4. Papa Berubah

38 7 0
                                    

6 tahun lalu

Keluarga kita masih utuh
Kamu masih ada di sisiku

6 tahun yang lalu juga

Kamu pergi selama-lamanya
Kamu meninggalkan aku dan anak-anak kita

Seharusnya kamu tak usah repot-repot mengambil bola Rendra

Andai saja waktu bisa diatur
Aku akan mengulang masa 6 tahun lalu di taman

Aku ingin lebih mengawasi Rendra
Aku akan menjaga kamu dan keluarga kita

Agar sekarang kamu masih di sini
Agar saat ini kamu masih di sisiku
Agar saat ini keluarga kita masih utuh

Hendrawan

Papa telah menyelesaikan tulisannya. Ia menatap buku itu dengan sendu. Otaknya seakan menyuguhkan nostalgia dengan istrinya.

Dia membuka lembaran lama. Manik matanya memandangi tulisan yang sangat indah. Tulisan milik Mama.

Ya, itu adalah buku diary mereka berdua, apapun yang terjadi, mereka menuliskannya di buku diary itu. Sekarang, hanya Papa yang menulis di buku itu. Hanya Papa sendiri.

***

Papa duduk di sofa sembari membuka koran. Pria paruh baya itu tidak membacanya, hanya sekedar membuka saja.

Pikirannya masih terus tertuju pada istrinya. Ia tak tahu harus memakai cara apa lagi untuk mengikhlaskan istrinya. Ia amat sangat menyayangi wanita itu.

Yang dia tahu sekarang adalah siapa pembunuh Mama.

Menurut Papa, yang membunuh Mama adalah Rendra.

Ia beralibi bahwa jika saja Rendra tidak menendang bola dengan keras, istrinya tidak meninggal waktu itu.

Sebuah alibi yang sangat tidak masuk akal.

"Assalamualaikum!" Salam seseorang dari luar yang membuyarkan lamunan Papa.

"Waalaikumsalam" jawab Papa seraya menurunkan korannya.

2 orang anak masuk rumah. Keduanya tercengang ketika mendapati seorang lelaki yang duduk di sofa. Papa?!

"Eh anak Papa udah pulang. Habis dari mana, Rey?" Tanya Papa dengan ramah.

Rendra menaikkan satu alisnya. Ia tak percaya atas apa yang didengarnya.

"Kak Rendra habis jemput aku pulang les, Pa." Jawab Reyna dengan senyuman yang sangat manis, dibalas dengan senyuman dan anggukan dari Papa.

"Papa kok udah pulang?" Tanya Reyna sambil berjalan lalu duduk di samping Papa.

"Iya, Rey. Papa nggak lembur hari ini." Lagi-lagi, Papa bersikap ramah.

"Oh gitu.. Ya udah, Reyna mau ke kamar ya, Pa" Pamit Reyna lalu berjalan menaiki tangga.

Kini di ruangan itu hanya tersisa Papa dan Rendra. Suasananya berubah seketika menjadi hening.

Tak ada yang berinisiatif memulai pembicaraan. Rendra semakin dibuat bingung. Mengapa Papa ramah pada Reyna sedangkan bersikap acuh tak acuh pada Rendra?

Are We Siblings? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang