BAB XII : Awal Mula

36 1 0
                                    

Sekolah dan perkuliahan sudah di mulai lagi, saat ini aku sudah kelas 3, dan Fani juga sudah mulai kuliah. Berat kata nya, terlalu banyak tugas. Tapi kata ku siap tidak siap ya kamu harus jalani, karena ini sudah menjadi pilihan mu sejak awal.

Aku sudah cukup lama tidak bertemu dengan nya, karena aku belum sempat kesana. Akhir-akhir ini setiap akhir pekan, ayah selalu mengajak kami berlibur terkadang hanya olahraga di rumah. Ibu menyuruh ku mendaftar ke tempat bimbingan belajar, namun aku menolak nya karena yang aku tahu di sana hanya mempelajari Matemtika dan ada beberapa yang mengajarkan Bahasa Inggris. Itu sih setahu ku ya. Namun di sisi lain juga aku benar-benar tidak minat.

Prestasi ku di sekolah biasa saja, tidak bagus dan tidak pula jelek.

Hari ini ada kunjungan Alumni ke sekolah kami, yang aku tahu mereka akan mempromosikan kampus nya masing-masing dan akan memberikan tips dan trik agar di terima di perguruan tinggi negeri.

Saat para Alumni ini masuk mereka menanyakan satu-satu siswa yang ada di kelas, mereka menanyakan jurusan dan universitas mana yang kita ingin kan. Dan saat giliran ku.

“Saya Salfa, ingin lanjut ke UI jurusan Sastra Indonesia.” Kata ku.

Namun yang aku bingung teman-teman malah menertawakan aku, seolah-olah aku tidak mampu untuk dapat masuk UI. Ya, aku sih biasa saja. Namun hati ku yang tidak biasa. Memang semenjak kelas 2 prestasi ku menurun, aku semakin malas masuk. dan sejak saat itu lah aku bukan ketua kelas lagi.

Aku jadi lebih sering menyindiri dan pendiam di kelas, bukan nya apa-apa, aku banyak di buat sakit hati saat berbicara dengan teman sekelas ku. ah, ingin cepat-cepat lulus.

Hari ini pulang lebih cepat karena ada acara Alumni ini.

Aku biasa nya akan kumpul bersama teman yang lain saat pulang sekolah, namun sekarang ini tidak, karena banyak dari mereka yang hanya memanfaatkan kekayaan orang tua ku. Entah mengapa akhir-akhir ini aku sadar dan seperti memiliki kemampuan memilih mana yang baik dan tidak.

“Assalamualaikum, bu.” Kata ku saat tiba di rumah dan langsung mencium tangan Ibu.

“Kenapa dek? Kok kayak nggak semangat gitu sih?” Tanya Ibu.

“Jawab dulu salam ku, bu.” Kata ku mengingat kan Ibu.

“Oh, iya. Hehe. Waalaikumussalam.” Jawab Ibu.

“Memang aku bodoh ya bu?” Tanya ku sambil merebahkan diri ku di Sofa.

“Siapa yang bilang?” Tanya Ibu.

“Ya, tidak ada sih. Cuma tadi saat aku mengutarakan keinginan ku kuliah di UI, banyak teman yang tertawa.” Jawab ku.

“Nak, dengarkan Ibu. Manusia adalah makhluk paling sempurna yang Tuhan ciptakan, memiliki akal, memiliki kemampuan untuk berfikir. Nggak ada manusia yang bodoh. Banyak murid di anggap bodoh hanya karena tidak bisa pelajaran matematika, namun ia sangat berbakat di bidang olahraga. Lalu apakah pantas ia di panggil bodoh? Ada yang lebih menyukai sastra, seni, musik dan sebagai nya. Namun ia lemah dalam hitung-hitungan, bisakah ia di panggil bodoh? Tentu tidak, setiap manusia memiliki takdir nya masing-masing.” Jujur, perkataan ibu barusan membuat ku hampir menitikkan air mata.

“Apakah aku boleh jadi apa saja, bu?” Tanya ku.

“Silahkan, ibu dan ayah mu tidak akan melarang, selagi itu baik dan yang terpenting halal.” Jawab Ibu.

Aku langsung bangun dan memeluk Ibu.

“Terima kasih, bu.” Kata ku.

“Sama-sama. Ganti pakaian, lalu makan.” Kata ibu.

Cinta SejatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang