#Bab1_Hantu Cantik Dalam Mimpi

851 13 0
                                    

Hujan turun begitu deras sampai mampu menembus sela-sela rajutan atap daun nipah. Asap tembakau membumbung dan mengikuti arah angin kemudian hilang tersibak hujan.

Aku duduk sendirian dalam gubuk di pinggir sawah padi milik mertuaku. Hari sudah hampir gelap. Aku menjadi semakin gusar. Pasti istriku menunggu dengan cemas di rumah.

Fikiranku mengingat-ingat kehidupan keluargaku yang serba kekurangan.
Aku akan pulang dengan seember keong sawah yang telah kukumpulkan satu persatu usai membersihkan rumput. Kedua anakku pasti akan suka.

Mataku menatap langit hitam dihiasi hujan. Hujan mulai reda. Kumatikan rokok dengan menginjaknya.

Sebelum pulang, tiba-tiba aku teringat pada Guru spiritualku namanya Ustadz Ageng biasa disebut Ki Ageng. Aku menyempatkan merapalkan do'a yang diajarkan guruku. Kuambil kopyah lusuh di atas kepalaku lalu mengambil kertas kumal yang sudah bertahun-tahun kulipat.

-----
"Mak. Bapak pergi dulu, yo?" Aku pamit pada Parni, istriku.

"Mau kemana, Pak?"

"Bapak mau ikut buruh di pabrik. Ngangkut tebu sama Tarjo," jawabku tergesa-gesa.

Setelah membaca do'a itu, benar saja tak lama Tarjo datang menemuiku dan mengajakku kerja. "Kuberi kau amalan kalau mau mudah mendapat pekerjaan dan disegani atasanmu! Tapi apapun yang terjadi, jangan beri tahukan pada siapapun," pesan Ki Ageng sepuluh tahun yang lalu, tepatnya sebelum aku menikahi Parni. Baru ini aku mencobanya, ternyata berhasil.

Aku pulang dengan membawa banyak uang. Kuberikan separuhnya untuk Parni.

"Nih, Bu ada uang buat belanja besok, dihemat, ya." Aku menyodorkan uang dua puluh lima ribu rupiah.
Senyum Parni merekah indah.

"Alhamdulillah, Pak. Besok bisa buat bayar sekolahnya Bambang."

Bambang adalah anak pertama kami yang sudah bersekolah kelas Empat SD. Sedangkan anak ke duaku bernama Sri Rahayu masih belum sekolah.

Bambang yang tengah memakai sepatu langsung menyahut.

"Tapi itu masih kurang Mak. Tunggakanya 'kan ada tiga bulan."

"Yo sabar, Le. Besok Bapak kasih uang lagi, iya kan, Pak?" Parni mencoel pinggangku dengan tersenyum.

"Iyo-iyo. Do'akan bapak dapet rejeki lebih. Bapak juga mau berangkat kerja lagi," jawabku.

"Lho, sudah pulang kok berangkat lagi, Pak?" Parni menatap mataku.

"Tadi pas ambil gaji ditawarin nglembur. Nanti sore Bapak pulang." Aku mengambil tembakau lalu menyulutkan api dan menghisapnya. Api mengepul ke udara.

Istriku segera menyiapkan bekal untukku dan untuk Bambang. Bambang belajar hemat dari emaknya. Dia tidak suka jajan.
-----
Aku merasa aneh. Seolah ada yang mengikutiku setelah mengamalkan amalan do'a itu. Sudah sepekan ini aku didatangi wanita cantik dalam mimpiku sampai aku melakukan hubungan terlarang dengan wanita itu. Meskipun hanya mimpi, tapi itu terasa begitu nyata. Namanya Sundari, dia cantik sekali. Selalu datang dengan pakaian kebaya berwarna merah.

Setiap aku terbangun kudapati kain sarung sudah basah. Aku akan mandi diam-diam di tengah malam agar istriku tidak tahu. Sarung juga langsung kucuci sekaligus baju anak dan istriku dengan alasan ingin membantu Parni.

"Pak. Kok tumben baru jam tiga sudah bangun?" tanya Parni melihatku sudah berada di depan tungku.

"Iyo, pengen bantuin kamu masak, bajunya sudah tak cuci tinggal di jemur," ucapku.

Parni nampak sumringah senyum bahagia mengembang di wajahnya. Parni juga cantik dengan kulit sawo matangnya walau tak secantik Sundari. Sayang sekali, Sundari hanya sebatas mimpi yang indah.

Kudekati istriku lalu memeluknya dari belakang. Dia membalik badanya dengan malu-malu, lalu ku daratkan satu kecupan di pipinya.

Parni tersipu malu dan buru-buru ke kamar mandi.

Nikah GhaibTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang