SEMANIS TEH

322 25 1
                                    


Semenjak hari itu, aku dan mas nuca semakin dekat. Dulu setiap kali bertemu dikampus hanya bisa melihat dia saja tanpa bertegur sapa, sekarang kita selalu menyempatkan untuk menyapa, bahkan menanyakan kabar masing-masing setiap harinya.

Semakin lama aku mengenalnya semakin aku mengagumi sosok laki-laki yang sekarang berada didepan ku ini. Iyaa, malam ini kita berkumpul kembali untuk mengunjungi rumah salah satu dosen untuk meminta bimbingan beliau dalam pengerjaan PKM ini. Kita sudah janjian untuk berkumpul didepan kampus terlebih dahulu biar bisa berangkat bersama. Aku berboncengan dengan ziva, mas ola menggunakan sepeda motor sendiri dan mas nuca bersama seorang laki-laki yang tingginya tak jauh berbeda dengan mas nuca namun aku belum pernah melihat dia sebelumnya. Sampai mas nuca mengenalkan laki-laki itu pada kita karena dia rasa kita menatap laki-laki itu dengan penuh tanya.

"Ohh iyaa, kenalin. Ini dru. Adek ku"

"Halo. Aku Tiara" sambutku dengan mengulurkan tangan diiringi dengan senyuman.

"Dru mbak" dia membalas senyum ku yang ternyata baru ku sadari, senyumnya tidak kalah manis dengan senyum kakaknya.

"Aku ziva"
"Aku ola" mereka bergantian menyalaminya.

"Ya udah, gimana sudah siap semuakan?" Tanya kak ola yang hanya kita jawab dengan anggukan.
"Ayok berangkat"

"Budallllll" jawab kita serempak.

Kita pun melajukan motor dengan kecepatan rata-rata. Kita memang memilih untuk santai saja karena jarak rumah dosen yang tidak terlalu jauh dengan kampus.

Sesampainya dirumah dosen, kita dipersilahkan untuk duduk, mas ola didepan dosen, ziva disamping mas ola, disamping ziva mas nuca, karena kursinya tidak cukup, alhasil aku duduk dilantai tepat dibawah mas nuca. kita disuguhkan teh serta camilan ringan. Ahh baik sekali dosen ku yang satu ini. Seperti yang sudah-sudah, hanya mas ola dan ziva yang serius mendengarkan penjelasan dosen, aku dan mas nuca hanya cekikikan gak jelas sambil terus mengunyah. Aku dan mas nuca memang punya kesamaan, kita sama-sama sengklek. Kalau sudah bercanda suka gak tau tempat.
Ketika aku berniat buat minum, mas nuca tiba" memanggilku dengan suara lirih,
"Dek, coba lihat aku" dia memasang ekspresi datar sambil mengupil. Aku benar-benar tidak bisa menahan tawa ku sampai-sampai aku tersedak. Aku batuk tidak hentinya membuat semua terkejut dan mas nuca memukul-mukul pelan punggungku sambil cekikikan.

"Mas nucaaaaaa, ihh kalau aku mati kesedak gimana? Smean mau tanggung jawab" protesku dengan muka merah karena kehabisan nafas.

"Hahaha. Iyaa maaf dek"
"Kok bisa smpai kesedak gitu sih tii, kamu minumnya gak hati-hati sih" ziva terlihat khawatir.

"Mas nuca tu ziv ngeselinnnn"
Aku menatap mas nuca dengan tajam.
"Peperangan masih berlanjut kawan" ku berikan senyum licik ku padanya.
Mas nuca hanya tertawa dan melet pada ku.

"Udah-udah ayok lanjutin lagi" tegur dosen kita sambil tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

10 menit berlalu

Mas nuca mengambil teh yang berada didepannya. Pikiran licik ku mulai meronta-ronta. "Waktunya aku balas dendam" batin ku.

"Mas nuc," mas nuca menoleh pada ku .
Huekkk
Aku pura" muntah didepannya.
Mas nuca tak bisa menahan tawanya,
Byurrrrrr. Hmmm..
Dia menyemburkan teh yang ada dimulutnya. Sialnya teh itu menyembur dikepalaku karna posisiku tepat berada dibawahnya.

"Mas nucaaaaaaaaaaa" teriak ku tanpa bisa mengontrol suara.
"Dek maaf maaf" mas nuca mengambil tissu sambil tertawa terbahak-bahak.
"Ya Allah. Ini sih senjata makan tua" rengek ku.
Semua tertawa terbahak-bahak tanpa terkecuali. Aku hanya bisa menahan malu.

"Maaf ya dek" mas nuca mengelap wajah ku yang sudah sangat basah karna semburan mautnya.

Degh degh

Jantungku mulai tidak bersahabat karena perlakuan mas nuca padaku. Jarak wajah kita terlalu dekat. Tolongggg.
Mas nuca tersenyum.
"Ternyata teh bisa bikin pipi merah ya?"

Aku kaget dan berusaha menormalkan detak jantung ku agar terlihat biasa aja.
"Sini aku lap sendiri aja"

Mas nuca melebarkan senyumnya.

"Kalian berdua ini gak enak ya kalau diem bentaran aja" mas ola menatap kita dengan jengah.
Dan kita yang ditegur pun hanya bisa cengar cengir saja.

"Ya sudah, sepertinya juga kalian sudah bosan duduk-duduk disini dari tadi. Lagian kalian sudah paham semua kan?" Dosen kita menenangkan. Kita hanya mengangguk yang menandakan bahwa kita paham.
"Kalau begitu kita permisi saja pak. Sudah malam juga" pamit ziva.
"Terima kasih banyak pak dan maaf sudah mengganggu dan merepotkan" sambung mas nuca.

"Iya tidak apa-apa"

"Assalamu'alaikum pak" kita keluar dan menuju garasi tempat sepeda kita diparkir.

Kita mulai berlalu meninggalkan komplek perumahan dosen dan menuju tempat tinggal masing-masing.
Sesampainya dikosan.

"Tii. Kamu sama mas nuca ngapain aja sih dari tadi? Cengengesan aja, gak enak tau sama pak ali" tegur ziva.

"Iyaa maaf ziv, mas nuca itu yang mulai duluan"

"Kamu sama mas nuca itu sama aja" ziva memutar bola matanya dengan malas.

"Hihihi, ziv ternyata ada yang lebih koplak dari aku. Aku bener" kaget loh mas nuca ternyata se receh itu. Ampuuuuunnn dah" aku dan ziva tertawa tak henti-henti mengingat kejadian dirumah dosen tadi.
Mas nuca memang sosok yang pantas dikagumi, dia sosok yang baik, pintar, sopan, dan tentu saja lucu. Dia tak henti-hentinya membuat ku kagum. Ingettt hanya kagum, tidak lebih. Karena dia juga sudah punya pacar.

Malam ini aku putuskan untuk menginap dikosan ziva karena sudah terlalu malam untuk pulang.
Aku merebahkan tubuh ku diranjang samping ziva. Aku menutup hari ini dengan senyuman hingga aku benar-benar terlelap.

"Terima kasih ya Allah. Kau mengirimkan banyak orang-orang baik disekelilingku. Hingga aku bisa menjalankan hari ku dengan penuh canda dan tawa"

                                                                         

Enjoyyy the story guys.. maaf kalau jelek.💕

Dia yang menyakitiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang