Happy Reading 😊
🎗️🎗️🎗️
Usai pulang sekolah, Rinai masih harus berlatih basket bersama timnya. Matahari masih bersinar cukup terik di atas sana, padahal waktu telah menunjukkan pukul 16.00. Rinai mendribbel bola lalu menggiringnya masuk ke daerah lawan. Melakukan lompatan dan bola masuk tepat di ring lawan. Tim rinai melakukan high five lalu kembali ke permainan. Saat istirahat permainan, Rinai memilih duduk di pinggir lapangan sambil memperhatikan kawannya yang masih ikut bermain. Lalu, kedatangan seseorang membuat rinai menoleh. Aksa.
“Lo ngapain disini?” tanya Rinai.
“Kenapa? Emang ini lapangan punya bapak lo?”
“Ya enggak sih. Maksud gue, seharusnya lo kan gabung sama tim putra.”
“Ada yang mau gue omongin.”
“Apa?”
“Lo masih suka gak sih sama Anggara?”
“Gak tau.”
“Gue harap sih masih.”
“Kenapa memangnya? Mau gue masih suka atau engga kan si Anggara juga gak peduli,” ucap Rinai blak-blakan soal Anggara, lalu ingatannya kembali berputar pada kejadian waktu malam itu.
“Tenang aja, gue masih dukung lo kok.”
“Dukung-dukung, lo kira partai politik?”
“Sa ae lo dakinya Raisa.”
“Ye, si curut. Mana ada dakinya Raisa secantik gue.”
Lalu pandangan Aksa jatuh pada Anggara dan Amelia yang berjalan bersama. Mungkin habus dari perpustakaan, belajar bersama.
“Apa yang lo rasain sekarang?” tanya Aksa pada Rinai. Sedangkan Rinai masih belum tahu bahwa ada Anggara dan Amelia. Matanya masih fokus melihat timnya yang sedang bermain.“Rasain apa?”
“Bego. Itu….” Sahut Aksa lalu memutar badan Rinai menghadap Anggara dan Amelia.
Bertepatan dengan pandangan Rinai, saat itu juga Anggara sedang memandang Rinai. Ada sorot rindu akan suara teriakan pada cewek beriris biru itu. Namun, kejadian di malam itu masih membuat emosi Anggara terkadang naik. Di detik selanjutnya, Rinai malah memalingkan wajah. Dia bangkit lalu meraih tasnya dan di sampirkan dipunggung.“Loh, mau kemana?” tanya Aksa.
“Pergilah. Gue duluan ya?”
“Yaudah. Hati-hati.”
Rinai mengacungkan jempol sebagai jawaban. Lalu dia berjalan berlawanan arah dengan Anggara. Saat melewati Anggara dan Amelia, Rinai berhenti karena Anggara masih memandangnya.
“APA LIHAT-LIHAT?!!” gertak Rinai. Kalem atuh…
“Selesai latihan basket ya?” tanya Amelia basa-basi.
“Selesai mungut. Udah tau pake nanya.”
“Ayo Mel,” ajak Anggara lalu menarik tangan Amelia dan membawanya pergi dari hadapan Rinai.
Rinai mendesis saat melihat punggung Anggara menjauh, “Dasar sombong!” umpatnya.Rinai berjalan menelusuri selasar kelas yang sudah cukup sepi karena hari sudah sore. Angin sekolah masih berhembus perlahan, membuat beberapa rambut Rinai bergoyang-goyang. Saat akan sampai di gerbang sekolah, Rinai melihat Bella dan Kirana sedang mengobrol. Dulu, saat Bella belum marah padanya, mereka bertiga selalu nongkrong di dekat gerbang sembari mengobrol. Rinai memutuskan untuk menghampiri Bella dan Kirana.
KAMU SEDANG MEMBACA
NABASTALA [COMPLETED]
Dla nastolatkówIni kisah klise tapi sebenarnya penuh permasalahan. Bagaikan bulan yang mengharapkan taburan bintang agar bisa menghiasi gelapnya malam. Si pelanggar peraturan dan si jenius. Dua kepribadian yang sangat berbeda, namun ada maksud di dalamnya. Tentang...