Part 2

92 9 0
                                    

Berharap banget kalian masih suka sama cerita ini😂🙏
.
Makasih buat yg udh baca part sblumnya, kasih vote, sma komennya😂🙏
.
Love you, guys! 😘😍

***

Sepanjang perjalanan Jogja-Surabaya, Rei tak mendapati Eiger banyak bicara seperti tadi. Ia bersyukur akan hal itu, karena dirinya bisa diam tanpa perlu menjawab apa-apa yang dilontarkan oleh lelaki tersebut.

Lebih bersyukur lagi, karena laki-laki itu tak menyinggung soal kelakuannya yang bisa menguak ceritanya tadi, ataupun mencari tahu perihal apa saja yang disembunyikan Rei, dan lebih memilih untuk tidur sepanjang perjalanan.

Gadis itu menghela napas panjang. Sebentar lagi, ia akan menginjak kembali kota kelahirannya yang sudah lama ia tinggalkan. Berbagai kenangan manis pahit ada disini, mengiringi setiap kehidupan gadis itu. Saat teringat dirinya belum mengabari neneknya jika sebentar lagi akan sampai, ia segera mengaktifkan ponsel dan mencari kontak orangtua itu.

"Halo, Oma." Sapanya saat panggilannya tersambung.

"Assalamu'alaikum, Rei, " tegur Oma saat mendapati cucunya tak mengucapkan salam terlebih dahulu.

"Eh, iya. Assalamu'alaikum, Oma" ralatnya dengan sebuah cengiran yang memperlihatkan lesung pipi serta gigi gingsulnya.

"Waalaikumussalam, Rei. Kamu tuh kebiasaan gak pakai salam dulu kalau telepon." Rei hanya bisa menyengir kuda.

"Lupa, Oma, maaf. Rei udah mau sampai nih, di terminal. Nanti Rei langsung pulang atau ada yang jemput?" tanyanya to the point tanpa menanyakan kabar Omanya terlebih dahulu.

"Nanti kamu langsung pulang aja, soalnya Rian lagi gak ada dirumah." Jawab Oma langsung yang sudah paham, bagaimana sifat cucu gadis satu-satunya itu jika berbicara di telepon.

"Oke, Oma. Udah dulu, Assalamu'alaikum." Singkat, padat, jelas.

Sebenarnya, Rei sangat ramah dan sayang pada Omanya itu. Tapi, karena sudah lama tidak bertemu dan dirinya sedikit mengubah sikap, jadilah ia bersikap seperti itu terhadap wanita yang sangat berarti di hidupnya, setidaknya untuk selama ini.

"Wa'alaikumussalam. Hati-hati, ini sudah malam, takutnya kamu kenapa-kenapa" pesan Oma sebelum menutup panggilan tersebut tanpa menunggu jawaban Rei.

"Okee..." jawab gadis itu pada akhirnya walau terlambat.

Ia segera bersiap-siap, merapikan kemeja kotak-kotaknya, dan menggulung lengan kemeja itu hingga ke siku; memperbaiki kunciran kudanya, dan yang terakhir memperbaiki tali sneakersnya yang longgar.

"Surabaya, Surabaya! Terminal Bungurasih, pemberhentian terakhir Jogja-Surabaya! Ayo, ayo, ayo, yang turun di terminal segera!" suara kernet bus itu menggelegar, memecah keheningan malam, dan menyadarkan para penumpang bahwa tujuan mereka sudah sampai.

"Tujuan lo Surabaya mana?" akhirnya, setelah sekian lama Eiger tak bersuara, kini ia kembali bertanya pada gadis itu.

"Bukan urusan lo," Jawab Rei sambil berjalan melewati Eiger.

Lelaki itu hanya diam. Sampai sekarang, ia masih bertanya-tanya, hal apa yang membuat Rei bisa bersikap seperti itu pada orang lain. Setelah ia melihat gadis yang baru dikenalnya itu memukul-mukul dadanya saat di jogja tadi—seperti ada banyak hal yang disembunyikan, ia semakin penasaran dengan latar belakang gadis itu. Walau niat awalnya hanya ingin membuat gadis itu berbicara ramah pada semua orang, tapi kini ia sadar, banyak hal yang harus ia ketahui dari gadis cuek itu.

ReigerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang