Serakah

8 0 0
                                    

Kebutuhan akan selalu ada. Entah itu perhatianmu, atau sekedar kamu menemaniku.

---

Satu-satunya spesies manusia yang masih hidup dimuka bumi ini adalah homo sapiens. Homo berarti manusia dan sapiens berarti cerdas, bijak, masuk akal. 

Akal, 

Yup, manusia punya itu. 

Dengan segala potensi yang luar biasa itu manusia bertahan hidup, melihat, berfikir, dan sebagainya. 

Sayangnya, ada hasrat tertentu dalam diri merasa tidak sebaik orang lain, harus lebih baik dari orang lain. Manusia kebanyakan tidak suka dibandingkan dengan manusia lainnya, aku tidak bisa berbohong, akupun demikian. 

Sayangnya, aku sendiri yang membandingkan diriku dengan manusia lainnya. Hidup ini ada standar sosial yang sangat membebani dan bodohnya baru kusadari saat usiaku menginjak 20 tahun. Bukannya aku sudah merasa baik, tidak sama sekali, tapi berusaha menjadi manusia yang lebih baik ternyata sangat penting. Aku tidak pernah merasa puas atas apa yang kumiliki, sebut aku tamak kalau bagimu aku begitu.

Perasaan rendah diriku semakin hari semakin mengganggu keseharianku. Aku malu bersosialisasi dengan orang baru, entah mengapa padahal belum tentu juga orang yang baru ku kenal membayangkan aku enggak pake baju kan, emang gitu suka geer anaknya. Serius tapi, ada perasaan canggung yang menggebu dalam diri yang meluap kala aku bersosialisasi dengan orang baru. 

Canggung, 

Satu kata yang meruntuhkan piramida keinginanku untuk punya teman. Temanku sedikit, itu dari dulu hingga sekarang dan aku tidak merasa rugi hingga akhirnya sekarang ketika kuliah dimana teman lain merasa temannya berkurang maka temanku hilang.

Ingat Mawang?

Setelah sebelumnya balas-balasan story, kali ini dia jadi orang yang cukup menyenangkan untuk jadi teman berbicara. Ketika itu libur kuliah dan rumah bagiku aga membosankan ketika liburnya tiada henti, aku enggak bohong meski liburan sangat menyenangkan tapi ketika terlalu berlebihan? Sepertinya tidak.

Siang itu aku pulang ke Bandung, aku membuat story di instagramku tiba tiba sebuah notifikasi muncul, ada DM dari Mawang dia bilang.

"Ges balik maneh?" (lo udah pulang) tanyanya.

"Ngges, comfortable pisan siah imah maygat," (udah, comfort banget deh rumah omaygat, jawabku) Iya maygat aja bukan oh my god ga tau dah jadi apa artinya.

"Alus atuh, selamat maneh, urang mah teu betah di imah da," (bagus deh, selamat, gue sih enggak betah di rumah) balasnya.

Aku sempat terheran Mawang bilang begitu, mungkinkah kisah selanjutnya sperti FTV dimana Mawang enggak betah dirumahnya karena ada masalah di rumahnya yang berat, akhirnya kutanyakan.

"Naha?" (kenapa?)

Surprisely, tau Mawang jawab apa?

"Te betah we, parem lampu wae," (enggak betah aja mati lampu mulu) katanya.

Sangat diluar ekpektasi. 

Ketika itu tahun 2018, sepelosok apa rumahnya sampai sering mati lampu. Berbekal rasa penasaran aku tanya.

"Emang imah maneh dimana? Nyingcet pisan?" (emang rumah lo dimana? Pelosok banget?) tanyaku.

"Jampang, nyaho teu? Lewengna sukabumi," (Jampang, tau enggak ? Hutannya sukabumi) katanya.

Aku tidak tau, sumpah tidak tahu. 

Chating pun berlanjut dari mulai membahas Jampang, Ujung genteng, Geopark Ciletuh, Cina, Amerika, Afrika, Selat malaka, selat sunda, Brunei Darusalam eh enggak deh, intinya aku dan mawang membicarakan banyak hal hingga mantanku satu-satunya ketika SMP. 

Aneh rasanya, canggung yang biasanya aku rasa sudah tidak terasa. 

Sayangnya, hanya berlaku sama dia. Coba manusia di bumi semuanya bisa bikin enggak canggung gini. Eh akunya saja ya yang membuat diri sendiri canggung.

ProtonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang