#Bab14_Setan_Comberan

388 14 0
                                    

Sepeda kukayuh dengan iringan perasaan yang kalang-kabut. Fikiranku menerawang jauh memikirkan perkataan Parni dan orang-orang di pos ronda. Benarkah Rukmini adalah setan? Mana ada setan secantik dia. Setan kok cantik. Selalu ada alibi untuk membantah semua tuduhan tentang Rukmini.

Kami telah sampai di rumah. Rukmini turun dengan tergesa. Diangkatnya rok dress putih hingga terlihat betisnya yang indah. Aku tersenyum dan kembali berfikiran positif. Istriku manusia!

Lelah mengayuh sepeda, kurebahkan diri ke atas ranjang saksi cinta. Rukmini kembali dari kamar mandi. Kembali aku tersenyum. Mana mungkin setan bisa buang air juga.

"Mas, mau kopi?" serunya dari dalam dapur.

"Iya boleh," sahutku sambil memejamkan mata.

Terdengar suara sendok beradu dalam gelas. Suara air mengucur dari termos ke dalam gelas. Tak lama, aroma kopi yang nikmat begitu membangkitkan semangat sampai ke indra penciuman.

"Ini kopinya Mas ...."

"Baunya enak. Setelah ini, pijitin kakiku ya?"

"Iya, Mas. Tak ambilkan minyak goreng dulu buat mijit." Rukmini bangkit berdiri lalu berjalan ke dapur. Lekuk tubuhnya saat berjalan membuatku ingin bercinta setelah ini.

"Ayo tengkurap," perintahnya. Aku menurut. Pijatannya begitu nikmat hingga tak terasa mata terasa berat sekali.
**
Hari sudah hampir pagi. Sial. Aku ketiduran. Rukmini tidak ada di sampingku. Biasanya dia masih tidur. Dan hampir sampai sore dia tidur karena alergi matahari.

Aku mencoba mencarinya ke dapur. Tidak ada. Kemudian ke sekeliling rumah. Pun tidak ketemu. Tiba-tiba mataku menangkap pakaian putih seperti milik Rumini di dekat comberan air. Ada wanita yang tengah mengeruk air dan lumpur comberan dengan kedua tangan. Dan pemandangan menjijikkan tertangkap mata. Dia meminumnya. Bahkan cacing-cacingnya juga dimakannya.

"Hei! Siapa kamu!" teriakku. Sosok itu menoleh. Wajahnya menyeramkan dan bola matanya putih tanpa kornea. Dia marah dan menampakkan gigi taringnya kemudian melayang menghampiriku hendak mencekik dengan kuku hitam panjang.

Cepat aku lari masuk ke dalam rumah. Nafasku sampai ngos-ngosan karena ketakutan. Siapa dia? Dia bukan sundari. Aku yakin. Sundari wajahnya merah darah dan matanya merah. Yang ini wajahnya hancur dan matanya putih tanpa kornea.

Tiba-tiba ada tangan menyentuh pundak hingga membuatku terlonjak kaget bukan kepalang.

"Mas. Kamu kenapa?" Ternyata Rukmini. Aku mengira setan tadi.

"Ada set-taan," lirihku dengan keringat mengucur deras.

"Kamu dari mana? Mas cariin kok gak ada?" tanyaku lagi. Rasa takutku mulai menghilang.

"O, tadi dari warung depan sana. Beli kopi sama sembako kita yang habis. Kalau siang kan panas," jawabnya sambil menunjukkan plastik hitam di tangan kanan. Aku sedikit lega. Ah. Mana mungkin setan tadi Rukmini.

"Ya sudah. Mas istirahat lagi. Tak buatkan kopi ya?" tawarnya sambil tersenyum manis.

"Gak bisa tidur. Mas mau nonton TV saja." Aku berjalan menuju ruang tengah menghidupkan TV hitam putih. Melihat tayangan berita di TVRI.

Kopi hitam tersaji. Aromanya tetap nikmat menggugah selera. Perlahan kusesap karena masih panas. Tiba-tiba terlintas bayangan setan meminum air comberan dan memakan lumpur bercampur cacing. Seketika hilang selera minumku karena mual.

Jangan-jangan kopi ini adalah air comberan. Dan wanita tadi adalah Rukmini. Ah entahlah. Kacau sekali fikiranku.

"Mas." Tiba-tiba Rukmini sudah berada di sisiku. Dia memang seperti setan. Sekejap ada, sekejap hilang.

"Sini, temani Mas. Semalam kan gak jadi bermesraan," bujukku seraya mengelus rambut indahnya.

Rukmini menyambut belaianku dengan berbaring di pangkuanku. Aku mencium bibir mungilnya dan semua terjadi begitu indah.

Nikah GhaibTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang