#bab11_Menikahi_Janda

363 13 1
                                    


Baru sebulan sejak terahir aku tahu Sundari hamil, dia datang lagi dalam mimpiku menunjukkan anak kami yang berjumlah lima anak.

"Mas. Lihatlah putra-putri kita," ucapnya dengan menunjukkan lima anak terbungkus kain.

Aku terperangah tak percaya.

"Hah? Lalu?"

"Ya. Berikan mereka nama!" seru Sundari kesal.

Aku menelan saliva. Bahkan tak terfikirkan untuk memberinya nama.

"Berikan nama apa saja yang kamu suka," jawabku bingung.

"Cepat. Berikan mereka nama!" Sundari semakin memaksa. Kulihat kelima anakku. Wajahnya memang mirip denganku. Hidungnya dan matanya. Mana mungkin aku tega tidak mau mengakui mereka sebagai keturunanku?

"Beri nama seperti tokoh wayang. Bima, Arjuna, Kunti, Durpadi dan Sri Kandi," jawabku.

"Terimakasih, Mas. Anak-anak ini akan ikut bersamaku agar umurnya panjang. Lagi pula, mereka tidak bisa menjadi manusia sebab terlahir dariku," ucapnya.
**
Beberapa hari ini aku merasa jenuh berada di rumah. Entah bagaimana, tiba-tiba aku merindukan janda cantik itu-- Rukmini--

Kumatikan rokok tembakau lalu menyesap kopi nikmat buatan Parni.

"Parni!" panggilku.
Tak lama Parni yang berjibaku dengan cucian baju datang dengan pakaian yang basah sebagian.

"Opo, Pak?" Dia semakin mendekat.

"Aku mau kembali ke rumah orang tuaku. Rumah itu akan kujual. Kita sudah tidak punya uang lagi," kataku.

"Biarkan saja, Pak. Lagi pula, siapa yang mau membelinya? Nanti pulangnya nyasar lagi kapok, hehe." Dia terkekeh.

"Aku sudah hafal jalanya. Nanti lewat jalan lain saja," terangku meyakinkanya.

"Beneran? Kalau Bapak yakin, aku nggak bisa ngelarang. Nanti pulang bawa uang yang banyak untuk modal kita usaha. Aku sebenernya pingin pindah rumah yang deket pasar supaya bisa dagang."

"Terserah kamu saja. Bapak setuju," sahutku yang dibalas dengan senyuman bahagia istriku.

Kini, aku benar-benar menemui Rukmini. Di tengah malam yang dingin menusuk tulang dan sendi aku mengetuk pintu rumahnya yang di sambut senyuman bahagia.

"Aku sudah lama menunggumu, Mas. Kapan kita menikah? Kita sudah dua kali melakukanya. Aku takut jika hamil nanti, apa kata orang?"

Aku masih mengantuk. Malam ini, kami menuntaskan kerinduan dan hasrat dengan penuh gairah.
Kutarik kepalanya agar bersandar di dadaku. Aku memeluknya agar dia diam dan ternyata berhasil.

Pagi telah datang menghapus kegelapan. Rukmini sudah mandi. Mataku sedikit terbuka. Handuk yang melilit tubuhnya menampilkan kemolekan yang membuat jiwaku ingin kembali merengkuhnya.

Aku bangkit lalu memeluknya. Rukmini tak dapat menolak. Harum tubuhnya semakin membuatku kembali bergairah ditambah dia telah lama menjanda. Pasti dia juga menginginkan ini semua.

Aku semakin larut dalam kenikmatan asmara yang memabukkan. Kini Rukmini telah sah menjadi istriku, ya. Dia rela menjadi istri ke duaku. Kami melakukan pernikahan sirri yang hanya dihadiri dua orang saksi dan satu wali yang diwakilkan oleh Pamanya.

"Mas, ini kopinya," ucapnya sembari memberikan secangkir kopi panas di suatu pagi.

"Iya, Dek. Terima kasih. Kamu semakin hari semakin tambah cantik," pujiku sambil mencubit hidung mancungnya. Dia segera menggeser kursi dan duduk di sisiku.

Rukmini tersenyum lalu menjawab, " Alah, gombal. Bukanya lebih cantik istri tuamu itu?"

Aku mengeryitkan dahi. Bagaimana mungkin Parni yang berkulit sawo matang bisa lebih cantik dari Rukmini.

"Nggak, lah. Parni itu istri yang kurang memuaskan. Hanya kamu yang sanggup membuatku dimabuk asmara," gombalku lagi.

Rukmini semakin tersipu malu, wajahnya merah merona begitu indahnya, membuatku semakin jatuh cinta.
**

"Mas. Kita harus pindah. Jika tetap di sini, maka kita akan ketahuan istrimu," ujarnya setelah lelah dalam pergulatan menyenangkan.

"Benar katamu. Baiklah kita akan pindah ke tempat lain," jawabku setuju.

Lelah berputar-putar dengan sepeda tua. Ahirnya kami menemukan rumah yang cocok. Di sini lah kami membangun kebahagiaan baru.

Berbeda jauh dengan Parni. Rukmini tidak pernah salat. Lama-kelama'an aku menjadi malas salat juga. Selama menikahi janda cantik ini, Sundari tidak pernah menerorku lagi. Pasti dia sibuk mengurus ke lima bayinya.

Hidupku terasa bebas. Namun jiwaku kosong. Sudah lama kutinggalkan anak istriku. Ada kerinduan mengusik perasaanku.

Nikah GhaibTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang