Pernah enggak sih? Kamu merasa hidup ini hampa, kosong, mau jadi sesuatu tapi ternyata sesulit itu.
Pernah enggak sih? Kamu merasa iri setengah mati melihat orang-orang yang sudah berlari begitu jauh sementara kamu hanya jalan ditempat.
Jika kamu pernah merasakannya maka kita sama.
Usiaku dua puluh tahun saat ini, sedang menempuh pendidikan strata satu semester lima dan saat ini sedang jenuh jenuhnya kuliah.
Teman-teman biasa memanggilku keja, bukan karena namaku reza pake imbuhan ke- ya. Sejak usia lima tahun seingatku semua orang memanggilku begitu tapi sampai saat ini aku enggak tau kenapa orang-orang saat itu memanggilku begitu padahal nama asliku Kesya centauri. Yap, benar sekali, nama belakangku berasal dari salah satu bintang yang jauh disana proxima centauri, yang membutuhkan waktu beberapa tahun untuk menyampaikan cahayanya ke bumi.
Akhir-akhir ini aku merasa hidupku begitu kosong.
Bukan, bukan karena keluargaku tidak harmonis. Aku sangat bersyukur keluarga intiku baik-baik saja dan menyenangkan.
Teman?
Seiring bertambahnya usia aku baru sadar dengan kemampuan sosial ku yang jauh dibawah rata-rata, cukup sulit kumiliki.
Kuliah?
Ya gitu gitu aja bangun siang malas mandi tapi harus, lalu jalan ke kampus jika beruntumg tidak tertidur di kelas karena malamnya sulit tidur.
Pacar?
Hahahaha becanda kali,
lucu asli.
Iya aku enggak punya.
Jangankan pacar, laki-laki yang dekat denganku sebagai seseorang yang berniat menjadikan aku pacarnya saja tidak ada.
Cantik?
Ya yang aku rasa sih ya, enggak tau kata orang lain mukaku biasa aja untungnya aku hanya merasa sedikit jelek, sedikit ya enggak banyak-banyak.
Sejak lulus SMA aku benar-benar merasa sangat menyesal tidak menikmati masa SMA-ku dengan baik dan tidak belajar dengan baik juga, karena aku tidak diterima di universitas negri. Sakit hati? enggak ah biasa aja. enggak deh bohong, aku sangat sakit hati mungkin ini lebay tapi ya emang gitu rasanya merasa bodoh, tidak berharga, masa depan suram, menyesal. Asli, sangat sangat menyesal kenapa Keja kamu tidak berusaha dulu supaya masuk negri. Tapi yasudah, mau bagaimana lagi ini semua sudah terjadi mau bagaimana lagi mau sampai kapan memegang perasaan begitu.
Semakin bertambah usia semakin menyadari cara kerja dunia ternyata, tidak seindah yang kupikirkan ketika TK. Orang-orang tidak sebaik itu ketika kamu tidak punya apa-apa. Pendidikan yang tidak dijalankan dengan usaha hanya buang buang waktu, uang, dan peluang. Bukan berarti tidak ada hal baik dalam hidup ini, hanya saja hidupku saja yang tidak menarik dan tidak kubumbui dengan menarik. Semakin bertambah usia aku sih inginnya makin cantik, makin kaya, makin banyak teman, makin populer, dan makin menyenangkan, menjadi orang dewasa yang kuharapkan hidupnya seperti hayalanku masa anak-anak.
Tentu saja terlepas dari semua hal buruk yang kujalani aku punya teman. Satu, yap betul sekali satu. Bukannya aku sombong, hanya saja entah kenapa hanya dia yang menemaniku menjalani hari-hari kampus membosankan ini. Enggak deh, memangnya aku setidak berguna itu aku juga menemani dia. Namanya Maret Tomodaci. Gilee bener enggak sih namanya, emang ditakdirkan jadi temanku di bulan maret tapi ternyata tidak. Katanya, dia dinamai begitu karena ibunya yang bekerja di rumah sakit punya teman orang jepang bernama Haruka dan ingin anaknya bisa cantik seperti temannnya itu dan bisa menemani ibunya si maret sampai nanti tutup usia, makanya dinamai ada tomodacinya artinya teman dalam bahasa jepang. Kalau maret karena ayahnya lahir bulan maret, bukan dianya ya tapi ayahnya katanya sih supaya ada unsur ayahnya di nama Maret Tomodaci.
Perlu diketahui Maret ini orangnya pandai bercanda baik dengan orang lama maupun orang baru dalam hidupnya, masih berhubungan baik dengan teman SMAnya yang harus kuakui, sesolider itu. Dia punya pacar namanya Soni Oktoberian, enggak tau kenapa dinamai begitu, enggak pernah nanya, dan enggak interest juga. Mereka sudah lama pacarannya, kata Maret mereka enggak pacaran. Tapi enggak bisa cari laki-laki lain juga dan memiliki komitmen bersama katanya, enggak taulah itu disebut apa pokonya gitu.
Soni ini indekos bersama teman Maret yang lain, namanya Mawang Setiawan. Sunda banget enggak sih namanya? Tapi serius namanya Mawang Setiawan. Bukan Mawang yang rambutnya badai itu ya. Berbeda dengan Mawang yang memiliki karir di dunia musik, Mawang yang kukenal ini seorang debater tapi pake bahasa Indonesia ya debatnya enggak tau lah itu pokonya. Kenapa aku mau maunya bahas si mawang ini? Karena mawang setiawan ini ada hubungannya dengan hari-hariku nantinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Proton
ChickLit"Keja bodoh! tidak ada hal baik dalam dirimu," ucapku di depan cermin. Seandainya saja aku proton, barangkali elektron mau mengelilingiku, mencari keseimbangan yang bisa kuberi. Sayangnya, bahkan aku tidak lebih baik dari hal sekecil proton. Tidak a...