Fanya Natalina Khairunnisa. Panggil aja Fanya, Fan, Nya. Terserah, senyaman orang yang memanggilnya.
Bisa dibilang, gadis itu primadona sekolah. Cantik, jago olahraga, juga pintar dalam bidang IPS. Terutama sejarah---ia sangat menikmatinya. Setidaknya itu yang bisa kita ketahui darinya.
¤▪¤
"Terakhir, yang seratus... Fanyaaa! Alhamdulillah, semangat terus."
Bu Indah tersenyum pada seorang gadis yang duduk di kursi belakang, tepat bagian tengah.
Teman-teman sepermainannya menyoraki senang dari belakang begitu Fanya berdiri, hendak mengambil ulangan hariannya.
"Wedeh, Fanya lagi."
"Wihhh."
"Nard, pacar lu tuh," goda salah satu anak laki kepada temannya di bawah hiruk-pikuk.
Tapi, Fanya tidak dengar. Tidak peduli.
Sorakan masih melantang, spontan hal itu membuat Fanya tersenyum tipis. Ia tidak tahu ada apa dengan pikirannya hari ini.
"Sst! Sudah, sudah!" Bu Indah menenangkan kelas hingga berangsur reda dalam keheningan.
Setelah Fanya mengambil kertas, ia kembali duduk.
Tentu, sebagai guru yang tidak ingin ada iri-irian antarmurid di sekolah, Bu Indah menambahkan kata-katanya.
"Yang lain, jangan sedih kalau tidak mendapatkan nilai yang diinginkan. Kita semua di sini belajar, toh. Yang belum memenuhi target nilai, tingkatkan motivasi belajarnya, ya! Nonton Youtube belajar kek, motivasi, apa kek. Yah, meski IPS nggak masuk UN. Tapi, kalo jodohnya memang di IPS, mau bagaimana lagi?"
Ada yang menanggapi dengan kekehan dan juga anggukan. Sementara itu, Fanya diam seribu bahasa. Ada rasa aneh yang tiba-tiba muncul dalam hati dan pikirannya.
Tadi pas maju, gue kayak sombong gak, sih?
....
Eh, lah, kenapa gue tiba-tiba kepikiran?
Tidak, biasanya Fanya tidak seperti ini.... Dan dia enggak sadar, seseorang meliriknya lama dengan tatapan tak terbaca.
¤▪¤
Diliputi oleh mood yang nggak bisa dibilang baik, Fanya tetap ke kantin bersama teman-temannya.
Biasanya mereka berempat bersama Andine. Namun, hari ini Andine membawa bekal sehingga tidak ikut. Akhir-akhir ini Andine cenderung lebih menyukai kesendirian, atau bermain bersama temannya Alie di kelas lain.
Dua teman Fanya itu sibuk membicarakan online shop yang jual barang estetik, sementara Fanya bengong saja.
"Heh Fan, sepupu lo main tuh. Anjay, kece badai! Wuuuhh!" Kinan bertepuk tangan heboh begitu melihat dari jauh Daru yang terjatuh di atas lapangan---akibat terjungkal kaki besar adik kelas. Lusi di sampingnya ikut tertawa lebar, "Parah, sih, lo!"
Fanya tidak menanggapi apapun kecuali kekehan. Ia menoleh sehingga melihat Daru. Ah, jadi ingat surat yang diberikannya kemarin.
Putri.
Katanya Daru, Putri pasti salah loker. Yakin cewek itu nggak tahu kalau ia dan Daru bertukar loker pekan lalu. Dan nama lokernya belum sempat diganti---lebih tepatnya Fanya males, karena untuk menggantinya harus menghubungi penanggung jawab.
"Lo kok diem aja, sih?" tanya Lusi menatap khawatir. Fanya tanpa sengaja melotot lalu tertawa garing, "Haha. Nggak."
"Really?"
"Eh, eh,"
Lusi dan Kinan memberikan perhatiannya ke Fanya. Gadis itu memajukan tubuh, "Misal, ya. Kalian nemu surat di loker kalian. Terus kalian bakal ngapain?"
"Entah. Ngebales?"
"Anonim apa bernama, nih?"
Fanya berpikir sebentar. "Kalo... anonim?"
¤▪¤▪¤
Uwuu, SUNGGUH PENDEK :(
udah kebayang fanya? ^^
Btw, selamat berpuasa bagi yang menjalankan. :D
semoga langgeng sampe maghrib❤
KAMU SEDANG MEMBACA
would you like to share it with me?
Short StoryDisebut aneh oleh orang yang enggak dekat dengannya. Dilabeli berbakat dan penuh semangat oleh orang-orang yang enggak dekat dengannya. Dipanggil banci puluhan kali oleh orang jauh. Sering? Kalau hal-hal itu yang mereka nilai dari luar, maka siapa...