dua puluh satu

2.4K 83 0
                                    

Semenjak kejadian malam itu, Xena menjadi pribadi yang paraniod. Apa-apa inginnya ditemani oleh seseorang. Seperti sekarang, kantornya yang semula seruangan dengan Erica, disulap menjadi seruangan dengan Vrans. Hebat bukan?

"Jangan takut lagi." Ucap Vrans tanpa menoleh sedikit pun. Tatapannya lurus meneliti dokumen yang dikirim Erica untuknya.

Untung saja kepintaran Xena tidak memudar akibat amnesianya. Jika tidak, Vrans yakin seratus persen Leo akan menendang gadis itu keluar perusahaan. Persetanan dengan apa yang telah dilakukan gadis itu terhadap kemajuan Luis Company. Untuk apa memperkerjakan seseorang yang sama sekali tidak memiliki kemampuan? Hanya membuang-buang waktu saja.

Xena melirik Vrans. Ia rasa apa yang dikatakan laki-laki itu benar mengenai dirinya yang dulu sangat mengejar-ngejar laki-laki itu. Kalian tau? Ia mulai merasa nyaman dengan Vrans. Sudah dua bulan semenjak kejadian kecelakaan itu yang membawa kabar buruk amnesia di otaknya. Satu bulan itu juga Xena merasakan perjuangan Vrans yang tulus.

"Lo--, makasih udah sebaik ini sama gue."

Vrans menoleh dan menatap Xena dengan sayang. Sepertinya ia sudah mulai terbuai dengan hubungannya dengan Xena saat ini. Seorang Vrans Moreo Luis akhirnya memiliki kekasih dan beruntungnya bayangan tentang Klarisa seakan sirna perlahan-lahan.

"Aku-kamu, Xena."

Xena mendengus. Se-over protective itu Vrans sekarang. Ia tidak boleh berbicara kasar, tidak boleh bertemu dengan Niel walaupun dalam pertemuan itu Niel sedang bersama Orlin -- menurut pengakuan Vrans, dulu Niel suka kepadanya -- dan ya, lagipula manusia macam apa yang merebut kekasih sahabatnya? Dia? Merebut Niel dari Orlin? Jahat sekali, percayalah ia tidak seperti itu.

Dengan memori yang perlahan kembali, ia juga mulai mengingat kedekatannya dengan Orlin dan Erica. Tapi belum sampai masa berat ketika dirinya dan Orlin berantem mengenai Niel. Mungkin otaknya masih belum membiarkan dirinya sakit kembali.

Percayalah, jika kecelakaan itu tidak terjadi, mungkin ucapan Orlin mengenai dirinya yang tidak jauh berbeda dari sampah akan sekalu terbayang dalam pikirannya.

Kalian tahu? Rasanya lebih sakit.

"Iya, iya, aku kamu." Ucap Xena sambil berdecak sebal. Lihat, sekarang Vrans terkekeh dibuatnya.

"Sudah lapar? Mau pesan junkfood?"

Mata Xena berbinar. Siapa yang berani menolak makanan siap saji yang menggugah selera? Katanya sih junkfood tidak baik bagi kesehatan. Tapi manusia mana sih di muka bumi ini yang berani menolak kelezatan Big Mac? Ia rasa tidak ada.

"Tentu, aku lapar sekali!!"

Vrans mengangguk, lalu meminta tolong pada Erica untuk memesankan dua porsi Big Mac dan Americano untuknya. Ketahuilah, semenjak dirinya mengejar-ngejar Xena, seluruh pekerjaannya terbengkalai begitu saja. Membuat dirinya harus bergadang demi mengejar ketertinggalannya. Bisa-bisa di amuk oleh Leo nantinya. Jadi, ia butuh kopi. Butuh kamu juga boleh.

Xena tersenyum senang. Lalu kembali menatap layar laptopnya. Ia pikir memiliki kekasih seperti Vrans akan menyebalkan dan menuntut ini itu, tapi dia salah. Vrans terlalu baik terhadapnya. Entah apa maksud dari laki-laki itu, tapi jujur saja, hatinya menghangat ketika mengingat kelembutan Vrans padanya.

Tanpa Vrans sadari, ia melupakan perjanjian 6 bulan yang dibuatnya tiga bulan yang lalu. Ada di chapter 2 kalau kalian lupa sama surat perjanjiannya.

"Tidak buruk juga menjadi kekasihmu."

...

Seorang Gadis membanting gelas yang ada di nakas samping brankarnya. Ia menatap laki-laki itu dengan bringas, seperti bersiap membunuhnya.

"Gagal?!"

Laki-laki yang berada dihadapannya tertunduk dalam. Mungkin ia lalai, namun jangan salahkan ia sepenuhnya.

"Maaf."

Gadis itu berdecak sebal. Kali ini rencananya gagal total. "Aku tidak mau tau, habisi dia segera."

Dengan mengangguk patuh, laki-laki itu duduk di sofa yang berada tidak jauh dari brankar gadis itu.

"Kayaknya aku perlu menyamar dan mendekatinya secara perlahan, bagaimana?"

Terlihat gadis itu sedang menimang-nimang apa yang di tawarkan laki-laki yang kini sedang meminum sekaleng minuman isotonik.

"Sepertinya tidak buruk, aku setuju."

Laki-laki itu mengangguk, lalu mamakai topi berwarna hitam polos untuk menutupi setengah bagian wajahnya, entah untuk apa. Ia bangkit dari duduknya lalu menatap gadis itu dengan dalam. Pancaran aura pembunuh tercetak jelas disana.

"Cepat atau lambat, akan segera selesai. Kamu harus sabar."

"Dan aku tidak pernah sabar menunggu kematian seorang Xena Carleta Anderson."

...

🎵Oh, ey

You don't know, babe
When you hold me
And kiss me slowly
It's the sweetest thing
And it don't change
If I had it my way
You would know that you are

You're the coffee that I need in the morning
You're my sunshine in the rain when it's pouring
Won't you give yourself to me
Give it all, oh

I just wanna see
I just wanna see how beautiful you are
You know that I see it
I know you're a star
Where you go I follow
No matter how far
If life is a movie
Oh you're the best part, oh oh oh
You're the best part, oh oh oh
Best part

It's the sunrise
And those brown eyes, yes
You're the one that I desire
When we wake up
And then we make love
It makes me feel so nice🎵

Lagu Daniel Caesar - Best part. Menggema di setiap sudut kamar Vrans. Laki-laki itu paham mengenai kebiasaan buruk Xena yang mendengarkan lagu di pagi hari dengan suara yang memekakkan telinga.

Ya, semenjak kejadian yang membuat Xena paranoid itu juga membuat dirinya ingin menjaga Xena 24 jam. Dan membawa gadis itu untuk tinggal dirumahnya. Ketika Vrans sedang menjelaskan kamar yang akan dipakai Xena saat berada disini, gadis itu merengek untuk tidur satu kamar dengan Vrans. Dengan alasan rumah sebesar ini hanya ada satu orang chef, satu orang bartender, dan sepuluh orang pelayan. Yang mungkin saat malam hari mereka sudah tertidur pulas. Membuat Xena takut jika tiba-tiba laki-laki yang sempat mengejarnya itu membobol pintu masuk dan menculik dirinya tanpa sepengetahuan Vrans.

Terdengar bodoh memang, tapi kalau kalian diposisi Xena pasti akan melakukan hal yang sama dengan gadis itu.

Dan disinilah mereka.

Xena yang sibuk menyisir rambutnya, berkutat dengan cermin besar dihadapnnya sambil bernyanyi layaknya sedang berada di atas panggung dan mengadakan konser. Gadis pluto yang menyebalkan.

Mau tidak mau, Vrans bangkit dari tidurnya. Selama mereka tidur bersama -- ah bukan tidur bersama lebih tepatnya tidur seranjang --, ia lebih suka memakai kaos t-shirt daripada bertelanjang dada seperti sebelumnya.

Begitu juga dengan Xena yang memilih kaos milik Vrsns yang sangat kebesaran di tubuhnya. Menghindari pakaian minim supaya tidak terjadi hal-hal yang buruk.

Vrans mendekati tubuhnya dengan tubuh Xena yang membelakanginya, tapi tetap saja terlihat di pantulan cermin. Laki-laki itu mendekatkan mulutnya ke telinga Xena, lalu berbisik. "Kalau mau konser, nanti aja, ini masih kepagian, sayang."

Jangan ditanya seperti apa perasaan Xena kini, biarkan hanya dirinya dan Tuhan saja yang merasakan ini.

...

Next chapter...
️❤️❤️❤️❤️❤️

Happy reading ❤️

Enjoy

Huft, seru juga kalau ngetik lagi dapet banyak inspirasi,hihi.

Makasih yang udah stay sejauh ini.

My Coldest CEO [TERSEDIA DI WEBNOVEL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang