6 tahun lalu
Keluarga kita masih utuh
Kamu masih ada di sisiku6 tahun yang lalu juga
Kamu pergi selama-lamanya
Kamu meninggalkan aku dan anak-anak kitaSeharusnya kamu tak usah repot-repot mengambil bola Rendra
Andai saja waktu bisa diatur
Aku akan mengulang masa 6 tahun lalu di tamanAku ingin lebih mengawasi Rendra
Aku akan menjaga kamu dan keluarga kitaAgar sekarang kamu masih di sini
Agar saat ini kamu masih di sisiku
Agar saat ini keluarga kita masih utuhHendrawan
Papa telah menyelesaikan tulisannya. Ia menatap buku itu dengan sendu. Otaknya seakan menyuguhkan nostalgia dengan istrinya.
Dia membuka lembaran lama. Manik matanya memandangi tulisan yang sangat indah. Tulisan milik Mama.
Ya, itu adalah buku diary mereka berdua, apapun yang terjadi, mereka menuliskannya di buku diary itu. Sekarang, hanya Papa yang menulis di buku itu. Hanya Papa sendiri.
***
Papa duduk di sofa sembari membuka koran. Pria paruh baya itu tidak membacanya, hanya sekedar membuka saja.
Pikirannya masih terus tertuju pada istrinya. Ia tak tahu harus memakai cara apa lagi untuk mengikhlaskan istrinya. Ia amat sangat menyayangi wanita itu.
Yang dia tahu sekarang adalah siapa pembunuh Mama.
Menurut Papa, yang membunuh Mama adalah Rendra.
Ia beralibi bahwa jika saja Rendra tidak menendang bola dengan keras, istrinya tidak meninggal waktu itu.
Sebuah alibi yang sangat tidak masuk akal.
"Assalamualaikum!" Salam seseorang dari luar yang membuyarkan lamunan Papa.
"Waalaikumsalam" jawab Papa seraya menurunkan korannya.
2 orang anak masuk rumah. Keduanya tercengang ketika mendapati seorang lelaki yang duduk di sofa. Papa?!
"Eh anak Papa udah pulang. Habis dari mana, Rey?" Tanya Papa dengan ramah.
Rendra menaikkan satu alisnya. Ia tak percaya atas apa yang didengarnya.
"Kak Rendra habis jemput aku pulang les, Pa." Jawab Reyna dengan senyuman yang sangat manis, dibalas dengan senyuman dan anggukan dari Papa.
"Papa kok udah pulang?" Tanya Reyna sambil berjalan lalu duduk di samping Papa.
"Iya, Rey. Papa nggak lembur hari ini." Lagi-lagi, Papa bersikap ramah.
"Oh gitu.. Ya udah, Reyna mau ke kamar ya, Pa" Pamit Reyna lalu berjalan menaiki tangga.
Kini di ruangan itu hanya tersisa Papa dan Rendra. Suasananya berubah seketika menjadi hening.
Tak ada yang berinisiatif memulai pembicaraan. Rendra semakin dibuat bingung. Mengapa Papa ramah pada Reyna sedangkan bersikap acuh tak acuh pada Rendra?
KAMU SEDANG MEMBACA
Are We Siblings?
General Fiction"Apa kita benar benar saudara kandung?" Sebuah pertanyaan yang selalu menghantui Rendra dan Reyna, kakak beradik yang mendapat kasih sayang yang berbeda dari Papanya. Bagaimana bisa? Keadaan semakin parah ketika Reyna secara tiba-tiba membenci Ren...