Penderitaan ku adalah bayangan gelap bagi dirimu, saat kesetiaan menjadi alasan untuk mencampakanku! Aku tak akan lari dari cintamu, yang selalu memasungku
~Rinai Renjana
🎗️🎗️🎗️
Seperti yang sudah di rencanakan oleh Rinai, hari ini ia akan mulai mendekati Anggara. Berharap ia bisa menang dari si cabe, Siska. Ia mengikuti jalan Anggara yang menuju ke arah lapangan indoor, tempat anak-anak SMA Pancasila berlatih taekwondo. Ia mengikuti Anggara dengan mengendap-endap layaknya seorang detektif. Setiap Anggara menoleh ke belakang, ia akan sembunyi dibalik pilar-pilar yang cukup besar.
Anggara masuk ke lapangan indoor dengan baju putih taekwondonya. Ternyata, didalam sudah banyak adik kelasnya yang ingin mengikuti ekstrakurikuler ini. Entah itu karena memang ingin, atau hanya ingin menarik perhatian Anggara. Anggara diperintahkan untuk menunjukkan beberapa teknik pada beberapa juniornya, lalu satu persatu mulai mempraktekkan gerakan yang sudah diajarkan. Ada yang keras, kuat, ada juga yang berlaga seperti kucing kecil yang manja.
Setelah membiarkan para adik kelasnya mencoba gerakan baru, Anggara beralih ke bagian samsak lalu memukulnya dengan sekuat tenaga. Terkadang, teriakan frustasi juga keluar dari bibirnya. Ia membiarkan keringat yang mengalir di pelipisnya. Mencoba menyalurkan semua emosi pada benda dihadapannya ini. Hari sudah sore, dan hari ini ia akan menjenguk adiknya, Rama. Ia beralih duduk dipinggir lapangan, lalu meneguk air mineral untuk menghilangkan rasa hausnya. Hingga seseorang menyodorkan air mineral padanya.
"Nih, buat lho?" Anggara mendongak, siapa cewek di hadapannya ini?
Ia memilih kembali meminum minumannya ketimbang meladeni cewek tidak jelas ini.
"Ya ampun, tangan gue pegel. Terima kek, nih."
Anggara menggeleng, malas mengeluarkan suara.
Tanpa disuruh, cewek dengan iris biru itu duduk tepat disamping kanan Anggara.
"Hai, kak Anggara," sapa Rinai dengan senyum manisnya.Anggara mendengus lalu memalingkan wajahnya.
"Kakak kenal aku kan?"
"Kak, jangan diem aja dong."
"Kak, punya mulut kan. Jawab kek."
"Kak, gue tuh disini, bukan disana."
"Diem!"
Rinai tersentak. Anggara membentaknya. Sudah ia duga.
Anggara bangkit lalu pergi ke kelasnya. Rinai tidak tinggal diam, ia langsung berlari mengejar Anggara."Eh, kak. Jangan sombong dong."
"KAKAK NENGOK DONG, AKU KAN CAKEP."
Anggara tetap berjalan seolah tanpa beban, ia tak menghiraukan teriakan cewek gila dibelakangnya. Hingga cewek itu menghadang jalan nya dengan membentangkan tangan dan kaki yang sedikit melebar didepannya.
"Gue ngos-ngosan tau. Berhenti kek. Gak berperikemanusiaan banget."
"Siapa sih lo?" akhirnya Anggara bersuara
"Gue? Gue Rinai Renjana. Anak kelas 11 bahasa 2. Gue umur 16 tahun. Dan gue masih jomblo."
"Minggir," ucap Anggara lalu melangkah pergi, bahkan sempat menyenggol pundak Rinai.
Rinai mendengus. Ditolak cuy.
Ia kembali mengejar Anggara dengan sedikit berlari. Berbeda dengan cowok itu yang berjalan santai tapi diberkati kaki yang panjang sehingga bisa jalan lebih cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
NABASTALA [COMPLETED]
Teen FictionIni kisah klise tapi sebenarnya penuh permasalahan. Bagaikan bulan yang mengharapkan taburan bintang agar bisa menghiasi gelapnya malam. Si pelanggar peraturan dan si jenius. Dua kepribadian yang sangat berbeda, namun ada maksud di dalamnya. Tentang...