Lembang

5 0 0
                                    

Menurutku air hujan terkena paham fasis. 

Kenapa? 

Karena ketika awan sudah sangat jenuh menampung air, awan enggak mau tau pokonya tetesan air hujan harus jatuh mengikuti kehendak awan. Kemudian hujan juga tidak mau pokoknya ia memerintahkan orang-orang dibawahnya berteduh atau kehujanan sekalian tanpa mau dibantah. 

Begitu pun hari kamis siang itu. 

Hujan turun seakan tak peduli aku dan Mawang yang terjebak di bangku cafe Maribaya. Setelah hari dimana aku menceritakan ditembaknya aku oleh Mawang, Maret malah mengirimkan screenshot chating-ku dengan Mawang ke pacarnya, Soni. Sudah gila kali si Maret, kubilang jangan bilang-bilang juga. Soni sempat mempublikasikan isi chat itu di status Whatsapp-nya jelaslah Mawang malu dan bilang padaku. Aku menyesal tapi bodo sih toh dia yang malu disini peranku sebagai perempuan yang didekati dan so soan enggak baper hehe.

Teringat kejadian tadi,

Setelah kejadian itu Mawang menepati tujuannya untuk membuatku merasakan main bersama pacar. Mawang yang sedang di kosan, kosannya daerah Tangsel pula dengan sengaja ke Bandung rumahku.

 Enggak deh, gila aja mau diberhentikan kuliah mungkin aku sama mamahku. 

Kita janjian di daerah Cileunyi. Aku salah satu orang yang jarang menggunakan angkot. Kalau tidak terlalu perlu mending naik angkutan umum lain atau motor saja. 

Maksudku, seperti umumnya angkot didaerah lain. Setahu aku, angkot di daerahku memiliki segudang perokok yang tidak memperhatikan kenyamanan orang lain sesama pengguna angkot. Beberapa preman kadang sudah langganan menjual sesuatu kepada supir dengan bayaran yang menghabiskan keuntungan sang supir angkot, belum lagi perasaan diperlakukan bukan manusia dengan disebut "muatan" atau supirnya ugal-ugalan rebutan "muatan".

Sesampainya di Cileunyi aku menyebrang. 

Aku kirim chat ke Mawang.

Ngomong-ngomong, karna sudah pacaran yang tadinya bilang maneh urang jadi aku kamu. 

Awalnya geli luar biasa, tapi anehnya rasa geli itu dibarengi dengan perasaan aneh sejenis senang tapi aga teriak tertahan. 

Kutanya Mawang dia sebelah mana "Wang kamu dimana? Aku udah sampe nih" 

Saat aku melihat sekeliling, seorang laki-laki dari arah depan restoran nasi padang melambai-lambaikan tangannya. 

Aku perhatikan dia yang memperlihatkan giginya dari kejauhan dengan tersenyum. 

Lama kuperhatikan laki-laki itu mendekat. 

Setelah makin dekat, baru kusadari itu Mawang dengan jaket jeans biru pudar dan rambut yang aga rapi dan kulitnya yang lebih putih dari terakhir bertemu sebelumnya. 

Entah kenapa, mendadak ada yang berbeda perasaan yang kurasa saat itu. 

Sedikit tapinya. 

Aku diam tidak ikut menghampirinya, Mawang tersenyum dengan menampakan giginya dihadapanku. 

Aku masih diam, bingung mau bicara apa. 

Padahal dari tadi di angkot aku sudah meyakinkan diri jangan canggung tapi malah canggung begini. Refleks karena melihatnya tersenyum aku pun senyum.

"Oh angkotnya berenti disitu ya? Kenapa enggak bilang, tau gitu aku enggak usah puter balik," ucapnya.

Aku gugup, tapi enggak tau kenapa seolah semua suara yang ingin kukeluarkan ditahan oleh segerombol orang berseragam lalu mereka bilang jangan-bicara-bodoh.

ProtonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang