT)
RomancePemuda lulusan Universitas Al-Azhar, Cairo, sudah satu tahun kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan pendidikaannya S1 Fakultas Kedokteran di Kairo. Aldevaro Iqbal yang sering disapa Al ini telah menjadi dokter di salah satu rumah sakit Islam ibu...