7. Pesan Papa

28 10 0
                                    


"Assalamualaikum" ucap orang tersebut sambil memandangi Papa dan Tante bergantian dengan tatapan getir.

Tante yang mendengar ada seseorang yang masuk langsung melihat ke arah pintu, begitu juga dengan Papa.

Alangkah terkejutnya Tante Zakia ketika mengetahui siapa orang yang datang.

"Rendra..." Ya, orang tersebut adalah Rendra yang sedari tadi telah mendengar pembicaraan mereka.

"Jadi itu alasan Papa selama ini benci sama aku?" Tanya Rendra. Tubuhnya bergetar.

"Aku nggak pernah sedikitpun berniat untuk membunuh Mama. Aku juga nggak sengaja nendang bola itu. Semua itu murni kecelakaan, Pa." Lanjut Rendra dengan mata berkaca-kaca.

Tante hanya bisa menunduk tak tahu harus berbuat apa. Sedangkan Papa, ia seakan tak menerima pembelaan putranya. Di matanya penuh makna kebencian. Rendra beranjak dari tempatnya dan berjalan menuju kamar. Tangannya menghapus air matanya dengan kasar, entah kenapa saat ini ia merasa sangat lemah dan cengeng.

Sedangkan Papa, lelaki itu juga memasuki kamarnya dan membanting daun pintu sekuat tenaga.

Tante terdiam, dia beralih menuju fotonya dengan Mama yang tersimpan rapi di samping TV. Ia mengelus foto Mama dengan halus. Tetes demi tetes air mata meluncur bebas dari pelupuk matanya.

"Maaf Kak, aku gagal jalanin amanah yang Kakak kasih ke aku" sesal Tante lalu memeluk foto tersebut dengan hangat. Ia sangat menyesal, ia merasa bahwa dirinya telah mengecewakan Kakak iparnya.

"Tante kenapa nangis?" Tiba-tiba Reyna datang dan memeluk Tante erat. Pelukan yang dapat sedikit menenangkan.

"Aku ambilin minum, ya" ujar Reyna lalu pergi dari hadapan Tante menuju dapur.

Tante Zakia memutuskan untuk duduk di sofa dan menyenderkan kepalanya. Tangannya masih setia memegangi foto tersebut.

Lalu Reyna datang dengan membawa segelas air putih dan menyerahkannya pada Tante. Setelah itu, Reyna ikut duduk di samping Tante.

"Reyna kok cepat mainnya?" Tanya Tante sambil menyeka air matanya.

"Iya, soalnya tadi nungguin Kakak balik ke Taman lagi, tapi Reyna tunggu nggak balik-balik, ya udah deh Reyna ikutan pulang juga."

"Memangnya tadi kenapa Rendra pulang duluan?"

"Tadi itu di Taman ada tukang es krim, terus aku mau beli, tapi nggak bawa uang. Jadi Kakak pulang duluan ambil uang. Aku tunggu lama, nggak datang-datang. Tapi Kakak udah pulang beneran kan?"

"Udah kok, tadi Rendra ke kamar."

"Oh, ya udah kalo gitu, Reyna ke kamar Kakak dulu ya, Tante."

Tante hanya mengangguk kecil seraya menatap kepergian Reyna.

Setelah sampai di depan kamar kakaknya, Reyna mengetuk pintu dan meminta izin untuk masuk. Setelah diizinkan oleh sang empu, dia masuk dan menghampiri Kakaknya yang sedang duduk diam di kursinya.

"Kakak kenapa nggak balik lagi ke Taman? Reyna udah nunggu lama."

"Maaf ya, tadi Kakak lupa. Lain kali ya beli es krimnya" jelas Rendra.

"Tadi Tante nangis di bawah. Aku tanyain kenapa, tapi Tante nggak jawab."

"Terus sekarang Tante masih di bawah?"

"Iya"

Rendra langsung turun ke bawah diikuti Reyna di belakangnya. Ia melihat Tante yang sedang menatap foto di tangannya. Sesekali air matanya menetes.

Are We Siblings? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang