10 - Semangat Awal

41.6K 3.3K 37
                                    

"Semua yang di awal, pasti semangat."

Lana killer

Happy reading___

****

HENING. Satu kata yang dapat mendefinisikan keadaan remaja yang sudah terinfeksi virus 4.0.

Ya, setelah melanjutkan makan malam bersama di rumah Anggre, kami hanya bersantai dan bermain ponsel masing-masing. Meski televise di depan kami menyala, tapi tak satupun yang berniat menontonnya.

"Ehh. Bagas WA gue nih!" kata Nino tiba-tiba setelah keheningan yang cukup lama. Mendengar itu sontak kami melihat ke arahnya.

"Ngapain!" tanyaku dengan ekspresi tidak suka, membuka aplikasi game cacing dan mulai memainkannya. Meski sudah tidak famous lagi, tetapi aku belum bisa move on!

"Bentar-bentar," kata Nino terlihat fokus dengan ponselnya. Setelah itu dia menghela nafas panjang, menyenderkan tubuhnya yang semula tegap. Aku dan yang lain hanya saling pandang.

"Jangan bilang mau kasih tugas!" tebakku yang langsung diangguki olehnya.

"Kenapa gak sekalian kemaren aja sih ngasihnya!?" ucapku mulai kesal tetapi langsung melanjutkan game cacingku lagi. Hampir saja cacing gendutku mati gara-gara bayi cacing!

"Katanya lupa," jawab Nino santai.

"Hihh! Emang si Bagas nyebelin banget ya, dia yang lupa mahasiswanya yang sengsara!" kataku kesal masih dalam posisi yang sama. "Terus dikumpulin kapan?" tanyaku lagi tanpa mengalihkan pandanganku.

"Besok jam sembilan."

"Yahhhhhhhhhhhhhh!" teriakku sangat kencang. Mendengar itu, teman-temanku refleks melihat ke arahku. Aku hanya nyengir melihat mereka. "Raja cacing gue mati!" ucapku penuh penyesalan.

Kulihat mereka menghela nafas kesal. Sepertinya mereka sedang tidak berselera kali ini. Mungkin karena kebanyakan minum tugas dari Bagas. Jadi klenger!

"Ck, kirain apa, Lan!" kata Daniel kesal.

"Yakan kasiannn, masa raja ketabrak bayi cacing mati!" ucapku sambil mengerucutkan bibirku. Kasian banget kan guys?

"Yaudah kita balik dulu deh, udah malem," putus Nino kemudian berdiri mengambil tasnya, disusul oleh Daniel. Sedangkan aku, Anggre, dan Dita diminta tante Hany untuk menginap saja. Ah, aku senang sekali jika menginap di sini.

****

Pagi harinya, aku sudah berada di HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) Akuntansi. Ngapain lagi kalau bukan mengerjakan tugas mendadak Bagas tadi malam. Aneh rasanya jika HMJ yang biasanya ramai, tetapi kali ini terlihat sepi. Mungkin mereka canggung karena banyak kating di sini.

"Niel, beli jajan gih!" ujar Dita saat merasa ada yang kurang.

Mendengar perintah dari Dita, Daniel menengadahkan tangannya seperti orang meminta. "Mana duit!"

Dita mendengus. "Huuh! Bokap Nyokap beruang aja masih minta lo!" kata Dita sambil merogoh tangannya ke dalam sakunya.

"Enak aja lo! Bonyok gue bukan beruang ya!" sahut Daniel tidak terima.

Kulihat Dita memberikan uang 10 ribuan pada Daniel.

Daniel berdecak. "Yahh! Pelit amat lo, Dit!" protes Daniel kemudian pergi meningalkan ruangan.

"Ehh! Tungguin gue, Niel!" kata Nino menyusul Daniel.

Hening.

Aku, Anggre, dan Dita sibuk menulis tugas dari Bagas, tidak ada yang bersuara di antara kami.

"Hi, kak. Aku boleh gabung, gak?"

Aku mendongak melihat Mona yang berdiri di ambang pintu. "Boleh sini," ajakku padanya. Meski Mona bukan adikku, tapi aku sudah menganggapnya seperti adikku sendiri

"Makasih, kak," jawabnya dengan wajah sumpringah.

Duk Duk duk

"Ehh, ada dedek Mona," ucap Daniel setelah melihat keberadaan Mona, disusul Nino yang terlitat biasa saja.
Dita dan Anggre langsung menyambut camilan yang dibawa Daniel dan Nino. Tentunya melupakan tugas mereka.

Mona hanya tersenyum menanggapinya. "Kak! Jangan marah ya, kak."

Aku yang masih fokus menulis tugasku menyerngit mendengar perkataan Mona. Sedangkan para killer pura-pura diam sambil ngemil dan menyimak perkataan Mona.

"Kak Zaky selalu curhat tentang kakak akhir-akhir ini," lanjut Mona ragu-ragu. Ya, mungkin ini efek pertemuan waktu itu.

"Jangan kasih tau kita sekelas!" Aku memperingatkan Mona. Aku sangat sensitif jika menyangkut Zaky.

Mona menghela napas dan mengangguk pelan. "Kakak tenang aja."

Aku hanya merespon dengan senyuman yang kupaksakan. Para killer masih diam dan tidak mau ikut campur. Akhirnya, untuk menghindari suasana awkward, aku memutuskan untuk mengajukan proposalku. Ya, saat judulku sudah disetujui oleh Bu Sonya dan Kaprodi Akuntansi, ditambah lagi mengetahui bahwa Bagas adalah pembimbingnya, aku memang sengaja ngebut menyusun proposal.

"Gue mau ngajuin proposal dulu." Aku langsung berdiri dan mengambil proposalku.

Belum sempat aku keluar ruangan, Dita tiba-tiba bersuara. "Cepet banget!" sahut Dita heran. "Lo gak minta jasa pembuat skripsi kan?" tuduh Dita.

"Apaan, sih. Orang gue lagi excited banget! Mikir sendiri dong!" balasku mulai sewot.

"Lo jangan nuduh Lana gitu dong, Ta," sahut Daniel mulai nimbrung. Daniel mengambil cemilan dan mulai memakannya. "Bisa aja Lana copas dari internet," lanjutnya lalu nyengir tanpa dosa.

Para killer langsung menahan tawa. Sialan! Gue kira mau dibelain.

Tanpa mempedulikan mereka, aku langsung keluar dari ruang HMJ.

****

Tok Tok Tok

Ini untuk yang kedua kalinya aku menginjakkan kaki di ruangan dosen killer seperti Bagas. Seperti sebelumnya, aku menarik nafas dalam-dalam dan kuhembuskan secara perlahan. Menyiapkan mental sebelum naik darah.

"Masuk!" sahutnya dari dalam.

Bagas memperhatikanku dari awal aku masuk sampai berdiri di depannya. Tumben gak dikacangin!

"Duduk!" perintahnya singkat. Aku segera memposisikan dudukku. "Ada perlu apa?"

"Ini proposal skripsi saya, Pak!" kataku sambil menyodorkan proposal yang aku bawa.

Bagas menaikkan sebelah alisnya. "Cepat sekali?" tanyanya dengan nada meremehkan. Aku heran kenapa Karina bisa suka dengan orang seperti dia. "Baiklah, saya akan mereviewnya," katanya kemudian mengambil dan membaca sekilas proposalku.

****

Semangatin diri sendiri aja deh....

Wecome bulan kelahiran author wkw

-01 Mei 2020

Dosen Killer!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang