11

81 16 4
                                    

Immanuel Yongki Adriano pov

Gue tau Jessica sejak dia masih maba. Dia cantik, terlihat angkuh, dan susah dideketin. Itu hasil pengamatan gue setelah beberapa kali ketemu.

Ya, gue selalu mengamati dia setiap kali ketemu. Gue pengen kenal lebih deket, tapi gue gengsi. Ayolah men, gue cowok hits di kampus yang terkenal dingin.

Prinsip gue, gue gak akan pernah ngejar duluan. Tapi yang gue hadapi sekarang adalah seorang Shella Jessica Maheswari. Dia seolah menghancurkan prinsip hidup gue dalam sekali tatapannya.

Biasanya gue biasa aja setiap kali gak sengaja bertatapan sama orang, mereka yang bakal mengalihkan tatapan duluan. Karena gue selalu dominan.

Tapi sama Jessica? Demi Tuhan gue gak bisa natap mata dia lama lama. Seorang Jessica Maheswari, bisa bikin seorang Immanuel Yongki Adriano bertekuk lutut saat itu juga.

Belakangan gue tau kalo Jessica dikelilingi sama beberapa cowok hits di kampus selain gue. Dan salah satunya temen gue, Johnny.

Dari situ gue mulai mencoba mendekat, mencoba akrab sama dia. Ternyata dia gak seangkuh keliatannya. Dia baik, bahkan dia dewasa menurut gue.

Gue menaruh harapan besar sama Jessica, gue berharap dia bisa melihat ke arah gue. Tapi harapan gue ternyata gak mudah untuk gue capai.

Kita berenam-gue, Johnny, Jeffrey, Tian, Nino, dan Nathan-suka sama Jessica. Gila bro. Yakali gue harus bersaing sama temen temen gue sendiri? Oh tapi gue lupa. Ini Jessica, cewek yang pantas untuk gue perjuangin.

Waktu Jessica mabuk untuk pertama kalinya, kita berenam bikin kesepakatan untuk bersaing secara sehat buat dapetin Jessica. semacam perjanjian tak tertulis.

Setidaknya seseorang yang suatu saat nanti dipilih sama Jessica, dia gak boleh melarang Jessica buat tetep temenan sama kita, Jessica harus tetap kaya gini.

Kita menjadi egois untuk memiliki Jessica, kita mengamankan Jessica, mempertahankan dia dalam circle kita. Kita membuat Jessica tetap berada di sekitar kita.

Karena gue sendiri gak bisa bayangin gimana jadinya kalo Jessica sama orang lain. Orang lain yang gak kita kenal, yang bisa jadi bakalan ngelarang Jessica buat bareng lagi sama kita.

Gue bergerak pelan tapi pasti, gue gak banyak ngalus, gak kaya Nino atau Johnny yang terkesan blak blakan. Gue bergerak dalam diam. Gue yakin Jessica bakal jadi sama gue.

Tapi malam itu, segala keyakinan gue runtuh. Malam saat kita liburan di Bali, sepulang Jessica pergi sama Nathan.

Gue terbangun dari tidur berantakan gue di ruang keluarga dan mendapati seseorang tengah meremas ujung kaosnya sambil ngeliat ke arah gazebo villa.

Gue heran, apa yang dia lakuin disitu. Akhirnya gue mendekat dan ikut memfokuskan pandangan gue ke objek yang sedang dia liat.

Dan yang gue liat setelahnya adalah, Jessica dan Jeffrey yang saling berbagi ciuman, seakan memperingatkan gue kalo gue udah kalah langkah dengan Jeffrey.

Jeffrey jelas sudah berpuluh puluh langkah di depan gue. Hati gue nyeri, mata gue memanas. Lalu gue melirik seseorang di sebelah gue. Kondisinya gak lebih baik dari gue.

"jadi, mau berhenti?"

Dia melirik ke gue sekilas dan tertawa pelan, "masih terlalu awal, kalo lo mau berhenti silakan, tapi jangan pernah mempengaruhi gue"

Gue tau dia sama hancurnya kaya gue, atau bahkan lebih hancur lagi. Gue bisa lihat dari sorot matanya kalau dia sebegitunya mencintai seorang Jessica, mungkin malah lebih besar dari rasa yang gue punya.

Dari situ, gue memutuskan untuk menyerah, tujuan gue berubah. Gue akan tetap mempertahankan Jessica di sekitar gue, tapi bukan sebagai pasangan. Gue akan jadi bayangannya, apapun yang terjadi, gue tetap akan selalu ada buat dia.

Dan gak ada yang berubah setelah kejadian malam itu, baik hubungan Jessica maupun Jeffrey dan hubungan kita bertujuh. Gak ada yang mengungkit kejadian itu.

Semuanya masih sama. Jessica masih milik bersama.

Sampai malam itu, malam terkahir kita di Bali. Jessica berkesempatan nanyain sesuatu ke gue dan gue dituntut untuk jujur.

Gue takut. Oh ralat, kita berenam takut kalo Jessica bakal nanyain apa yang terjadi waktu dia mabuk. Kita gak mau Jessica tau hal ini lebih awal.

Kita takut Jessica menganggap kita gila karena berusaha untuk menahan dia di sisi kita, dan berakhir pergi dari hidup kita. Kita berenam sangat membutuhkan dia.

Gue deg degan menunggu pertanyaan yang bakal Jessica keluarin dari bibir indahnya. Tapi ketika pertanyaan itu keluar, bukan perasaan lega yang gue dapat, gue semakin deg degan.

Bukan, Jessica gak nanyain tentang kejadian malam itu, tapi dia nanyain hal lain. Yang awalnya sempat bikin harapan gue buat jadiin Jessica milik gue kembali menggebu.

Gue pikir dia cemburu, gue pikir dia ngasih kode kalo dia gak suka denger gue sama cewek lain.

Tapi ternyata, zonk.

Jessica cuma ngerasa gak enak sama gue. Dia takut kalo dirinya ngerusak perasaan gue dengan jadi penghalang untuk hubungan gue dengan orang lain.

Padahal bener, dia udah ngehancurin perasaan gue, tapi dengan cara lain.

Dengan cara, memilih orang lain yang bukan gue. Ya, gue patah hati karena Jessica.

Hari hari gue sepulang dari Bali berjalan kaya biasanya, begitupun hubungan gue dengan Jessica. Dia masih gak tau kalo malem itu gue pergokin dia dan Jeffrey.

Tapi gue gak peduli apapun.

Yang jelas, sampai kapanpun gue akan tetep jadi bucin Jessica. Gue masih mau bikin Jessica bahagia, walaupun akhirnya gak sama gue.

Immanuel Yongki Adriano pov end

CircleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang