BAB XVI : Pemimpin Baru

36 2 0
                                    

Sudah satu pekan berlalu, aku dan Salsa entah apa status nya, kami tidak memikirkan itu, yang penting kami harus terus bersama.
Saat aku sedang di kelas, sedang belajar mata kuliah Ilmu Sastra, tiba-tiba saja kakak ku menelepon ku terus menerus. Aku pun mengirimi nya pesan.
“Kak, ada apa? Aku sedang di kelas.” Kata ku.
“Angkat dulu sebentar, penting.” Balas kakak.
Aku pun izin kepada dosen untuk keluar sebentar.
“Pak, maaf. Izin angkat telepon dari orang tua sebentar.” Kata ku.
“Ya, silahkan.” Jawab nya.
Saat aku sudah di luar kelas, aku menelepon kakak lagi.
“Halo, kenapa?” kata ku.
“Fa, bisa pulang sekarang?” Tanya kakak.
“Ada apa, kak?” Jawab ku.
“Ayah, masuk Rumah Sakit.” Kata kakak, suara nya seperti orang yang menahan tangis.
“Ayah, kenapa kak?!” Tanya ku panik.
“Sakit, Fa. Kakak dan Ibu tunggu ya.” Kata nya.
Aku langsung mematikan telepon ku dan kembali masuk dengan wajah yang panik ke kelas untuk izin pada Dosen.
“Pak, maaf. Saya dapat kabar kalau Ayah saya masuk rumah sakit. Saya izin pulang, pak.” Kata ku pada Pak Dosen.
“Innalillahi, iya, silahkan. Kamu hati-hati ya. Semoga ayah kamu di sembuhkan dari penyakit nya.” Kata pak Dosen.
Aku langsung berlari menuju parkiran untuk mengambil motor ku. saat itu aku sambil mencoba menghubungi Salsa. Namun tidak di angkat. Saat aku sampai di parkiran, ia menelepon ku.
“Fa, ada apa? Tadi aku di kelas, ini baru keluar.” Kata Salsa.
“Kamu mau ikut aku ke Jakarta? Ayah masuk rumah sakit.” Kata ku.
“Iya, iya. Aku di gedung C ya.” Jawab Salsa. Aku pun langsung menuju gedung C dengan Motor ku.
Saat tiba di gedung C, aku melihat nya sudah menunggu ku.
“Ayo sa.” Kata ku. ia pun langsung naik dan aku tancap gas menuju kosan.
“Ayah kenapa, fa?” Tanya Salsa.
“Nggak tahu, kakak nggak bilang.” Jawab ku.
Sesampai nya di kosan, aku langsung berlari ke atas untuk menyiapkan apa yang akan aku bawa.
Aku segera turun untuk langsung berangkat ke Jakarta hari ini juga menggunakan motor. Saat di bawah Salsa sudah siap dengan jaket tebal nya dan sarung tangan yang baru aku berikan.
“nggak ada yang lupa kan?” Tanya ku.
“Nggak, yuk jalan.” ia pun naik dan mengenakan helm.
Sepanjang jalan kami tidak banyak mengobrol karena aku harus cepat dan fokus, aku benar-benar khawatir kondisi ayah saat ini. Aku bahkan tidak terpikir untuk berhenti istirahat, yang ku pikirkan hanya Ayah saat ini.
Seperti nya Salsa merasa takut dan khawatir dengan cara berkendara ku.
“Fa, pelan-pelan dong. Aku takut.” Kata salsa.
“Pegangan Sal, aku benar-benar ngga tenang saat ini.” Jawab ku.
Ia lalu memeluk ku erat. Dan tiba-tiba saja, di depan ada mobil yang putar arah sembarangan, aku yang dalam keadaan cepat benar-benar terkejut, spontan aku menarik rem tangan dan menginjak rem kaki dengan sangat keras. Motor ku langsung hilang keseimbangan dan hampir terjatuh, beruntung aku bisa mengendalikan nya dan akhirnya terhenti. Pengemudi mobil tersebut lalu turun dan meminta maaf pada ku.
“A, maaf, maaf banget. Saya nggak merhatiin jalan.” Kata nya.
“Iya, iya nggak apa-apa, lanjut, lanjut.” Kata ku dengan nafas yang tersengal-sengal.
“Tuh, makanya pelan-pelan, Fa. Aku takut. Aku lebih baik turun kalau begini.” Kata Salsa yang terlihat hampir menangis.
“Iya, maaf.” Kata ku sambil meminggirkan motor untuk menenangkan diri.
Tangan ku sangat sakit saat itu karena menarik rem terlalu keras.
“Sa, sakit banget tangan aku. kamu yang bawa deh motornya.” Kata ku.
“Tapi aku nggak terlalu bisa pakai motor seperti ini, fa.” Jawab Salsa. Ia memang sempat aku ajarkan saat di Jakarta, memang ia bisa, namun tidak terlalu lancar.
“Nggak apa-apa, pelan-pelan aja. Aku nggak kuat kalau harus bawa lagi.” Kata ku.
Ia akhirnya yang membawa motor nya, sempat mati beberapa kali, karena memang benar-benar harus seimbang antara gas dan kopling. Namun ia akhirnya bisa menjalankan nya, walau tidak terlalu cepat, ini sudah cukup baik untuk seorang pemula.
Kami pun mampir sebentar ke SPBU untuk mengisi bahan bakar.
“Sal, nanti aku yang bawa ya. Udah nggak terlalu sakit kok tangan ku.” Kata ku.
“Serius nggak apa-apa? Aku masih kuat kok bawa nya.” Jawab Salsa.
“Jangan, kamu sudah lumayan jauh bawa nya, nanti pegal-pegal. Lagian juga ini sebentar lagi sampai.” Kata ku. kami memang sudah di daerah Bekasi saat itu.
Kami pun melanjutkan perjalanan dengan aku sebagai pengendara nya, sebenarnya tangan ku masih sakit, namun aku tidak mau kalau salsa juga harus sakit.
Setelah setengah jam sejak tadi isi bahan bakar, kami pun tiba di Rumah sakit pukul 21:00. Aku langsung menghubungi kakak.
“Kak, ini aku sudah di bawah.” Kata ku.
“Iya, iya. Kakak jemput ya.” Jawab kakak.
Setelah menunggu, akhirnya kakak datang. Kami bertiga langsung menuju kamar ayah.
Saat di sampai, di kamar sudah ada Ibu menunggu di sisi ayah sambil tertidur. Ku bangunkan ibu perlahan, karena aku tahu pasti ia lelah.
“Bu, bangun, biar aku yang jaga ayah.” Kata ku.
Ibu pun terbangun dan tersenyum melihat ku. aku dan salsa pun mencium tangan ibu.
“Kita bicara di luar, yuk.” Kata Ibu.
Akhirnya kami bertiga keluar dari kamar, sedangkan kakak di dalam menjaga Ayah. lalu Kami duduk di bangku yang ada di depan kamar ayah.
“Fa, kamu sudah tahu ayah kenapa?” Tanya Ibu.
“belum bu.” Jawab ku.
“Sudah beberapa bulan belakangan ini, ayah kamu mengidap penyakit hepatitis.” Kata Ibu.
“Hepatitis apa itu apa, bu?” tanya ku.
“Infeksi hati. Ayah sudah menjalani beberapa pengobatan, dan di nyatakan sembuh total. Namun tadi pagi tiba-tiba saja ayah kembali merasa sakit. Ibu akhirnya menemani ayah untuk periksa, setelah di periksa ternyata hasil nya lebih parah, kini hati ayah sudah benar-benar rusak dan tidak berfungsi.” Ibu menjelaskan sambil mengeluarkan air mata.
Aku yang saat itu ingin menangis, berusaha keras untuk menahan nya. Lalu aku memeluk ibu agar lebih tenang. Salsa yang ada di sebelah kiri ibu pun ikut memeluk nya.
“Lalu bagaimana penyembuhan nya, bu?” Tanya ku.
Ibu pun menghapus air mata nya dan menarik nafas panjang.
“Kalau mau sembuh total, ayah harus mengganti hati nya dengan yang baru, namun bisa juga dengan juga dengan mengkonsumsi obat setiap hari, tapi itu tidak akan membuat nya sembuh total, hanya akan membuat nya sedikit lebih baik.” Jawab ibu.
Aku hanya diam dan bingung harus bertindak apa, aku hanya bisa terus berdoa agar ayah di berikan yang terbaik oleh Tuhan.
Aku dan Salsa malah tertidur di ruang tunggu. Ia tertidur dengan menyandarkan kepala nya di bahu ku. kami benar-benar lelah saat itu.
Tiba-tiba kakak membangun kan kami.
“Fa, bangun. Cari makan gih. Biar kakak yang jaga ibu dan ayah.” Kata kakak.
“Ayah belum sadar kak?” Tanya ku.
“Belum, fa. Salsa juga kamu makan ya, kamu pucat banget.” Jawab kakak.
Saat ku lihat jam tangan ku, ternyata sudah menunjukkan pukul 05:00. Akhirnya kami memutuskan untuk Shalat terlebih dahulu baru mencari makan.
Saat sedang makan di kantin Rumah Sakit, kakak menelepon ku dan mengabarkan kalau ayah sudah siuman.
Kami pun bergegas menuju kamar ayah. Kami semua memang senang ayah sudah siuman, namun ia tidak bisa berbicara dengan jelas, ingatan nya seolah-olah hilang, ia lupa siapa saja orang di sekitar nya.
“Sal.. Fa.. Mmm.. Ma.. Na..” Kata nya Ayah dengan suara yang tidak terdengar jelas.
“Ini Salfa, yah. Ini ibu, ini kakak, dan Ini salsa, yah. Insya Allah jadi calon Salfa.” Kata ku sambil menahan tangis. Ayah hanya diam dan mengeluarkan air mata.
Hanya  anak dan isteri nya yang ia sebut-sebut, ia benar-benar melupakan semua orang, kolega, teman, hingga saudara nya sendiri. Aku yang saat itu selalu ingin menangis hanya bisa menahan nya karena aku harus lebih kuat dari kakak dan ibu.
Kami pun bergantian menjaga Ayah, saat aku sedang menjaga ayah pukul 01:00 dini hari. Ibu meminta ku untuk bergantian dan menyuruh ku tidur. Aku pun keluar dan tidur, sedangkan kakak dan Salsa sedang pulang ke rumah ku sejak tadi sore untuk beristirahat di sana.
Saat sedang tidur, tiba-tiba aku terbangun, dan saat melihat jam menunjukan pukul 04:30. Aku langsung bangun dan menuju mushala untuk Shalat shubuh. Aku pun tiba di mushala dan di sana tidak ada siapa pun, aku memang lebih ingin shalat sendiri karena ingin lebih khusyuk dan bisa bermunajat dengan Allah lebih lama.
Namun, saat aku baru mulai takbir rakaat pertama, ada yang menepuk pundak ku, yang berarti ia ingin shalat berjamaah dengan ku. saat salam, aku terkejut ternyata Ayah yang sedang shalat bersama ku.
“Ayah? Ayah sudah pulih?” tanya ku.
“Alhamdulillah sudah, dong. Nih bukti nya ayah bisa Shalat” Jawab ayah.
Aku langsung memeluk ayah dan menangis di pangkuan nya.
“Hehe, anak ayah dari dulu sampai jadi mahasiswa tetap cengeng ya.” Kata Ayah.
Aku pun mulai bangun dan menghapus air mata ku.
“Ayah lebih suka sama yang sekarang, Fa. Dari pada yang sebelum nya.” Kata Ayah.
“Maksud ayah?” Tanya ku.
“Itu, Salsa. Dia teman kecil mu kan?” Kata Ayah.
“Hehe, iya yah. Akhirnya aku sadar maksud ibu tentang definisi cinta sejati.” Kata ku.
“Pesan Ayah, kamu jaga baik-baik orang yang kamu sayangi sebelum ia benar-benar pergi, kamu juga bantu ayah jaga kakak dan ibu, ya.” Kata ayah sambil memegang pundak ku.
Lalu aku pun memeluk nya lagi, aku benar-benar senang dan terharu saat itu.
“Oh, iya. Ayah titip ini, tolong berikan pada ibu mu.” Kata Ayah sambil memberikan sebuah amplop berwarna biru muda.
“Fa, ayah pergi ya, kamu berdoa saja dulu.” Kata ayah sambil berdiri.
“Iya, yah. Nanti aku nyusul.” Kata ku.
“Sudah, jangan cepat-cepat. Kamu nikmati saja dulu.” Jawab Ayah.
Aku pun lalu berdoa dan membiarkan ayah duluan.
Saat aku kembali ke kamar ayah, di sana sudah ada Kakak dan Salsa yang menangis.
“Loh, pada kenapa?” Tanya ku.
“Ayah, sudah nggak ada, fa.” Jawab Salsa yang juga sedang menangis.
“Hah? Maksud nya?” Tanya ku heran.
“Dua puluh menit yang lalu, ayah sudah meninggal, Salfa.” Kata kakak ku sambil terus menangis.
Aku lalu melihat jam tangan ku dan menunjukkan pukul 04:55. Aku benar-benar terkejut saat itu, 20 menit yang lalu aku sedang shalat bersama Ayah. aku langsung diam dan terduduk di lantai, salsa menghampiri dan memelukku. Ku lihat ibu sedang menangis di sebelah tubuh ayah yang sudah tidak lagi bernyawa. Namun aku benar-benar bersyukur bisa berbicara dengan nya sebelum ia pergi.
Akhirnya jenazah ayah di bawa pulang kerumah ku, disana sudah ada saudara ayah memperiapkan semua nya. Proses pemandian pun berlalu, proses pengkafanan berlalu, dan saat ayah akan di shalat kan, aku benar-benar tidak lagi kuat lagi menahan tangis yang sejak tadi aku tahan. Selama proses shalat sampai tiba di pemakaman, aku benar-benar tidak bisa berhenti menangis, sampai akhirnya air mata ku kering dengan sendiri nya.
Saat sampai dirumah, aku ingin mengganti celana ku, dan saat aku sedang mengecek kantung celana ada sebuah amplop yang tadi pagi ayah berikan pada ku. aku langsung turun ke bawah dan memberti tahu ibu.
“Bu, ini apa?” Tanya ku sambil menunjukkan nya.
Ibu pun mengambil nya dan lagi-lagi menitik kan air mata nya.
“Ada apa bu?” tanya ku.
“ini, kamu dapat dari mana?” Tanya ibu.
“Dari ayah, bu.” Jawab ku.
“Ini surat cinta pertama yang ayah mu berikan pada ibu.” Kata ibu.
Saat ibu menunjuk kan nya pada ku, begini isi surat nya,
“Hari ini, aku beranikan menyatakan perasaan ku pada mu Walau hanya melalui surat. Saat pertama kali bertemu dengan mu di SMA, aku yakin kamu adalah cinta sejati ku. mengapa aku bisa berkata seperti ini, karena setiap saat nya aku selalu memikirkan mu, saat pagi membuka mata dan saat malam akan menutup mata. Aku akan selalu siap menerima kekurangan mu dan akan selalu menyukai kelebihan mu, tidak akan ada sedikit pun di hatiku celah untuk membenci mu. Aku mau kamu menjadi teman hidup ku, sekarang dan selama nya.” Isi surat tersebut.
“Bu, bukan nya ini perkataan ibu soal cinta sejati?” Tanya ku.
“Tidak, ibu pun mendapatkan nya dari ayah mu.” Kata ibu.
Hari ini, benar-benar menjadi hari yang mengguncangkan untuk ku. aku kehilangan ayah ku hanya dalam satu malam. Memang, jodoh dan kematian hanya Tuhan yang mengetahui nya.
Ayah, selamat tinggal, semoga engkau di mudahkan segala urusan mu di sana. Hari ini aku resmi menjadi pengganti Ayah sebagai pemimpin dalam keluarga ini.
Aku lalu menceritakan pengalaman ku saat Shalat Shubuh tadi, semua kebingungan dan tidak menyangka. Bahkan ibu tersenyum lega mendengar ku, kata nya “Ayah sudah siap untuk pergi bahkan sebelum waktu kematian nya.”.
Kami berempat tidur di ruang keluarga agar tidak merasa sedih dan kesepian karena kejadian hari ini. Ku lihat wajah Salsa sangat lelah karena sejak kemarin kurang istirahat. Ia hanya tersenyum melihat ku dan akhirnya menutup mata nya dan tertidur.
Keesokan hari nya, tiba-tiba saja ada keluarga Togar mengunjungi rumah ku. ada togar dan wanita itu.
Saat sampai Togar langsung memeluk ku,
“Kau tidak apa, bro?” Tanya nya.
“Aman.” Jawab ku.
“Kau yang sabar ya. Ingat, aku akan selalu ada di sini untuk mu.” Kata nya.
“Iya, Gar. Terima kasih banyak. Bukan nya seharus nya kau Sekolah Militer?” Tanya ku.
“Ahhh, itu nanti lah kita bahas.” Jawab nya.
Lalu aku pun menyalami Ayah dan Ibu nya Togar. Dan tidak sedikit pun aku mau melirik wanita tersebut. Setelah beberapa saat berbincang dengan ku dan Ibu, akhirnya keluarga Togar memutuskan Untuk pulang. Saat aku mengantar mereka ke depan, aku sengaja mengajak Salsa dan menggandeng tangan nya agar tidak terjadi sesuatu. Karena sejak tadi wanita itu terlihat ingin mau berbicara dengan ku.
“Wah, pacar baru kau?” Tanya Ayah Togar.
“Hehe. Iya, om.” Jawab ku.
“Lalu bagaimana hubungan kau dengan Fani?” Tanya nya lagi.
“Gar, tolong nanti kau jelaskan ya.” Kata ku. aku sedang tidak ingin menjelaskan apa pun.
“Siap, Fa. Pah, sudah, nanti aku ceritakan.” Kata Togar pada Ayah nya.
Mereka pun akhirnya pamit dan masuk ke dalam mobil, sampai akhirnya mereka pergi.
Ternyata, Togar saat itu sedikit memiliki Minus pada mata nya, makanya itu lah yang menyebab kan ia tidak jadi ikut pendidikan militer dan akan mengikuti nya tahun depan. Jadi tahun ini akan ia gunakan untuk penyembuhan mata nya.
Saat sedang berdua dengan Salsa di ruang keluarga, aku hanya diam dan terlihat murung, aku benar-benar terus memikirkan ayah.
“Fa, kenapa murung begitu?” tanya Salsa.
“aku benar-benar sudah tidak ada lagi semangat untuk kembali kuliah.” Kata ku.
“Kenapa?” Tanya nya lagi.
“Entah lah.” Jawab ku.
“Kamu mau ayah kecewa melihat mu seperti ini?” Kata Salsa.
Namun aku hanya diam dan tidak menjawab nya.
“Ayah pasti mau melihat kamu lulus, Fa. Ayah mau melihat kamu menjadi Sarjana. Aku yakin ayah sudah mempercayai semua nya pada mu, makanya ia pergi dengan tenang.” Kata Salsa sambil mengangkat kepala ku, karena sejak tadi aku tidak memperhatikan nya.
Lalu aku hanya menghela nafas panjang, dan menyandarkan kepala ku di bahu nya.
Kami pun memutuskan untuk kembali ke bandung pekan depan.
Satu pekan berlalu, kami akan ke bandung di antar oleh kakak ku, tadi nya ibu ingin ikut, namun ternyata harus ada rapat penting masalah jabatan yang ayah tinggalkan.
Aku sengaja tidak membawa motor ku, agar tidak banyak jalan-jalan dan lebih fokus kuliah.
“Bu, aku dan Salsa pamit, ya.” Kata ku sambil memeluk dan mencium tangan Ibu.
“Bu, aku juga pamit ya.” Kata Salsa sambil mencium tangan ibu.
“Kalian hati-hati, ya. Kuliah yang benar, jangan terlalu banyak bermain.” Kata Ibu.
Kami pun jalan ke bandung, dan mobil aku yang membawa nya, baru saat pulang nanti, kakak yang membawa nya.
Sepanjang perjalanan aku hanya bisa diam dan masih memikirkan apa yang terjadi, aku seperti masih tidak bisa menerima ini semua.
Padahal aku sudah senang anggota keluarga ku lengkap, semua bersatu kembali, namun pada akhirnya harus di pisah kan kembali, dan tidak tanggung-tanggung, yang memisahkan kami adalah perbedaan dunia. Namun, aku berharap dan berdoa agar nanti keluarga ku bisa bersatu lagi di Surga-Nya kelak.
Kami pun sampai di Bandung, dan aku langsung istirahat karena memang sangat melelahkan dalam sepekan ini. Kakak pun pamit dan akhirnya ia pulang sendiri.
“Sal, aku langsung ke kamar ya. Mau istirahat.” Kata ku pada Salsa.
Lalu ia langsung memeluk ku, aku membalas peluk nya erat. Ingin sebenar nya berlama-lama berdua dengan nya. Aku pun melepaskan peluk nya lalu mencium keningnya.
“Selamat beristirahat.” Kata ku.
Aku segera ke kamar untuk mengganti pakaian dan Istirahat. Setelah mandi dan berganti pakaian, aku rebahan di atas kasur ku.
Ah, benar-benar melelahkan, semua energi kami habis di kuras. Baik itu energi jiwa mau pun raga, semua benar-benar habis. Namun yang aneh, saat aku memeluk Salsa, seolah-olah kami saling mengisi energi. Apa aku harus terus memeluk nya?
Aku pun langsung berlari ke bawah, aku akan ke kamarnya Salsa. Beruntung besok masih hari Ahad.
“Tok! Tok!” aku mengetuk pintu kamar nya Salsa.
Ia pun membuka nya dan menatap ku bingung. Ku dorong ia masuk dan ku tutup pintu kamar nya, lalu ku peluk ia dengan begitu erat. Tak ingin aku melepas nya.
Saat aku mulai tenang, aku lepaskan perlahan.
“Ada apa, Fa?” Tanya Salsa.
“Malam ini, aku ingin di sini.” Jawab ku.
“Hah? Kenapa?” Kata Salsa, ia terlihat terkejut namun juga terlihat senang. Haha.
“Tidak boleh? Ya sudah aku ke atas.” Kata ku.
“Ih, boleh. Kata siapa nggak boleh.” Jawab Salsa sambil menahan tawa nya.
Seperti biasa, aku langsung menggelar karpet dan selimut untuk aku tidur. Aku pun akhirnya merebahkan tubuh ku. dan ku lihat Salsa yang juga sedang rebahan memperhatikan aku dari kasurnya yang ada di sebelah kanan ku. aku langsung teringat sebuah momen yang membuat ku menyesal, namun bagaimana lagi, semua sudah terjadi.
Kami pun saling tersenyum,
“Aku Sayang kamu.” Kata ku.
“Aku lebih sayang kamu.” Jawab nya.
“Iya, aku percaya.” Kata ku sambil tersenyum.
“Jangan pergi lagi ya.” Kata ku lagi.
“Tidak, tidak akan. Aku akan selalu ada di sisi mu, bahkan saat kamu sudah tak ingin.” Jawab Salsa.
“Terima kasih.” Kata ku.
“Selamat beristirahat, Salsa ku.”

Cinta SejatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang