Sulap

5 0 0
                                    

Apabila seseorang tidak ingin bersama dengan kamu, bukan berarti beberapa orang lain di bumi pun begitu.

---

Langit masih saja gelap, angin yang tadinya biasa saja sudah semakin dingin. Siang itu air langit masih terus turun. 

Aku dan Mawang yang sedang berjalan-jalan santai tiba-tiba harus berjalan cepat untuk berteduh menghindari hujan yang perlahan mulai besar. Akhirnya kami memutuskan untuk duduk di cafe yang ada di Maribaya. 

Ada meja di antara kami, aku menghadap Mawang begitu pun sebaliknya. 

Kami bercerita banyak hal mulai dari perjalanan kami tadi sampai kesanku ketika melihat Mawang pertama kali, lama-lama kami hanya diam menikmati suara hujan.

"Ja, aku bisa sulap dong," ucapnya tiba-tiba membuyarkan lamunan ku.

Aku tertawa dengan pernyataan Mawang yang begitu tiba-tiba. Kemudian aku alihkan perhatianku padanya,

"Oh ya, sulap apa?" tanya ku.

"Taruh tanganmu di atas meja dalam keadaan terbuka begini," ucap Mawang sembari mempraktekan gerakan yang ia maksud.

Aku meletakan tangan kananku diatas meja dalam keadaan telapak tangan di atas. "Begini bukan?" tanyaku.

Mawang mengangguk, kemudian tersenyum. Ia menunjukan kedua tangannya yang kosong. "Lihat, kosong kan?" tanyanya.

Aku menganggukan kepala ku. 

Kemudian Mawang membawa kedua tangannya ke belakang tubuh dan menunjukan kembali ke hadapanku dalam keadaan terkepal dua-duanya. 

Kemudian meletakan tangan kirinya yang terkepal diatas tangan kanan ku. 

Aku serius memperhatikannya, kemudian dia tertawa.

"Taraaaa," ucapnya, sembari membuka kepalan tangan itu.

Tahu apa? Tangan itu kosong seperti di awal. 

Kemudian Mawang menggenggam tangan kananku. 

Aku tertawa, lepas sekali tawa ku sore itu. 

Di sisi lain aku merasa tidak tahu bagaimana aku harus bersikap. Apa aku harus marah? Tapi aku tidak marah, tapi seharusnya marah tidak ya?

Entah bagaimana, akhirnya aku tarik tanganku "ya ampun tangan ku digenggam," ucap ku dalam hati.

Mawang hanya terus tertawa, aku malu sekali. Kemudian ku tepuk bahunya "Huuu itu mah kamu genit," ucapku.

Masih dengan tawanya "ya emang wlee," memeletkan lidahnya.

----

Hujan berhenti, aku dan Mawang memutuskan untuk pergi saja dan berniat menonton film di Braga. Sebelum pulang, kami berniat menebus foto tadi di booth dekat pintu keluar.

Di booth petugas bertanya spot foto mana yang fotonya hendak kami ambil. 

Mawang bilang "swiming three." 

Aku dan petugas pun tertawa. 

Karena harusnya nama spot itu "Swing Three" bukannnya swiming berenang. 

Mawang sepertinya malu tapi ikut menertawakan kesalahan itu "Ehehehe iya bang maksudnya Swing Three itulah," ucapnya.

Setelah proses itu, Mawang dan aku melihat-lihat foto kami sambil menertawakan foto kami yang sangat uh- enggak- banget itu.

Setelah aga lama memilih, kami memutuskan untuk mengambil tiga foto.

Siang itu kami memutuskan untuk kembali ke Bandung kota, dan menonton di Braga City walk. Saat itu, film Black Phanter sedang hits. Kami juga sangat ingin menonton film itu.

Ketika itu, uang Mawang habis jadi aku yang bayar.

"Kamu dulu aja ya yang bayar, nanti aku ganti," Ucapnya.

Aku sih tidak keberatan, walaupun sebenarnya kata Deva dan Mezza teman SMAku selalu bilang untuk tidak mengeluarkan uang sepeser pun untuk laki-laki. Habis gimana lagi.

"Iya, nanti kalo nonton lagi kamu yang bayar," Jawabku.

Mawang tertawa "Berarti ada nonton selanjutnya ya, hehehe," Ucapnya.

"Iya, pokonya harus." Jawabku, ikut tertawa.

Sayang, ketika di tempat tiket ternyata tempat duduknya sudah hampir penuh sehingga kami pun terpaksa duduk paling depan.

Yang mana pastinya, posisi itu memungkinkan leher kami sakit karna harus aga mendongak. Aku adalah salah satu orang yang ketika menonton film akan sangat fokus dan menghabiskan semua perhatian tertuju ke film. 

Di pertengahan film Mawang berbisik "Ja dingin ga?" ucapnya.

Aku tidak begitu merasakan suhu ketika itu, akhirnya aku rasa-rasa sepertinya iya memang dingin, kemudian aku jawab "iya, dingin," jawabku.

Mawang menawarkan tangannya "sini tangannya," ucapnya

Aku terdiam, aga kaget. Tidak pernah ada laki-laki yang menawarkan tangannya padaku.

"Biar kaya di film-film," sambil terkekeh.

Entah kenapa moment itu lucu sekali bagiku, kemudian aku hanya tertawa dan bilang "ga usah, gapapa." kemudian, memasukan kedua tanganku ke saku jaket yang aku pakai.

Mawang dan aku terkekeh pelan, kemudian kembali mengalihkan fokus kami ke film.

Ketika film selesai, tidak terasa hari sudah sore. 

Mawang bilang mau mengantarku pulang. Aku mengiyakan ajakannya tapi, tidak sampai di depan rumah.

ProtonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang