BAB XI : Hari Bahagia

50 2 0
                                    

Hari ini aku bangun pukul 04:00 pagi, dan tahu mengapa aku bangun? Ayah yang membangunkan aku, sudah satu pekan ia di sini. Ibu dan Ayah benar-benar seperti pasangan baru, bahkan mungkin mereka lebih romantis dari pasangan baru. Dan kini, ibu memberikan Jabatan nya kepada Ayah ku, ini lah kekuatan Cinta, rela berkorban demi orang terkasih, padahal ayah tidak meminta nya kepada Ibu. Tapi ibu berpikiran agar Ayah tidak mendapat dosa karena istri yang mencari nafkah, hehe. Aku menjadi lebih sering Shalat di masjid sekarang, semenjak ada Ayah.

Saat di jalan menuju Masjid ketika shubuh.

“Fa, ayah dengar, kamu dan kakak nya Togar pacaran. Benar, fa?” Tanya Ayah.

“Benar, yah.” Jawab ku.

“Kamu berencana menikahi nya?” Tanya Ayah lagi.

“Iya, yah. Bahkan aku sudah bertemu keluarga besar nya, dan mereka merestui.” Jawab ku.

“Wah, serius? Bagaimana bisa?” Kata Ayah.

“Nanti kita bicara lagi, yah. Kita shalat dulu.” Kata ku saat sudah sampai di masjid.

Kami pun Shalat berjamaah di sana, setiap Shubuh pasti Masjid sepi, dan rata-rata yang datang hanya orang tua.

Selesai shalat kami pun langsung pulang, dan aku membuka pembicaraan lagi dengan Ayah.

“jadi waktu itu, keluarga nya hampir ngga setuju sama hubungan kami. Tapi kami berusaha memperjuangkan sampai akhirnya, ya, kami di restui.” Kata ku.

“Ayah sebenarnya juga tidak setuju dengan hubungan kalian, tapi kalau kamu yakin ia adalah cinta sejati mu, ayah akan selalu mendukung mu, ayah tidak ingin kamu bernasib seperti ayah dan ibu yang akhirnya berimbas pada anak-anak kami.” Kata ayah sambil merangkul ku.

“memang apa cinta sejati menurut ayah?” Tanya ku.

“Seseorang pernah mengatakan cinta sejati adalah ia yang akan selalu ada di pikiran mu, kapan pun, dimana pun dan bagaiman pun itu. Kamu akan siap menerima kekurangan nya..” Saat belum selesai ayah bicara, aku memotong perkataan nya.

“Dan akan selalu mensyukuri kelebihan nya, tak akan ada celah sedikit pun di hati untuk membenci cinta sejati.” Kata ku.

“Loh, eh. Kok kamu tahu, Fa? Haha.” Kata Ayah sambil tertawa.

“Dasar, ayah ngga kreatif. Itu kan kata-kata ibu.” Jawab ku.

“Heheh, ya, maaf deh kalau begitu.” Kata Ayah ku.

Kami pun akhirnya sampai di rumah, namun aku tidak langsung ke kamar. Aku memiliki kebiasaan makan camilan dengan Ayah di ruang keluarga sehabis Shalat Shubuh, biasa nya kurma, terkadang ibu juga membuatkan roti.

Keesokan hari nya, kakak ku pulang, ini pertama kali nya ia bertemu ayah lagi sejak saat itu.

“Assalamualaikum.” Kata kakak ku sambil masuk rumah.

“Waalaikumussalam.” Jawab kami serempak.

Lalu kakak pun mencium tangan Ayah dan Ibu, lalu memeluk ku. wajah nya tampak kebingungan.

“Kak, apa kabar?” tanya ayah.

“Baik, ayah bagaimana bisa di sini?” Jawab kakak.

Akhirnya Ayah dan Ibu menjelaskan apa yang terjadi, beruntung kakak bisa menerima nya, walau ia sempat terlihat menangis.

Sejak saat itu, keluarga kami tidak lagi seperti dulu, kini aku bisa merasakan cinta dari kedua orang tua ku.

Satu tahun berlalu, hubungan aku dan keluarga selalu baik-baik saja, begitu pula hubungan aku dan Fani. Sudah hampir 3 tahun kami bersama, banyak hal terjadi di antara kami, namun kami tetap saling menjaga dan menyayangi. Dan kakak ku sudah menyelesai kan pendidikan Hukum nya, akhirnya ia menjadi Sarjana. Semenjak Ayah mengambil alih Jabatan ibu, kini ibu menjadi lebih sering berada dirumah.

Cinta SejatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang