Enam bulan setelah menikah, rumah Al yang direnovasi selesai. Mereka pun pindah ke rumah itu. Pukul 03.00 WIB Lili membangunkan Al untuk sahur. Sejak menjadi istrinya, kebiasaan Al berpuasa Senin dan Kamis menular kepada Lili.
Menu sahur yang Lili siapkan sederhana, tetapi tetap sehat. Sayur bening bayam, ayam goreng, sambal, pepaya, dan susu. Suasana di ruang makan sepi, hanya dentingan piring yang kegesek sendok. Beberapa kali Al melirik istrinya yang makan sambil menunduk, seperti tidak selera makan.
"Habibti, kamu kenapa?" tanya Al menggenggam tangan Lili di tengah mereka makan.
"Kepalaku pusing, Habibi," ucap Lili sambil memijat pelipisnya.
Segera Al meletakkan sendoknya, lalu mendekati Lili. Dia mengecek kening Lili menggunakan punggung tangan. Sedikit hangat.
"Kita ke kamar yuk!"
"Kamu selesaikan dulu sahurnya. Aku bisa menahannya."
"Tapi ..."
"Habibi, jangan membuang makanan. Mubazir." Lili memotong ucapan Al, dia mendongak menatap Al dengan pandangan sayu, bibirnya tampak pucat.
"Ya sudah, aku selesaikan dulu."
Segera Al kembali duduk dan menyelesaikan makannya, meminum susu yang sudah Lili siapkan, dan memakan pepaya. Setelah itu, dia memapah Lili ke kamar. Namun, baru sampai di tengah tangga, tubuh Lili tumbang. Dia pingsan. Dengan sigap Al membopongnya sampai kamar.
Setelah membaringkan Lili di tempat tidur, Al mengambil stetoskop di tas kerjanya. Dia mengecek denyut jantung Lili serta aliran pada area pembuluh arteri dan vena. Tak cukup itu, Al juga mengambil sphygmomanometer untuk mengecek tekanan darah Lili.
Senyum tipis terukir di bibir Al. Namun, dia tak mau cepat menyimpulkan sebelum terbukti. Dengan sabar, Al menunggu Lili sadar. Al meminta tolong kepada penjaga rumahnya untuk membeli sesuatu ke apotek 24 jam.
Hingga azan Subuh berkumandang, mata Lili mengejap. Pusingnya sedikit reda, tetapi berubah mual.
"Apa yang kamu rasakan?" tanya Al yang sedari tadi setia mendampingi Lili duduk di tepi ranjang.
"Habibi, aku mual, pusing, terus perutku rasanya kayak keram gitu."
Al hanya tersenyum. "Kuat berdiri?"
"Insyaallah." Lili bangun dari tempat tidur.
"Ayo, aku bantu." Al memapah Lili, dibantu ke kamar mandi. Sampai kamar mandi, Lili duduk di kloset. "Habibti, bisa minta tolong?" pinta Al dengan nada suara sangat lembut.
"Apa?" Lili bingung menatap Al yang sedari tadi tersenyum tak jelas.
"Taruh pipis kamu di sini, ya?" Al memberikan wadah seperti mangkuk bening kepada Lili.
Awalnya Lili bingung, tetapi dia tetap melaksanakan permintaan suaminya. Selesai itu, Lili memberikan urinenya kepada Al.
"Buat apa sih?" tanya Lili, lalu mengikuti Al yang membawa mangkuk bening berisi urine itu ke meja rias.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENGEJAR SURGA (KOMPLIT)
RomancePemuda lulusan Universitas Al-Azhar, Cairo, sudah satu tahun kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan pendidikaannya S1 Fakultas Kedokteran di Kairo. Aldevaro Iqbal yang sering disapa Al ini telah menjadi dokter di salah satu rumah sakit Islam ibu...